Penyidik Gakkum KLHK Selidiki Pemodal Tambang Emas Ilegal di Cagar Alam Mandor
Tim Gabungan dari Gakkum KLHK bersama BKSDA Kalimantan Barat, Kodam XII/Tanjungpura, Brimob dan Korwas PPNS Polda Kalbar, Sat Pol PP
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Zulkifli
TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kawasan Cagar Alam Mandor yang terletak di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat mengalami kerusakan lingkungan parah, akibat penambangan emas ilegal di area tersebut yang sudah berlangsung selama bertahun - tahun.
Dari total lahan lebih dari 3000 hektar, 700 hektar di antaranya telah berubah menjadi tandus akibat aktivitas Peti tersebut.
Tim Gabungan dari Gakkum KLHK bersama BKSDA Kalimantan Barat, Kodam XII/Tanjungpura, Brimob dan Korwas PPNS Polda Kalbar, Sat Pol PP Kab.
Landak dan unsur Muspika Kecamatan Mandor sejak 27 Agustus 2020 pun hingga kini pun terus melakukan upaya penertiban dilokasi tersebut.
Sustyo Iriyono, Direktur Pencegahan dan Pengaman Hutan KLHK menyampaikan bahwa penertiban ini bukanlah kali pertama dilakukan.
Pada tahun 2014, pihaknya menggelar operasi serupa dan berhasil mengeluarkan sekitar 450 orang penambang ilegal, memusnahkan lebih dari 100 pondok penambang ilegal dan menghancurkan 60 set mesin dompeng, 1 Buldozer, serta menangkap 7 penambang ilegal dan 2 WNA yang menjadi cukongnya.
• Polres Ketapang Bekuk Dua Tersangka Penambang Tanpa Ijin di Lokasi Indotani
Kali ini, dari operasi tersebut, pihaknya mengeluarkan mengeluarkan 400 penambang ilegal beserta 154 unit Mesin Dompeng/Mesin Robin, dan membersihkan sarana prasarana PETI dilokasi.
Saat ini, pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap aktor utama dibalik penambangan emas ilegal di lokasi tersebut.
Penyidik Gakkum KLHK saat ini sudah memanggil dan memeriksa para pelaku diduga aktor intelektual pemodal atau cukong tambang ilegal di CA Mandor.
Sustyo Iriyono mengatakan, jika terbukti bahwa Pelaku dapat dikenakan pidana berlapis yaitu Pasal 89 Jo. Pasal 17 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Di samping itu, para pelaku juga dapat dikenakan Pasal 19 ayat (1) UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan Pasal 98 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Kami akan menjerat aktor intelektual tersebut dengan pidana berlapis serta mengembangkannya kepada para pelaku lain yang terlibat.
Kejahatan lingkungan merupakan kejahatan luar biasa,"tegasnya.