Terkait Kelangkaan Elipiji 3 Kg, Sutarmidji: Tindak Pangkalan Nakal
Kalau distribusi elpiji terganggu karena perbaikan jembatan, harusnya SPBU juga terganggu
Terkait Kelangkaan Elipiji 3 Kg, Sutarmidji: Tindak Pangkalan Nakal
PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat, H Sutarmidji menegaskan, ada peran pengkalan dan rumah makan dalam kelangkaan gas elpiji 3 kilogram di Kalbar, khususnya di Kota Pontianak beberapa pekan terakhir. Ia pun meminta Pertamina bersinergi dan tak ragu melakukan penindakan.
"Misalnya satu rumah makan bisa dapat jatah 30 hingga 40 tabung, kalau ada 10 rumah makan saja seperti itu. Nah, inikan permainannya ada di tingkat pangkalan, harusnya ditindak,” tandas Midji usai menerima pihak Pertamina di ruang kerjanya, Jumat (1/11/2019).
Baca: KONI Kalbar Lepas Tim Catur Kalbar ke Pra PON
Baca: Transaksi Narkoba di Parkiran THM, Dua Pria Ini Diciduk Polisi
Menurutnya, hal ini tidak akan terjadi jika distribusi elpiji yang dilakukan secara benar dan transparan.
Pertamina, kata Midji, diharap bisa mendeteksi setiap jaringannya mulai dari agen, pangkalan, hingga pengecer.
Midji pun memastikan kelangkaan gas elpji 3 Kg bukan dikarenakan perbaikan Jembatan Kapuas II yang menyebabkan terhambatnya pendistribusian.
“Yang namanya agen elpiji itu pasti ada gudangnya. Ada indikasi, jatah elpiji satu daerah dikirim ke daerah lain, itu yang terjadi sebenarnya,” tukas Midji.
Kalau alasan perbaikan jembatan, lanjut Midji, semestinya distribusi SPBU juga bermasalah.
“Kalau distribusi elpiji terganggu karena perbaikan jembatan, harusnya SPBU juga terganggu,” tukasnya.
Midji menjelaskan, distribusi gas yang benar adalah agen membawahi pangkalan, pangkalan yang berurusan dengan pengecer.
Baca: Kondisi Ibu Hamil Idap Kanker Belum Membaik, Mira Mulai Konsumsi Air Rebusan Akar Bajakah
“Harusnya jaringan mereka ini terdeteksi PT Pertamina,” tandasnya.
Ia menontohkan, misalnya di Pal 9 terjadi kelangkaan gas 3 Kg. Maka Pertamina harus mencari tahu siapa pangkalannya dan kenapa terjadi kelangkaan.
“Jaringan distribusi gas elpiji 3 Kg ini tidak transparan. Kalau di suatu wilayah terjadi kelangkaan, Pertamina harus berikan mereka sanksi,” tegas Midji.
Sanksi tersebut dapat berupa peringatan pertama, diikuti dengan pengurangan kuota 25 persen, alihkan 25 persen tersebut ke jaringan (pangkalan) lain yang ada di wilayah itu, atau 25 persen ini dibuat operasi pasar (OP).
Jika terjadi kelangkaan lagi maka Pertamina dimintanya memberikan peringatan kedua, yakni kurangi lagi kuota 25 persen. Kemudian peringatan ketiga, cabut izinnya.
"Kalau tidak ada tindakan tegas Pertamina, sampai kapanpun tidak akan selesai urusan begini. Padahal bukan urusan susah sebenarnya,” tukas Midji.
Midji menyatakan, kuota pasokan elpiji dari Pertamina sebenarnya sudah cukup, bahkan lebih. Hanya saja terjadi indikasi permainan di tingkat agen dan pangkalan sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan.
"Kemarin itu ada tabung gas kosong dari Sungai Raya Dalam dibawa ke Kuala Dua. Untuk apa? Indikasinya kan pengoplosan. Kita belum tahu nih tempatnya di mana, kalau dapat atau ketahuan lihat saja nanti,” tandas Midji.
Ia menilai setiap kali ada disparitas harga antara subsidi dengan non subsidi yang terlalu jauh, maka disitu akan ada spekulan sehingga terjadi kelangkaan. Misalkan solar, tandas Midji, pasokannya melebihi dari yang diperkirakan.
“Sama juga dengan elpiji. Belum lagi ada tiga rumah makan pakai 90 tabung gas subsidi. Bayangkan, itu untuk 90 rumah tangga dipakai tiga rumah makan, ketahuan saat razia Pol PP dan Diskumdag. Harusnya hubungi polisi kalau terjadi demikian. Itu kan termasuk kejahatan ekonomi karena menjual dari HET, proses. Kapok orang, percayalah,” pungkasnya.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak