Curhat Pilu Pemilik Kafe di Pontianak di Tengah Wabah Corona di Kalbar, Pasrah Barang Disita Aparat
Kami kan harus bayar sewa ruko, bayar gaji karyawan. Kalau listrik dan air ndak apalah...
Penulis: Rizki Kurnia | Editor: Safruddin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak Rizki Kurnia
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pemerintah Kota Pontianak membuat kebijakan baru terhadap pemilik kafe dan warung kopi di tengah wabah virus corona.
Salah satunya yakni pembeli tidak boleh nongkrong di kafe atau warkop tapi cukup membungkus.
Kebijakan ini disatu sisi akan menghindarkan warga kota dari penyebaran Covid-19 atau virus corona.
Tapi disisi lain membuat pengusaha kafe/warkop kelimpungan karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Darwin (28), salah seorang pemilik cafe di Jl Prof M Yamin, Pontianak, Kalimantan Barat, mengaku sudah mengalami kerugian akibat dari aturan pemerintah tersebut.
"Saya bingung juga dengan aturan pemerintah itu, pelanggan boleh beli minuman, tapi harus di bungkus, ndak boleh nyantai di cafe.
Ini kan labil ya, mereka kan ke cafe mau nyantai, mau pake WI-FI, mau cari suasana, kalau cuma buat beli minum kan ya mereka bisa buat sendiri di rumah," ujar Darwin kepada Wartawan Tribunpontianak.co.id, Senin (23/03/2020).
Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan solusi yang lebih tepat, agar tidak merugikan masyarakat.
"Iya saya ngerti pemerintah juga pasti sedang kesulitan dengan masalah corona ini, tapi kalau caranya seperti ini kan, masyarakat lagi yang susah, kita juga takut dengan corona ini.
"Harusnya pemerintah kasi solusi yang lebih tepat, misalkan lakukan penyemprotan disinfektan ke cafe-cafe, atau sediakan masker dan handsanitizer di tempat umum," ujarnya.
• Virus Corona Jarang Menyerang Anak-anak, Ahli Ungkap Beberapa Fakta Ini
• Kisah Pelatih Arsenal Mikel Arteta Terjangkit Virus Corona hingga Liga Inggris Dihentikan
"Jadi masyarakat tidak khawatir juga sewaktu di keluar rumah, jadi ndak perlu kasi larangan buat nyantai di cafe," lanjutnya.
Ia mengungkapkan, dirinya masih harus menanggung biaya sewa ruko, bulanan WI-FI, serta gaji karyawan.
"Kan ndak semua pengusaha itu kaya-kaya, seperti saya baru empat bulan buka cafe, itu pun patungan berdua sama kawan. Kami juga kan masih harus bayar ruko, bayar WI-FI, gaji karyawan, kalau biaya lain-lain kayak ledeng dan listrik tu udah lah ndak apa lah," ungkapnya.
Ketika ditanyakan terkait sidak yang dilakukan disetiap cafe yang masih menyediakan meja kepada pelanggan, ia mengungkapkan pasrah apabila barang-barangnya disita pemerintah.
"Ya kalau memang mau di sita, ya kami juga ndak bisa ngelawan, cuma kan saya cari rejeki juga, tanggungan saya juga banyak, pemerintah kan ndak mau gaji karyawan saya.
Ndak mau bayar ruko dan WI-FI saya. Cuma kalau memang mau di sita, ya mau gimana lagi lah, pasrah lah saya," ungkapnya.
Selain Darwin, ada pula Aris, salah satu pemilik cafe di Jl Tabrani Ahmad yang mengungkapkan kehilangan pelanggan di cafe-nya.
"Rugi lah, sekarang pelanggan udah benar-benar sepi, kita buka pun percuma kalau pelanggan kena usir kan. Mending pemerintah suruh tutup jak sekalian Cafe-cafe ni.
Percuma di bolehkan cafe buka tapi pelanggan nyantai malah kena usir," ujar Aris kepada wartawan Tribun.
Aris berharap ada bantuan dari pemerintah untuk permasalahannya.
"Kita harap pemerintah kasi bantuan lah, kalau kayak sekarang kan rasanya ndak tepat solusi pemerintah ni, kita juga takut sama wabah ini, cuma kan kita juga butuh uang untuk cari makan," tukasnya. (mg1)
(Tribunpontianak.co.id)