Geruduk Kantor DPRD, Mahasiswa Sambas Tolak Undang-undang Omnibus Law
Mereka terdiri dari mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi seperti HMI, PMKRI, IAIS dan Himpunan Mahasiswa Jawai bahkan siswa-siswi STM juga ta
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Gelombang aksi dan penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibuslaw menjadi Undang-undang, juga terjadi di Kabupaten Sambas.
Pagi tadi, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Se-Kabupaten menggelar aksi di halaman kantor DPRD Kabupaten Sambas.
Mereka terdiri dari mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi seperti HMI, PMKRI, IAIS dan Himpunan Mahasiswa Jawai bahkan siswa-siswi STM juga tampak mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Sambas untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Pada kesempatan itu, Koordinator Aksi yang juga Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sambas, Pahmi Ardi mengatakan terdapat empat hal yang menjadi tuntutan mahasiswa saat melaksanakan aksi di gedung DPRD.
• Polisi Amankan 26 Penyusup Pada Demo Tolak UU Omnibus Law di Kantor DPRD yang Berakhir Ricuh
"Hari ini kita menuntut empat hal, yang pertama terkait pandemi Pemerintah RI bersama DPR RI menrtapkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, namun tidak melihat kondisi dampak perekonomian yang disebabkan oleh Pandemi yang terus parah," ujarnya, Kamis 8 Oktober 2020.
Kata dia, dengan disahkannya undang-undang tersebut, maka berpotensi akan memperbanyak pengangguran di Indonesia, dan tidak terkecuali di Sambas.
"Ini membuat pengangguran meningkat dan bahkan kriminalitas juga bisa meningkat," ungkapnya.
Ditegaskan Pahmi, saat ini pemerintah justru mengesahkan UU Cipta Kerja, dari pada fokus mengatasi pandemi dan dampaknya.
Kata dia, tidak hanya terkait dengan protokol kesehatan yang harus di perhatikan Pemerintah, tapi juga dampak ekonomi yang timbul karena pandemi Covid-19.
"Kita menolak UU Omnibuslaw yang mana terkait dengan hak penggunaan lahan, kami ingin mempertegas bahwa masyarakat pribumi haruslah semakin dipermudah dalam pemanfaatan lahan," tuturnya.
"Kami juga menolak UU tersebut karena pemerintah terlalu memberikan kemudahan, kepada perusahaan yang tidak memberikan dampak positif kepada pembangunan daerah," ungkapnya.
Dia memberikan contoh perusahaan perkebunan sawit yang justru tidak memberikan dampak positif yang besar kepada lingkungannya.
Karenanya kata dia, misi suci pemerintah yang ingin memberikan kemudahan investasi, nantinya hanya akan berdampak kepada monopoli dan mengkapitalisasi perekonomian Indonesia.
"Kita menolak UU ini karena tidak memberikan kesejahteraan secara patut kepada buruh dan pekerja, karena upah minimum semua diatur dan disamaratakan dengan provinsi, tanpa disesuaikan dengan kondisi di Kabupaten dan Kota," tutupnya. (*)