Ahli Epidemiologi Malik Saepudin Nilai Perlu Lock Down Skala Nasional Cegah Covid-19
Menurutnya, beberapa negara tercatat berhasil menekan laju penularan bahkan hingga nihil kasus Covid-19. Namun tidak termasuk Indonesia
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Hingga saat ini wabah Covid-19 di dunia masih terus merebak, masyarakat pun berjuang menekan lonjakan kasus positif covid-19 yang signifikan.
Ahli Epidemiologi sekaligus ketua tim kajian ilmiah Covid-19 Poltekkes Kemenkes Pontianak dan Ketua Muhmamadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Kalbar, Dr. Malik Saepudin SKM,M.Kes menyampaikan, berdasarkan data statistik Worldometer per Senin 7 Januari 2021, jumlah kasus Covid-19 di dunia mencapai 67.390.471 yang tersebar di 218 negara dan teritorial.
Menurutnya, beberapa negara tercatat berhasil menekan laju penularan bahkan hingga nihil kasus Covid-19.
Namun tidak termasuk Indonesia, melainkan negara yang berhasil adalah Singapura, Malaysia, Brunai, Selandia Baru, Cina dan Vietnam.
Baca juga: Dua Jenazah Penumpang Sriwijaya Air Tiba Di Kalbar, Basarnas Sampaikan Duka Cita
"Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara tersebut. Hal ini, terutama teknis dan keseriusan dalam penanganan pandemi Covid-19, termasuk pertimbangan dalam melakukan lockdown secara nasional," ujarnya.
Sebagaimana tertuang dalam undang-undang karantina kesehatan nomor 6/2018 mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan melalui penyelenggaraan kekarantinaan masyarakat.
Hal tersebut juga sudah dinyatakan oleh pemerintah berdasakan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19). Hal ini pun sebarnya telah tepat.
"Barangkali hanya diperlukan penyamaan persepsi pemerintah dengan melibatkan para pakar multidisplin, khususnya epidemiologi dan ekonomi kesehatan," ujarnya.
"Sehingga penghitungan secara matang dapat dilakukan terutama terhadap nilai manfaat program dengan pembiayaan dan hitungan Cost benefit analysis atau analisis biaya-manfaat yaitu perhitungan yang dilakukan dengan menjumlahkan manfaat suatu situasi atau tindakan karantina dan membadingkan dengan biaya yang dapat dihindari akibat kesakitan dan kematian penduduk khsususnya para tenaga medis profesional sebagai penopang utama sistem Kesehatan - lantas mengurangi biaya yang terkait dan pengambilan tindakan tersebut," lanjutnya.
Menurutnya, tindakan Lockdown nasional tersebut perlu pertimbangkan mengingat dampak kesehatan yang lebih serius yaitu ketika sebagian besar wilayah di Indonesia sudah dalam Keadaan darurat kesehatan dengan status siaga 1.
Dimana tren kematian tenaga kesehatan akibat virus corona terus meningkat sejak bulan Oktober dan yang tertinggi pada Desember 2020.
Baca juga: Cegah Stunting, Pemdes Sendoyan Kecamatan Sejangkung Sambas Budidaya Lele
"Gugus tugas Nasional mencatat sebanyak 237 dokter telah wafat dan belum lagi tenaga medis perawat di rumah sakit, lebih tragis lagi adalah para ulama penyejuk dan pencerah umat juga menjadi korban keganasan Covid-19 di Indonesia. Hal ini sebagai alarm bahwa akan ambruknya sistem kesehatan, keterisian tempat tidur untuk ICU dan isolasi sudah melebihi 70 persen bahkan bebtaoa RS di Pulau Jawa, sudah melebihi kapasitas (100% lebih)," ungkapnya.
Berdasarkan data Covid-19 yang dihimpun pemerintah secara nasional, hingga 5 Januari 2021 ada penambahan 7.445 kasus baru Covid-19, sehingga total pasien positif Covid-19 mencapai 779.548 dengan total kasus meninggal akibat Covid-19 mencapai 23.109 pasien (Case fatallity Rate 3% atau dalam setiap 100 penderita ada 3 kematian).
Saat ini pademi Covid-19 di Indonesia telah mengarah pada episentrum/ledakan kasus covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.
Sebagaimana telah diprediksi oleh pakar epidemiologi Malaysia pada Juli 2020, diperkirakan akan ada travel warning dari negara lain berkunjung ke/dari Indonesia.
"Solusi yang terbaik adalah dikembalikan penanganan wabah Covid-19 sesuai dengan UU karantina yaitu harus dilakukan Lock down secara nasional menyeluruh bukan parsial," kata Malik Saepudin.
Secara epidemiologis, bahwa penyebaran covid-19 tidak mengenal wilayah administrasi, tetapi wilayah ekologis.
Analisis penyebaran Covid-19 harus berubah bukan lagi terfokus pada wilayah administrasi, tetapi wilayah ekologis/georafi di Indonesia yang terdiri dari wilayah kepulauan.
Sehingga penerapan karantina wilayah (menghambat mobiltas penduduk) ini dapat mempercepat pemulihan penurunan penyebaran covid-19 di Indonesia.
"Secara teknis perlu dipersiapkan dengan matang dua bulan, pelaksanaannya cukuplah tiga kali masa inkubasi atau 49 hari atau maksimal 100 hari sebagaimana lockdown nasional yang diterapkan di Malaysia," lanjutnya.
Dikatakakannya, WHO merekomendasikan bahwa penanganan terbaik untuk pengendalian penyakit menular harus dilakukan pada sumbernya.
