Kisah Awal Pandemi Virus Corona di Wuhan yang Tidak Akan Terlupakan Seluruh Dunia

Saat itu, Lan tidak tahu bahwa dirinya merupakan satu di antara kasus-kasus pertama dari sebuah virus corona baru yang sangat menular.

Editor: Rizky Zulham
AFP/HECTOR RETAMAL
Seorang petugas medis dari Provinsi Jilin menangis sebelum pergi dalam sebuah acara perpisahan di Bandara Tianhe yang baru dibuka kembali di Wuhan, Hubei, China, Rabu (8/4/2020). Ribuan orang bergegas meninggalkan Wuhan setelah otoritas mencabut kebijakan lockdown selama lebih dari dua bulan di lokasi yang diketahui sebagai episenter awal virus corona tersebut. 

"Cuci tanganmu! Masker wajah! Sarung tangan!" tulis petugas medis tersebut.

"Pemberitahuan mendesak" dari Komisi Kesehatan Wuhan tentang kasus pneumonia tidak dikenal secara berturut-turut juga tersebar dan diunggah secara daring pada hari yang sama.

Pernyataan tersebut memerintahkan rumah sakit untuk memperkuat kepemimpinan yang bertanggung jawab dan memastikan bahwa tidak ada yang mengungkapkan informasi kepada publik tanpa otorisasi.

"Tidak ada bukti yang jelas akan adanya penularan antar-manusia. Penyakit ini bisa dicegah dan dikendalikan" tulis Komisi Kesehatan dalam pernyataan yang disampaikan.

Satu hari setelahnya, 1 Januari 2020, pasar makanan laut Huanan ditutup dan biro keamanan publik Wuhan mengumumkan bahwa 8 orang telah dihukum karena menyebarkan isu.

Sementara itu, di seberang Sungai Yangtze, orang-orang yang belum pernah pergi ke pasar Huanan juga jatuh sakit.

Pada minggu kedua bulan Januari, Coco Han, yang berusia 22 tahun, mengalami gejala batuk yang terus-menerus.

Setelah satu minggu, ia pergi ke klinik setempat dan melakukan CT scan.

Hasilnya, terjadi infeksi di paru-paru Han. Seorang dokter berpakaian hazmat lengkap pun mengawalnya ke rumah sakit lain untuk melakukan tes-tes selanjutnya.

Tidak terkendali Saat pihak berwenang mengumumkan tentang tingkat infeksi virus, rumah sakit-rumah sakit di Wuhan telah kelebihan pasien. Jumlah pun kembali meningkat setelah pengumuman tersebut disampaikan.

"Rumah sakit sangat sibuk. Kami tidak bisa pulang" kata seorang perawat.

Pada 23 Januari 2020, kota dengan 11 juta penduduk tersebut pun ditutup.

Daerah-daerah sekitarnya juga mengikuti, membuat lebih dari 50 juta penduduk berada di bawah aturan karantina rumah secara de facto.

Kelebihan pasien dan kurangnya tenaga medis serta fasilitas lainnya membuat rumah sakit mulai menolak pasien-pasien baru.

Pada 19 Februari 2020, jumlah kematian akibat virus ini telah melewati angka 2.000 orang.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved