Kalbar Uji Coba Terapi Konvalesen, Berikut Penjelasan Gubernur Sutarmidji Beserta Hasilnya
Jadi saya tegaskan pengiriman sampel jangan asal kirim saja, tapi lakukan tracing dan testing yang benar supaya hasilnya efektif
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmidji menjelaskan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) telah melakukan uji coba terapi plasma konvalesen kepada sejumlah pasien Covid-19. Uji coba terapi plasma konvalesen membuahkan hasil.
Terapi plasma konvalesen sendiri dilakukan dengan memberikan plasma atau bagian darah mengandung antibodi dari orang yang telah sembuh (survivor atau penyintas Covid-19) kepada pasien yang sakit.
“Terapi plasma konvalesen sudah kita coba dan sudah berhasil, tapi kita mau cari orang yang antibodinya tinggi,” ujar Sutarmidji, Minggu 31 Januari 2021.
Ia mengungkapkan, ujicoba dilakukan terhadap relawan dari RSUD dr Soedarso. Namun yang terpenting, alatnya sudah bisa untuk mengambil plasma darah dari pendonor.
“Jadi ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengobati mereka yang sesak nafas dan yang mempunyai komorbid yang berat, tapi kalau yang viral load puluhan tidak perlu. Cukup yang bergejala dengan viral load ratusan sampai jutaan bahkan miliaran,” tegasnya.
• Walau Ada Vaksin, Legislator Kubu Raya Minta Masyarakat Tak Lepas dari Protokol Kesehatan 4M
Sutarmidji mengatakan, terapi plasma konvalesen ini merupakan satu di antara upaya pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19. Upaya ini seperti juga halnya upaya lain seperti vaksinasi yang tengah berlangsung.
Meski demikian, Midji menegaskan, bahwa daerah harus tetap melakukan tracing dan tesing.
Masyarakat pun harus tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19. “Sampel pengiriman swab PCR daerah tetap harus dikirim ke provinsi walaupun sudah dilakukan vaksinasi. Bahkan sekarang tidak jarang ada yang mengirim 200 sampel per minggu,” tegasnya.
Ia menegaskan terkait pengiriman swab PCR ke provinsi bukan masalah angka berapa banyak. Tapi bagaimana dari tracing tersebut dilakukan secara efektif.
“Tapi kalau tidak benar, artinya orang yang tidak berinteraksi dengan orang positif pasti hasilnya negatif. Walaupun pemerintah punya biaya, tapi kalau diakumulasi untuk satu orang swab PCR biayanya Rp 700 ribu. Seharusnya ketika swab harus betul-betul, jangan asal ambil saja sampelnya,” ungkap Sutarmidji.
Gubernur menyatakan, efektivitas swab test harus dijaga, supaya tidak mubazir. Ia mencontohkan ada pelaksanaan swab test kepada kelompok namun negatif semua. Sebab mereka yang dites itu memang tidak ada interkasi dengan kasus konfirmasi.
“Jadi saya tegaskan pengiriman sampel jangan asal kirim saja, tapi lakukan tracing dan testing yang benar supaya hasilnya efektif,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harisson mengatakan bahwa Pemprov Kalbar telah mendapatkan bantuan dari Kemenkes berupa satu unit mesin apheresis yang saat ini telah dioperasiakan di RSUD Soedarso.
Alat apheresis tersebut digunakan untuk pemisah plasma darah yang digunakan untuk pengambilan plasma darah bagi penyintas Covid-19 yang nantinya akan digunakan sebagai terapi bagi pasien Covid-19.
Plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari pasien Covid-19 yang telah sembuh, dan kemudian diproses agar dapat diberikan kepada pasien yang sedang terinfeksi virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 yang dalam penanganan saat ini.
Menurutnya, pemberian terapi plasma konvalesen dengan mesin Apheresis yang dimiliki oleh RSUD dr Soedarso telah dilaksanakan pada dua orang pasien Covid-19 di Kalbar.
“Saat ini Pemprov Kalbar baru memiliki satu alat apheresis saja yang dioperasikan di RSUD Soedarso,” ujar Harisson kepada Tribun, Minggu 31 Januari 2021.
Ia menjelaskan, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 yang dirawat sangat ditentukan oleh kemampuan untuk mendeteksi atau mendiagnosis secara dini dan kecepatan dalam pemberian terapi atau obat-obatan.
Menurut Harisson, tidak semua pasien Covid-19 dapat diberikan terapi plasma konvalesen. Indikasi pemberian terapi plasma adalah jika pasien Covid-19 masuk dalam kategori berat atau kritis.
Dikatakan berat apabila pasien mengalami setidaknya salah satu keadaan berikut yaitu sesak nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 30 kali/ menit, saturasi oksigen darah kurang dari 93 persen.
Lalu rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi oksigen inspirasi kurang dari 300 dan atau infiltrat paru lebih dari 50 persen dalam 24 sampai 48 jam.
Sedangkan pasien Covid-19 yang kritis yaitu pasien yang mengalami setidaknya satu di antara keadaan berikut yakni gagal nafas (rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi oksigen inspirasi kurang dari 200), mengalami syok septik dan/ atau disfungsi atau gagal organ multipel.
“Terapi plasma dapat diberikan segera pada pasien yang dirawat yang mengeluh sesak nafas. Akan tetapi terapi plasma tidak diberikan pada pasien Covid-19 ringan (tanpa gejala sesak nafas, atau tidak memenuhi kriteria Covid-19 berat atau kritis),” jelasnya.
Sedangkan pendonor harus memenuhi kriteria antara lain sebelumnya telah didiagnosis positif Covid-19 melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan telah mengalami proses penyembuhan atau resolusi terhadap gejala secara menyeluruh minimal 14 hari sebelum dilakukan donasi plasma.
Pendonor harus telah negatif dari Covid-19 melalui pemerikaan PCR. Pendonor juga harus memiliki titer antibodi netralisasi SARS-CoV-2, dengan nilai lebih besar dari 1: 320.
“Jadi sejauh ini kita sudah berikan terapi plasma ini kepada dua pasien di RSUD Soedarso,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Suriansyah mengatakan bahwa dengan adanya mesin Apheresis tentu akan membantu Pemprov Kalbar dalam melakukan upaya penyembuhan pasien Covid-19.
Ia mengatakan pemanfaatan plasma konvaselen atau plasma darah dari orang yang telah sembuh dari virus corona tentu sangat diperlukan sebagai pendonor plasma tersebut.
“Selama ini para penyintas Covid-19 tidak dan belum memanfaatkannya untuk membantu orang lain, sedangkan pemanfaatan plasma tersebut terbatas hanya enam bulan setelah keluar rumah sakit,” ujarnya.
Ia mengatakan terapi plasma darah ini tentu masih sangat baru dikalangan masyarakat Kalbar dan masih perlu edukasi dan sosialisasi.
“Jadi pemerintah perlu mengimbau supaya masyarakat perlu mengetahui dan mau memberikan donor plasma darahnya supaya bisa dimanfaatkan sebaiknya dalam rangka membantu orang lain yang sedang melawan covid-19,” tegasnya.
Bahkan, jelasnya, selain dilakukan sosialisasi dan edukasi, bila perlu diberikan insentif bagi para pendonor plasma dari para penyintas Covid-19.
Sebagai orang yang pernah terpapar virus Covid-19, Suriansyah menyatakan dirinya siap jika diminta untuk mendonorkan plasma darahnya bagi siapapun yang membutuhkan.
“Saya siap saja donor karena tidak dirugikan dan bermanfaat bagi penderita terutama bagi orang yang kita kenal,” jelasnya.
Ia mengatakan, memang dirinya saat ini mempunyai komorbid. Tapi dikatakannya bahwa ketika ingin dilakukan pengambilan plasma darah tentu akan melewati skrining dan ia menyatakan siap melakukan hal tersebut. “Jadi sebelumnya kita pasti di periksa dulu ke dokter tapi kalau layak di donor kenapa tidak,”ucapnya.
Dengan alat yang telah dimiliki oleh Pemprov Kalbar saat ini tentu akan sangat membantu. Walaupun Kalbar baru punya satu mesin saja yang dibantu oleh Kemenkes.
“Tapi alat yang ada saat ini bisa dimanfaatkan sebaiknya dan ke depan mungkin pemerintah dapat mengusahakan lagi kalau memang ini sudah dimanfaatkan dengan cukup intensif,” ujarnya.
Suriansyah juga mengimbau para penyintas Covid-19 yang sudah sembuh agar bisa menyumbangkan plasma darahnya setidaknya sebagai aksi sosial supaya lebih bermanfaat untuk orang yang membutuhkan.
“Dengan menyumbang plasma kita kepada orang terdekat bahkan bisa untuk orang lain, karena kalau tidak dimanfaatkan akan berakhir masanya. Maka tidak bisa di manfaatkan lagi,” pungkasnya.