Ribuan Pil Ekstasi Masuk Pontianak, Begini Risiko Hotel yang Jadi Tempat Transaksi Narkoba
BNN mengamankan barang bukti sebanyak 5,3349 kilogram sabu-sabu. 5.015 butir pil ekstasi sebarat 2,0297 kilogram, dan 10.010 butir
Meski di antara tersangka adalah warga binaan Lapas Pontianak, Suyatmo menegaskan pihaknya tidak mendapati adanya keterlibatan dari oknum petugas lapas.
Saat konferensi pers, kelima tersangka turut dihadirkan BNN Provinsi Kalbar. Mereka hanya bisa tertunduk lesu selama konfrensi pers berlangsung. Pandangan kelimanya kosong, empat tersangka memilih bungkam seribu bahasa saat diwawancarai.
Hanya Andi Alpen yang bersedia menjawab pertanyaan Tribun. Warga binaan Lapas Pontianak ini mengungkapkan bahwa barang bukti yang diamankan polisi, berasal dari Malaysia yang hendak diedarkan ke Kota Pontianak.
Andi Alpen mengakui, beberapa waktu lalu ia ditawari teman satu selnya yang bernama Petrus Hunter, untuk mencari orang yang mau mengantarkan barang haram tersebut. Karena mengetahui bahwa anaknya, Agus Setiawan, sedang membutuhkan uang, ia pun menghubungi sang anak.
Dengan menggunakan handphone dari dalam lapas, Andi Alpen membujuk anaknya untuk mau menjadi kurir narkoba. Ia mengaku menghubungi sang anak menggunakan handphone saat ada anggota keluarga yang menjenguknya di lapas. "Hubungin anak pakai HP, pinjam untuk hubungi keluarga, pas ada anak jenguk," ujarnya.
Alpen mengungkapkan bahwa barang tersebut diambil putranya dari seseorang di wilayah Balai Karangan, Kabupaten Sanggau. Namun dia tidak menyebutkan identitas orang tersebut.
Sang anak mendapat iming-iming sejumlah uang, jika berhasil membawa narkoba ke Kota Pontianak. "Ada yang nyuruh bawain barang dari Balai Karangan ke Pontianak, cuma saya gak kasih tahu kalau itu narkoba," katanya.
Narkoba yang dibawa Agus memang tidak sampai kepada orang yang akan menerimanya. Agus terlebih dahulu ditangkap aparat BNN Provinsi Kalbar, saat berada di sebuah hotel di Kota Pontianak.
Menanggapi hal ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalimantan Barat mendukung upaya kepolisian untuk senantiasa menberantas kejahatan Narkoba di Kalimantan Barat.
"Kita ikut membantu untuk mempernudah dan tidak pernah menghalangi petugas kepolisian dalam melakukan tugasnya," ujarnya Ketua PHRI Kalbar Yuliardi Qamal kepada Tribun Jumat (7/2/2020).
Bahkan upaya kerja sama juga terjalin antara pihak hotel dan kepolisian, terutama dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan narkoba. Dia menjelaskan bahwa perlu dipahami bahwa bisnis perhotelan adalah usaha layanan di bidang jasa akomodasi penginapan.
Jadi siapapun tamunya dari manapun selama mereka sudah memenuhi ketentuan prosedur menginap, maka hotel akan melayani tamu tersebut. "Jadi saat dia mau menginap SOP-nya dia harus memberikan kartu tanda pengenal. Jati diri dia harus kita tahu dengan memberikan tanda pengenal baik KTP atau SIM setelah itu selesai," ujarnya.
Jadi apabila kemudian orang tersebut terindikasi melakukan kejahatan, maka pihak hotel mesti membantu dengan tidak mempersulit kepolisian, apalagi sampai menghalang-halangi.
Ini dikarenakan pihak hotel tidak bisa menelusuri secara rinci setiap orang yang menginap.
"Dan itu adalah wewenang kepolisian. Apalagi dalam kasus ini dia terbukti berarti dia sudah dipantau sedemikian rupa," ujarnya.
Dengan adanya kasus ini sedikit banyak memang berpengaruh terhadap nama baik hotel yang bersangkutan, namun ini adalah bagian dari risiko pengusaha hotel.