Jutaan Data DPT Pemilu 2014 Milik KPU Disebut Bocor, Viryan: Aman, Tidak Kena Hack
erepons cuitan akun Twitter @underthebreach yang menyebut bahwa jutaan data kependudukan warga Indonesia dari DPT Pemilu 2014 bocor.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan Azis membantah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014 milik KPU bocor atau terkena hack.
Hal ini merepons cuitan akun Twitter @underthebreach yang menyebut bahwa jutaan data kependudukan warga Indonesia dari DPT Pemilu 2014 bocor dan dibagikan lewat forum komunitas hacker.
"Kondisi soft file DPT Pemilu 2014 di KPU aman, tidak kena hack atau bocor atau diretas," kata Viryan saat dihubungi, Jumat (22/5/2020).
Ditanya lebih lanjut apakah itu artinya data yang disebut-sebut oleh akun tersebut bukan milik KPU, Viryan membenarkannya.
Menurut Viryan, sebagaimana bunyi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, soft file data KPU memang bersifat terbuka.
Pasal 38 Ayat (5) menyebutkan bahwa "KPU kabupaten/kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) kepada partai politik peserta pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan".
Soft file DPT itu terbuka semata-mata hanya untuk kepentingan pemilu, tidak untuk hal lain.
"Soft file data KPU tersebut, format Pdf, dikeluarkan sesuai regulasi dan untuk memenuhi kebutuhan publik bersifat terbuka," terang Viryan.
Viryan mengaku, pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap data milik KPU.
Oleh karenanya, ia dapat memastikan bahwa tidak ada kebocoran data dari KPU.
"KPU juga sudah melakukan langkah aktif dengan pihak terkait seperti Badan Siber Sandi Negara (BSSN) dan Cyber Crime Mabes Polri," katanya.
Diberitakan sebelumnya, jutaan data kependudukan milik warga Indonesia diduga bocor dan dibagikan lewat forum komunitas hacker.
Data tersebut diklaim merupakan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014.
Kabar kebocoran ini diungkap pertama kali oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis (21/5/2020).
Menurut akun tersebut, sang hacker mengambil data tersebut dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2013.