Sejarah Kota Pontianak - Dari Pohon Punti, Khun Tien hingga Mitos Mistis Masa Lalu 'Kuntilanak'
Nama Pontianak bermula dari kisah Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu berwujud kuntilanak saat menyusuri Sungai Kapuas.
Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
Hari ini Rabu (23/10/2019), adalah hari istimewa bagi masyarakat Kota Pontianak yang genap berusia 248 tahun.
Berbagai acara digelar pada peringatan HUT Kota Pontianak.
Memasuki usia ke-248 tahun, Kota Pontianak masih terus dibenahi untuk menjadi kota yang maju.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono mengakui memang saat ini masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menjadikan Pontianak semakin maju.
"Pontianak berulang tahun ke-248, tentunya dengan usia ke-248 menjadikan Kota Pontianak semakin matang dan semakin dewasa," ujar Edi Kamtono, Selasa (22/10/2019).
Berbicara tentang Pontianak, Anda mungkin belum mengetahui banyak tentang Pontianak, baik dari asal namanya bahkan sejarah berdirinya.
Kali ini Tribun Pontianak akan mengulasnya untuk Anda.
Sejarah Kota Pontianak
Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H).
Ditandai dengan membuka hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal.
Pada tahun 1778 (1192 H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak.
Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami' (kini bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariah yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.[4]
Sejarah pendirian kota Pontianak yang dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda, V.J. Verth dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat saat ini.
Menurutnya, Belanda mulai masuk ke Pontianak tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi) dari Batavia.
Verth menulis bahwa Syarif Abdurrahman, putra ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam versi lain disebut sebagai Al Habib Husin), meninggalkan Kerajaan Mempawah dan mulai merantau.