Corona Masuk Indonesia

Ketakutan, Rumor dan Stigma Corona jadi Musuh Terbesar Dibandingkan Virusnya Sendiri

Di Indonesia, stigmatisasi itu justru dimulai dari aparat pemerintah sendiri dan media kemudian mengamplifikasinya.

Editor: Rizky Zulham
KOMPAS.COM
Ketakutan, Rumor dan Stigma Corona jadi Musuh Terbesar Dibandingkan Virusnya Sendiri 

Hal itu terbukti dengan Arab Saudi memasukkan calon jemaah dari Indonesia dalam daftar negara yang tidak bisa memasuki negara mereka untuk umrah.

Beberapa rumah sakit di Australia dan New Zeland pun telah memasukkan Indonesia dalam daftar merah episenter korona yang harus diperiksa khusus.

Memperbanyak pemeriksaan

Bisa jadi, hingga saat itu kita masih terbebas korona. Namun, tiadanya kasus infeksi di Indonesia tidak bisa dijawab dengan meyakinkan.

Padahal, seharusnya hal itu bisa dilakukan dengan memperbanyak pemeriksaan dan menggandeng laboratorium lain, seperi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset dan Teknologi yang memiliki kapasitas sebagai pembanding dan beberapa laboratorium lainnya.

Hingga Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus Covid-19 di Indonesia, Senin (2/3/2020), kita baru memeriksa 339 orang.

Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan Singapura yang memeriksa 1.300 orang per 28 Februari lalu dan menemukan 97 kasus positif atau Inggris yang memeriksa 7.131 orang per 26 Februari lalu dan menemukan 13 kasus positif.

Bahkan, Korea Selatan yang mengembangkan tes cepat dengan kemampuan 10.000 orang per hari.

Ketika wabah membesar, pemerintah justru menggalakkan promosi wisata hingga akan mengerahkan influencer guna menarik wisatawan asing yang batal mengunjungi China, Korea, dan Jepang.

Padahal, pada saat yang sama, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan, ”Negara yang berasumsi itu tidak akan mendapatkan kasus (Covid-19), bisa jadi kesalahan fatal, secara harfiah. Virus ini tidak menghormati perbatasan.”

Negara yang berasumsi itu tidak akan mendapatkan kasus (Covid-19), bisa jadi kesalahan fatal, secara harfiah. Virus ini tidak menghormati perbatasan.

Begitu akhirnya dua kasus positif diumumkan, kekacauan pun terjadi. Wawancara Kompas.id terhadap pasien menunjukkan, yang bersangkutan tidak diberi informasi positif korona sampai kemudian diumumkan Presiden.

Saat itu, Presiden hanya menyebut dua warga Indonesia. Namun, tak berselang lama, data pribadi, termasuk alamat pasien, telah beredar di media sosial. 

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto kemudian mengungkap, dua orang itu dari Depok.

Wali Kota Depok Muhammad Idris mengumumkan nama kompleks dan rincian lain. Sejumlah media pun bergegas mengunggah foto rumah pasien yang sudah diberi garis polisi.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved