Terkait Penerapan New Normal, Ini Masukan PGI Wilayah Kalbar Terhadap Pemerintah
Dinilainya penerapan New Normal yang bakal direncanakan dimulai pada rumah-rumah ibadah dapat berdampak baik bagi masyarakat.
Penulis: Ferryanto | Editor: Zulkifli
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua Persekutuan Gereja–Gereja Indonesia Wilayah Kalbar Paulus Ajong, juga mendukung langkah pemerintah dalam rangka penerapan New Normal.
Seperti diketahui penerapan New Normal yang bakal direncanakan dimulai pada rumah-rumah ibadah, dapat berdampak baik bagi masyarakat.
Menindak lanjuti edaran Kementrian agama Khususnya, dalam pelaksanaan ibadah, pihaknya akan menerapkan sejumlah protokol kesehatan serta menerapkan beberapa alternatif.
• Uskup Agung Pontianak Siap Dukung Kebijakan New Normal dan Ajak Jemaat Patuhi Protokol Kesehatan
“Kita menyiapkan sarana air mengalir didepan pintu masuk gereja.
Kemudian wajib memakai masker, menyiapkan kursi dengan jarak 1 meter per kursi, dan akan mengurangi durasi ibadah,’’ujarnya.
Untuk mengurangi kepadatan pegunjung ibadah dan mengurai kepadatan jemaat maka pihaknya akan menambahkan jam ibadah.
“Dimana mungkin biasa dua kali, ditambah menjadi 2 sampai 3 kali, jadi jamaah yang beribadah bisa terurai kepadatannya tidak berdesakan.
Kotak persembahan, maka akan diganti dengan yang terbuka, masyarakat diharap tidak memegang secara langsung, bisa dimasukkan kedalam amplop, atau memanfaatkan E Banking, tranfer, lalu biasanya yang ibadah dirumah–rumah.
Maka akan diatur untuk keluarga inti saja dan itupun dengan durasi yang lebih singkat,’’paparnya.
Kendati mendukung pelaksanaannya, pihaknya mengharapkan sebelum melaksanakan new normal dan melonggarkan aturan yang saat ini tengah diterapkan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal.
• Jabat Kapolsek Pontianak Barat, AKP Eko Mardianto Andalkan Jargon Bakujaga
“PGW Kalbar bisa memahami new normal ini, namun PGW Kalbar juga mengharapkan pemerintah untuk berhati–hati.
Sebelum pelaksanaannya Pemerintah Daerah untuk mengatamakan epedemologisi kurva di setiap daerah, ataukan naik atau turun, bila masih naik, maka pelonggaran kebijakan (PBB) ini mungkin dapat ditunda hingga kurva epidemiologi ini turun, ataupun bila kita masuk kedalam tatanan normal baru maka kita harus menjalani kehidupan sesuai dengan protokoler kesehatan yang ketat,’’paparnya.
Belajar dari sejarah di masa lalu, ketika Flu Spanyol mewabah, ia menyampaikan ketika pemerintah dunia melonggarkan pembatasan aktivitas sosial untuk memulihkan ekonomi, datanglah gelombang kedua serangan Wabah yang lebih parah dan menyebabkan banyak korban.
“Ketika tahun 1918 wabah flu spanyol, dan hampir sama, apa yang dilakukan pemerintah, pertama pemerintah melakukan lockdown.
Tetapi setelah terjadi dampak krisis multi dimensi, kemudian dilakukan relaksasi, namun justru di saat pemerintah mengambil kebijakan membolehkan masyarakat agar masyarakat bisa beraktivitas normal seperti biasanya, justru kematian terbanyak terjadi,’’tuturnya.