Syarat Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayahnya Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Syarat Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayahnya Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35.

TRIBUN PONTIANAK / ANESH VIDUKA
Satu di antara adegan dalam lakon Nciak Mun Sangun (jeritan Roh Penunggu Alam) yang di pentaskan oleh Dapur Teater Pontianak, di gedung teater tertutup Taman Budaya, Jl Jend A Yani,Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (15/9/2016) Pukul 19.00 WIB. Pementasan ini akan berlangsung hingga (17/9/2016). Cerita yang di tulis oleh Beben MC ini menceritakan tentang jeritan para roh penunggu alam akibat dari pengrusakan hutan yang semakin menjadi. Diawali dengan kisah seorang warga etnis Dayak yang bernama Apak Pagu, orang yang tidak bertanggung jawab yang silau dengan harta. Demi mendapatkan kekayaan pribadi, ia rela mengeksploitasi hutan yang selama ini memberi kehidupan bagi dia dan warga kampung setempat. Bahkan hutan adat yang di anggap keramat sekalipun. Ia pun menjual hutan tersebut kepada seorang pengusaha, yang akan merubah hutan adat menjadi sebuah pemukiman baru, yang akan dibangun gedung-gedung bertingkat,perumahan bahkan pusat perbelanjaan. Aksinya itu pun mendapat penolakan keras dari masyarakat adat hingga anaknya sendiri (Dawai). Saat manusia sudah tidak bisa di peringatkan lagi, para roh penunggu alam pun memohon kepada Jubata (Tuhan) untuk memberikan hukuman kepada orang yang selalu merusak alam. Akibatnya Apak pagu pun menjadi korban akibat perbuatannya sendiri, iapun meninggal karena sebuah bencana akibat dari pengrusakan hutan adat,hutan yang di anggap keramat oleh masyarakat adat. 

Prosedur Pengakuan

Sanen yang juga Deputi BPH PWAMAN Kalbar menerangkan prosedur pengakuan masyarakat hukum adat dan wilayahnya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.

1. Pembentukan undang-undang tentang masyarakat adat.

2. Pembentukan peraturan daerah ditingkat provinsi dan/atau kabupaten tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

3. Surat keputusan bupati yang merujuk kepada peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Sanen mendorong pemerintah dan pemerintah daerah perlu membuat produk hukum terkait pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat.

Menginventarisir dan mengupayakan penyelesaian berbagai konflik yang terkait dengan keberadaan masyarakat hukum adat.

Sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin kepastian hukum atas perlindungan hak setiap warga Negara.

"Melaksanakan pendataan keberadaan masyarakat hukum adat beserta wilayahnya melalui proses inventarisasi dan penetapan," ucap Sanen. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved