Ramadhan 2020

MUTIARA RAMADHAN - Hikmah Menjaga Lisan

Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ ISTIMEWA
Djarot 

Muchammad Djarot SPd MPd
Dosen IAIN Pontianak

RASULULLAH SAW bersabda: “Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh, jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa,” (HR. Bukhari).

Komponen terpenting yang ada pada diri manusia selain hati dan akal adalah lisan. Lisan manusia dapat memberikan faedah, tapi juga dapat mendatangkan petaka. Lisan juga dapat membuat orang tersenyum, tetapi di saat yang sama juga dapat membuat orang menangis.

Sebagaimana diungkapkan oleh Pepatah Arab: “Sesungguhnya lisan ibarat binatang buas. Jika engkau ikat, niscaya ia menjagamu. Jika engkau lepas, niscaya ia menerkammu. Karena itu hendaklah engkau berkata sekadarnya dan hendaklah engkau berhati-hati dengannya.

” Pepatah tersebut memberikan pembelajaran bahwa keselamatan dan kecelakaan seseorang tergantung pada kemampuan mengendalikan lisannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:“Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. Bukhori).

Pada dasarnya lisan adalah penerjemah atau pengungkap isi hati, untuk mengetahui apa yang tersirat dalam hati seseorang, maka perhatikanlah gerakan lisannya atau perkataannya.

Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menjaga lisan, karena lurusnya lisan itu berkaitan dengan lurusnya hati dan keimanan seseorang.

Sabda Rasul SAW: ”Iman seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah, sehingga lisannya istiqamah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. (H.R. Ahmad).

Pesan Rasulullah SAW tersebut semestinya menjadi renungan sebagai modal membangun karakter dan revolusi mental, sehingga momen puasa Ramadhan menjadi praktik nilai-nilai ideal dalam realitas kehidupan.

Puasa menjadi kunci utama untuk merawat kesucian lisan. Begitu juga lisan memiliki peran penting dalam melaksanakan puasa.

Amalan utama dan penyempurna pahala puasa Ramadhan seperti zikir dan membaca Al-Quran justru menjadi domain lisan.

Anas bin Malik pernah mengatakan, sesungguhnya berlebihnya perkataan akan membahayakan. Kita sering mendengar kalimat “lidah tidak bertulang”.

Sebuah kalimat yang sangat jelas menggambarkan bagaimana posisi lisan yang mudah sekali melakukan perbuatannya tapi sangat sulit mempertanggungjawabkannya.

Saat Ramadhan, mulut kita secara praktis berpuasa dalam artian tidak makan dan minum, tapi kita sering luput untuk ikut mengajak puasa lisan kita. Banyaknya bicara tidak menjamin ada isinya, ada manfaatnya.

Bahkan agama pun mensyariatkan agar kita lebih banyak diam ketimbang menjadikan lisan sebagai “senjata menyakitkan” bagi orang lain.

Ahnaf bin Qais menyebutkan, diam akan menjaga seseorang dari kesalahan ucapan, memelihara dari penyelewengan dalam pembicaraan, dan menyelematkan dari pembicaraan yang tidak berguna, serta memberikan kewibawaan terhadap dirinya.

Menjaga lisan dan menahannya atas perkataan yang tidak bermanfaat harus kita latih. Dan momen Ramadhan menjadi momen yang sangat tepat melaksanakan latihan ini.

Energi kita akan terkuras banyak jika hanya sibuk mengumbar perbincangan lisan saat Ramadhan. Maka diam menjadi lebih baik disamping menjaga dari kehabisan energi juga menjauhkan dari kesia-siaan.

Menjaga lisan membuat kita secara langsung menjaga puasa Ramadhan kita. Bukankah berpuasa tidak semata soal menahan makan dan minum atau selera? Ada nafsu termasuk nafsu berbicara yang tidak bermanfaat dan mungkin saja menimbulkan luka bagi orang lain yang juga harus dienyahkan.

Berikut ini adalah beberapa buah hikmah dari menjaga lisan:

1. Akan mendapat keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari)

2. Mendapat jaminan surga

“Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya al-jannah (surga).” (HR. Al-Bukhari)

3. Diangkat derajatnya dan diberikan ridha atasnya

“Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kalimat dari apa yang diridhai Allah yang dia tidak menganggapnya (bernilai) ternyata Allah mengangkat derajatnya karenanya.” (HR. Al-Bukhari).

Dalam riwayat Al-Imam Malik, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kalimat yang diridhai oleh Allah dan dia tidak menyangka akan sampai kepada apa (yang ditentukan oleh Allah), lalu Allah mencatat keridhaan baginya pada hari dia berjumpa dengan Allah.”

4. Akan menjadi orang yang memiliki kedudukan dalam agamanya.

Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah ? ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab: “(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (HR. Al-Bukhari)

Keutamaan inilah yang perlu kita raih. Tidak akan rugi apabila kita menjalankan anjuran agama. Tidak akan kecewa kita apabila niat kita benar dalam menjaga lisan.

Ingatlah bahwa lisan kita akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir kelak. Jangan membuat beban sendiri kelak di hari kiamat dengan lisan tak bertulang ini.

Kendalikan diri dan teruslah berusaha menjaga lisan. Jangan lisan yang mengendalikan kita tapi kitalah yang semestinya menjaga lisan milik kita sendiri. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved