Sriwijaya Air Jatuh
Kisah Asrizal dan Keluarga Batal Naik Pesawat Sriwijaya Air Karena Tak Kantongi Surat Hasil Swab PCR
Hari ini kami dengar kabar, pesawat Sriwijaya yang tadinya akan kami tumpangi mengalami musibah, hilang tak ditemukan. Sujud syukur kepada Mu ya Allah
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pesawat Sriwijaya Air SJ182 dengan rute Jakarta-Pontianak, hilang kontak pada Sabtu, 9 Januari 2021. Pesawat tersebut diduga jatuh di perairan sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Tragedi tersebut menyisakan duka mendalam bagi para keluarga korban.
Begitu pula yang dirasakan oleh Asrizal Nur dan keluarganya, yang terhindar dari tragedi Sriwijaya Air.
Penyair dan penggagas Pantun Mutiara Budaya Indonesia ini, batal terbang ke Pontianak, menemui anaknya yang kuliah di IAIN Pontianak, karena syarat rapid test antigen dinyatakan tak lengkap.
Baca juga: Yeti Istri Eks Ketum HMI Mulyadi Sedang Mengandung Saat ke Pontianak Menggunakan Sriwijaya Air SJ182
“Alhamdulilah akhirnya Allah menolong kami sekeluarga. Kalau tidak tentu kita tidak bertemu lagi,” kata Asrizal dikutip dari laman Facebooknya.
Asrizal bercerita, pada tanggal 7 Januari, dia bersama keluarganya berniat berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat, untuk menjumpai anak sulungnya bernama Jalaluddin Fauzhi Nur, yang sudah beberapa tahun di Pontianak kuliah di IAIN Pontianak.
Disamping itu juga dia akan menghadiri undangan dari para guru se-Pontianak sebagai narsa sumber.
“Tiket pesawat sudah dibeli. Kami berempat, istri, saya dan 2 anak gadis kami yang cantik pun mengurus Rapid Tes dan antigen sebagai syarat yang diwajibkan negara kepada rakyatnya kalau keluar daerah yang harga perorang hampir sama dengan harga tiket pesawat sekali pergi,” kisahnya.
Ketika sampai di klinik, Asrizal mengatakan bahwa keluarganya hendak melakukan perjalanan ke Pontianak. namun, tak ada keterangan apapun dari klinik.
“Sehingga kami ke airport dengan bekal surat negatif, rapid tes dan antigen.Kami pun ke bandara dengan rasa sesak di dada karena terasa berat dengan biaya rapid tes dan antigen itu, namun ada rasa bahagia akan bertemu anak dan keluarga di Pontianak,” lanjutnya.
Sesampai di bandara, saat masuk Asrizal dan keluarga diperiksa.
Ternyata Rapit tes dan antigen itu tidak lengkap, dan harus urus Swap PCR.
Asrizal sempat berdebat dengan petugas.
Dia menyesalkan, kenapa tak ada komunikasi dengan pihak klinik sehingga dapat info yang sama dengan bandara untuk swab PCR sebagai syarat penerbangan.
Dia lalu disuruh komunikasi dengan maskapai.
Baca juga: Guru SMK 3 Pontianak Panca Widia Penumpang Sriwijaya Sudah Siapkan Sate untuk Makan Bersama Suami
“Hampir 1 jam kami mengurus di maskapai kamipun tetap tak dizinkan masuk pesawat, kami harus menguru Swab PCR itu. Perdebatan panjang kami lakukan, kenapa pihak maskapai tidak memberitahu penumpangnya saat membeli tiket, karena kami membeli tiket melalui Traveloka maka mereka suruh kami urus ke Traveloka, Traveloka tak dapat memberi jawaban kecuali mengatakan tiket keberangkatan anda hangus,” sesalnya.
Pesawat pun terbang. Asrizal dan keluarga gagal ke Pontianak. Putri Thania, anaknya sempat marah. “Inilah terakhir kali kita naik Lion Air tidak profesional, nanti kita naik SRIWIJAYA saja,” katanya.
Lalu Asrizal mengurus Swab PCR. Ternyata biayanya mahal. Asrizal menyebut, bila 24 jam maka biayanya bisa sejuta perorang bila 2x24 Jam Rp.800.000
“Kami pun berunding , Putri mengusulkan kita ambil yg 2x 24 jam saja, berangkat tanggal 9 Januari naik Sriwijaya, karena Swap PCr itu selesai pukul 11.00 atau 12.00WIB kita naik pesawat yg pukul 13.00 WIb. Saya langsung mengiyakan, anak perempuan bernama hoki tetap ingin ke Pontianak, sedang istri saya sudah kehilangan semangat,” lanjutnya.
Setelah berfikir sejenak, Asrizal memutuskan untuk membatalkan keberangkatan ke Pontianak.
”Alasanya pertama biayanya mahal karena harus tidur di hotel sekitar bandara. biaya lagi, dan bagaimana pula kalau hasilnya tak sesuai di harapkan. Bisa - bisa kita gagal lagi ke Pontianak. saya bilang, ‘sudahlah kita batalkan saja ya Pasti ada hikmah dari ini semua, misal kalau dipaksakan berangkat juga, akan terjadi sesuatu yg tak tak baik bagi kita sekeluarga,” katanya.
Akhirnya setelah terdampar 4 jam di bandara kami pun pulang.
“Dan hari ini kami dengar kabar, pesawat Sriwijaya yang tadinya akan kami tumpangi mengalami musibah, hilang tak ditemukan. Sujud syukur kepada Mu ya Allah yang telah menyelamatkan kami, aamin.Kisah nyata Asrizal Nur dan sekekuarga,” tukasnya. (*)