Bermula dari Desa Huijbergen di Belanda, Bruder MTB Sudah 100 Tahun Berkarya Pendidikan di Indonesia
Pada minggu, 22 Februari 2020, diadakan misa pencanangan peringatan 100 tahun Bruder MTB di Indonesia. Misa dipimpin Mgr Agustinus Agus.
Penulis: Stefanus Akim | Editor: Stefanus Akim
Usai misa Uskup Agung Pontianak, Mgr Agustinus Agus dan seluruh Bruder MTB diajak berfoto bersama. Kemudian kegiatan dilanjutkan di halaman persekolahan Burder Singkawang yang dimana kegiatan tersebut sudah dimulai pada 22-23 Februari 2020 mencangkup pameran dan berbagai Pentas Seni serta perayaan ekaristi.
Dari Gereja Paroki St Fransiskus Assisi Singkawang, Uskup Agung Pontianak, para Bruder MTB dan biarawan/ti serta para undangan diarak dengan drum band dan membuka jadwal pencanangan 100 tahun Bruder MTB di Indonesia oleh Bruder Gabriel, MTB sebagai ketua umum panitia.
Sejalan dengan itu, berbagai persembahan tarian kolosal dan berbagai pensi diadakan di atas pentas.
Adapun tamu udangan yang hadir dalam perayaan itu ada sekitar 2000-an undangan. Rangkaian acara ditutup dengan foto bersama seluruh panitia dan makan siang bersama Uskup Agus Pontianak Mgr Agustinus Agus, Pimpinan Umum Bruder MTB Indonesia, dan seluruh tamu undangan
“Sampai jumpa tahun depan dalam perayaan pelaksanaan tahun Yubelium 100 tahun karya misi Bruder MTB di Indonesia,” ujar Br Rafael Donatus MTB.

Dari Desa Huijbergen di Belanda
Pada 11 Maret 2021 Kongregasi Bruder MTB mengenang 100 tahun hadir di Indonesia.
“Pada kesempatan itu kami ingin melihat kembali apa yang mendorong para bruder itu datang ke kota kecil Singkawang, Kalimantan Barat,” Br Rafael Donatus MTB, di Singkawang, Minggu (23/2/2020).
Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) didirikan di desa Huijbergen, Belanda, oleh Mgr Johanes van Hooydonk, uskup Breda pada 25 September 1854. Ada pun nama lengkapnya adalah Bruder-bruder Kristiani Santa Maria Perawan Tersuci dan Bunda Allah yang Dikandung Tanpa Noda.
Situasi perang kala itu telah mengakibatkan begitu banyak anak di Belanda bagian selatan menderita. Keadaan sosial ekonomi yang merosot menyebabkan terdapat banyak anak yatim piatu yang terlantar pendidikannya.
Sementara itu pendidikan anak dalam keluarga asuh sering kali tidak memberi harapan yang memuaskan. Kenyataan itu mendorong Mgr Johanes van Hooydonk yang memiliki kepekaan hati yang mendalam, melakukan sesuatu demi masa depan anak-anak.
Kebetulan di Huijbergen (sebuah desa kecil di propinsi Brabant, Belanda Selatan) terdapat sebuah biara tua, biara Wilhelmit yang kehabisan anggota.
Di gedung itulah bapak uskup mengumpulkan anak yatim piatu untuk dibimbing. Ada tiga pemuda yang bersedia mendampingi anak-anak. Mereka itulah bibit pertama bruder MTB.