Human Interest Story
Kisah Ambulance Tak Dapat Jalan, Pasien Meninggal di Mobil
Ketua IEA wilayah Sintang ini menyesalkan pengguna jalan tidak memberikan ruang bagi ambulance yang membawa pasien gawat darurat
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Muhammad Firdaus
Pengguna jalan tidak juga menepi dan memberi jalan ambulance yang membawa pasien kritis.
“Mobil sulit bergerak. Sampai di jalan lintas melawi, pengguna jalan tidak ada yang mau mengalah,” sesal Wishnu.
Iringan ambulance sampai di RSUD Ade M Djoen sudah gelap.
Pasien yang tak diketahui nama dan penyakit yang dideritanya oleh Wishnu itu langsung mendapat penanganan medis.
“Sampai rumah sakit diperiksa dokter, sudah tidak ada (meninggal dunia). Jantungnya sempat dikejut, tapi sudah terlambat. Mungkin meninggal di jalan, waktu kena macet,” katanya.
Wishnu, mengaku tak mengenal pasien yang dia kawal menuju rumah sakit. Dia juga tak sempat bertanya, siapa dan apa riwayat sakitnya.
Dalam hatinya, Wishnu hanya ingin membantu mengurai kemacetan untuk memberi ruang kepada ambulance membawa pasien gawat darurat agar cepat sampai ke rumah sakit dan pasien selamat.
“Pasien dari Puskemas Sepauk, mobil yayasan muslim sepauk. Gak tanya saya siapa nama pasiennya. Tugas kita hanya memandu ambulance. Yang jelas (dalam ambulance) pasien sudah sesak nafasnya, ada petugasnya dan oksigen juga ada,” ujar Wishnu.
• KISAH Poligami! Istri Antar Suami Nikah Lagi, Siapkan Mas Kawin & Betulkan Riasan Calon Istri Kedua
Wishnu menyayangkan pengguna jalan belum punya kesadaran menepikan kendaraan apabila ada ambulance yang lewat. Padahal, sirene dan rotator sudah dinyalakan.
“Sirine rotator sudah ada, tapi masyarakt abai, masih kurang peduli. Saya posting di Facebook biar masyarakat membaca, bahwa sirene ambulance berarti bawa pasien, kritis atau tidak (pasien yang dibawa) yang penting didahulukan,” jelasnya.
Berdasarkan Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pasal Pasal 134, setidaknya ada tujuh kelompok pengguna jalan yang memiliki hak utama.
Ambulance yang mengangkut orang sakit merupakan perioritas kedua setelah mobil pemadam kebakaran.
Wishnu menyadari, Indonesian Escorting Ambulance (IEA) komunitas yang digelutinya atas dasar kemanusiaan ini secara undang-undang memang tidak diperbolehkan mengawal mobil ambulance.
“Sebenarnya kami juga dilarang polisi. Karena tupoksi yang mengawal ambulance mereka. Tapi di satu sisi, masyarakat membutuhkan kami. Polisi jarang kita lihat mengawal ambulance yang lewat, Cuma memeriksa kelengkapan kendaraan,” ujar Wishnu.
• Kisah Amoi Singkawang Wakili Indonesia di Ajang PBB
Seharusnya, kata Wishnu Indonesian Escorting Ambulance dirangkul membantu kepolisian memberikan edukasi kepada masyarakat dan pengguna jalan, supaya ketika ambulance lewat, masyarakat sadar dan menepi.