Tidak lain, sumbernya adalah pergerakan manusia, sehingga melalui penghambatan pergerakan manusia (Lock down) dalam penyebaran Covid-19 dari orang ke orang harus dilakukan.
Baca juga: Sisihkan Tunjangan Gaji, Brigadir Nur Prakarsai Bangun Masjid di Desa Ampar Bedang Sintang
Contoh nyata adalah pergerakan mobilitas penduduk melalui jalur transportasi udara adalah sebagai penyebaran terluas dan tercepat di dunia, sehingga penularan wilayah satu dengan wilayah antar benua, antar negara dengan strain virus berbeda sangat masif, antar kepulauan.
"Hal inilah yang menyebabakan durasi pandemi Covid-19 semakin lama dengan tingkat dampak keparahan yg serius, setidaknya di Indonesia 3 ancaman yaitu penularan dari strain virus lokal, antar pulau dan ancaman dari starian Virus covid luar negeri," katanya.
Upaya lockdown secara nasional adalah diperlukan untuk mencegah risiko keparahan, karena pengalaman penyakit wabah Sars berlangsung 4 tahun, tanpa lockdown.
Ada contoh nyata upaya yang dilakukan Pemprov Kalbar oleh Gubernur dengan pergubnya berhasil menghambat pergerakan penduduk melalui pesawat secara tegas dan konsisten, yakni menghentikan penerbangan dari/ke luar Kalbar jika melanggar pergub.
Walapun berselisih paham dengan pemerintah pusat, karena alasan kewenangan perizinan, dan lainnya.
"Tetapi Gubernur ini sangat paham dengan peraturan perundangan, sehingga masih konsisten, dan Alhamdulillah sangat siginifikan yaitu jumlah penambahan kasus masih relatif terendah, bahkan pada 2 Januari 2021 dilaporkan tidak ada kasus, jika dibanding wilayah di kepulauan Kalimantan juga Kalbar terendah," ungkapnya.
Hal ini tentu saja menjadi pelajaran yang berharga bagi pemerintah daerah dan juga pemerintah Pusat untuk tidak ragu-ragu mengembalikan pada UU karantina yang sebenar-benarnya, yang benar-benar fokus pada akar penyebab masalah utamanya yaitu pendemi Covid-19.
Bukan pada akibat pandeminya yakni ekonomi, sekali lagi harus fokus pada penanganan dipenyabab utamanya yaitu pandemi Covid-19, sehingga tidak bisa setengah-setengah atau dua-duanya, karena dalam prakteknya sangat sulit.
"Ibarat atap yang bocor tetapi yang dibersihkan hanya lantainya, seharusnya perbaiki atapnya sebagai penyebab utamanya," kata Malik.
Secara nasioanal sebenarnya sudah mulai dilakukan nasional yaitu lockdown untuk warga negara dari luar negeri, yang dilakukan kemnterian luar negeri adalah tindakan yang tepat yaitu menutup sementara 14 hari dari tanggal 1-14 Januari 2021 masuknya Warga Negara Asing atau WNA dari semua negara ke Indonesia, dikarenakan Kemunculan strain baru Covid-19.
Mutasi virus Covid-19 ini pertama kali dilaporkan Inggris September lalu, dan kini telah menyebar ke beberapa negara, salah satunya negara tetangga Malaysia.
Kebijakan lock down yang lain oleh pemrintah pada saat ini adalah membatasi kegiatan masyarakat dengan merujuk pada aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan virus corona (Covid-19) di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Provinsi Bali.
PSBB Jawa Bali ini berlaku 11 Januari sampai 25 Januari 2021.
Keputusan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Baca juga: Dua Jenazah Penumpang Sriwijaya Air Tiba Di Kalbar Hari Ini
Hal ini didasarkan data perkembangan penanganan Covid-19, seperti zonasi, keterisian RS untuk tempat tidur isolasi dan ICU di atas 70 persen, juga kasus aktif Covid-19 yang melebihi 14,2 persen, parameter lainya adalah tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional sebesar 3 persen dan tingkat kesembuhan di bawah nasional sebesar 82 persen.
"Tetapi sangat disayangan masih bersifat parsial, seharusnya semua penerbangan dari dan ke luar negeri dikunci (lockdown) secara total utk 2 kali masa inkubasi, disertai lockdown secara nasional, ini baru benar dlam pelaksanaan UU karantina nomor 6 tahun 2018," jelasnya.
Sebagaimana sebagaian besar para ahli epidemiologi sejak muncul pertama kali di bulan Februari 2020 di Indonesia, meminta Indonesia untuk Lokdown.
"Karena itu adalah cara tepat, sebagai prinsip dalam penanganan wabah adalah semakin cepat, semakin baik, the paster anf better, karena para ahli menganggap bahwa physical distancing saja tidak cukup untuk mencegah penyebaran virus Corona," katanya.
Ada positif dan negatif dalam pelaksanaan Locdown secara total/nasional, ini harus dikaji dengan baik oleh para ahli.
Karena masyarakat di wilayah yang diberlakukan lockdown tidak dapat lagi keluar rumah dan berkumpul, sementara semua transportasi dan kegiatan perkantoran, sekolah, maupun ibadah akan dinonaktifkan.
"Belajar dari Wuhan, Tiongkok, lockdown diterapkan secara total. Selama diberlakukan lockdown, seluruh warga di kota tersebut dilarang keluar rumah dan semua area publik, seperti mal dan pasar, ditutup," ungkapnya. (*)