Mahfud MD : Silakan Mau Demo, Mau Unjuk Rasa, Mau Dialog dengan Pemerintah, Dialog dengan DPR
Mahfud MD menilai unjuk rasa atau demonstrasi adalah bentuk penyampaian aspirasi hal yang sudah diatur dan dilindungi Undang-Undang.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Mahfud MD, Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan menyambut baik aksi unjuk rasa di Yogyakarta bertajuk "Gejayan Memanggil" yang menolak RUU Omnibus Law pada Senin (09/03/2020).
Mahfud MD menilai unjuk rasa atau demonstrasi adalah bentuk penyampaian aspirasi hal yang sudah diatur dan dilindungi Undang-Undang.
Begitupun halnya dengan dialog bersama pemerintah atau DPR.
"Silakan mau demo, mau unjuk rasa, mau dialog dengan pemerintah, dialog dengan DPR itu satu hal yang sudah diatur dan dilindungi oleh undang-undang. Jadi itu bagus-bagus saja bagi saya tidak apa-apa," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Selasa (10/3/2020).
Baginya, unjuk rasa dan demonstrasi seperti di Gejayan juga menjadi bagian dari proses kelahiran pemerintahan yang sekarang ada.
• Mahfud MD : Saudara, Kalau Berceramah Juga Jangan Menimbulkan Ketegangan dan Nakut-nakuti
• Mahfud MD Joget Tik Tok Ajak Cegah Virus Corona, Lihat Aksi Kocaknya!
Bahkan ia mengaku ada di Yogyakarta dan menonton aksi unjuk rasa di Gejayan memanggil jilid pertama.
"Bagian-bagian proses dari kelahiran pemerintah yang ada sekarang kan juga ada berbagai peristiwa seperti itu," kata Mahfud.
Diberitakan TribunJogja.com sebelumnya, Aksi Gejayan Memanggil kembali digelar oleh sekelompok massa yang mengatasnamakan diri Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) pada Senin (9/3/2020).
Massa aksi Gejayan Memanggil terdiri dari sejumlah elemen mahasiswa, buruh, seniman, serta organisasi masyarakat sipil lainnya.
Dalam demonstrasi kali ini, ARB menyatakan penolakannya terhadap penerapan Omnibus Law yang dirancang oleh pemerintah.
Untuk mengawal aksi Gejayan Memanggil, aparat kepolisian menyiapkan ratusan personel.
Gejayan Memanggil Lagi
Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi di Jalan Gejayan, Senin (9/3/2020) untuk menyikapi Omnibus Law.
Aksi ini untuk menyuarakan penolakan terhadap peraturan "sapu jagat".
Humas Aliansi Bergerak, Kontra Tirano mengatakan, perancangan Omnibus Law menyalahi Undang-undang No 12 Tahun 2011.
"Perancangan Omnibus Law ini sendiri menyalahi UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan-Peraturan Perundang-undangan," ujar Humas Aliansi Rakyat Bergerak, Kontra Tirano, Senin (9/2/2020).
Pemerintah dan DPR yang menutup-nutupi proses pembahasan Omnibus Law menunjukkan tidak ada itikad baik dalam mengelola negara.
Selain itu, perumusan Omnibus Law yang tidak melibatkan peran masyarakat dan lembaga atau organ terkait lainya, membuktikan pemerintah dan DPR melanggar asas good governance, keterbukaan, kepastian hukum, serta keterlibatan publik.
Aliansi Rakyat Bergerak memandang, Omnibus Law akan membuat rakyat semakin miskin, dan tergantung pada mekanisme kebijakan ekonomi yang menyebabkan kesenjangan.
Omnibus Law juga mempercepat kehancuran lingkungan hidup.
"Masalah sosial akan semakin banyak karena ketidakadilan yang tersurat lebih banyak merampas hak-hak pekerja yang selama ini masih diperjuangkan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua BEM KM UGM, M Sulthan Farras mengatakan, Aliansi Mahasiswa UGM ikut turun dalam Gejayan Memanggil.
"Dari update tadi malam estimasi 320 orang (ikut turun ke jalan). Kalau dari Kami BEM KM UGM, berfokus di RUU Cipta Kerja," ucap Ketua BEM KM UGM M Sulthan Farras.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gejayan Memanggil Lagi, Elemen Masyarakat Yogya Tolak Omnibus Law"