Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Sebagai Pengakuan Kekayaan Sosial Budaya

Bupati Sekadau juga menjelaskan perbedaan antara hukum adat dan hukum yang berlaku pada umumnya yakni dari aspek keberlakuan dan bentuknya

Penulis: Marpina Sindika Wulandari | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ MARPINA SINDIKA WULANDARI
Seluruh peserta Semiloka Aman Kalbar di Kabupaten Sekadau Terkait Masyarakat Hukum Adat, bertempat di gedung Ketaketik, Jumat (18/10/2019) 

Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Sebagai Pengakuan Kekayaan Sosial Budaya

SEKADAU- Bupati Sekadau Rupinus menghadiri Seminar dan Lokakarya terkait masyarakat hukum adat yang dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Barat. Kegiatan itu berlangsung di Gedung Ketaketik Sekadau, Jumat (18/10/2019).

Rupinus menyampaikan Pemerintah Kabupaten Sekadau telah menetapkan peraturan daerah No. 8 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Perda tersebut diterbitkan dengan mempertimbangkan keberadaan masyarakat hukum adat dan kelembagaan adat yang ada di Kabupaten Sekadau sebagai bagian dari kekayaan sosial budaya yang berharga dan wajib dipertahankan.

Baca: Vermy: Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat di Sekadau Penting

Baca: Pensiunan PNS di Pontianak Ditangkap Polisi Seusai Pesta Narkoba, Simpan Sabu di Saku Celana

Selain itu hukum adat yang berisi nilai filosofis, sosiologis dan dan yuridis dalam mewujudkan norma dan kearifan lokal yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang keberadaannya harus diakui, dihargai dan di hormati oleh semua pihak.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya Perda ini memberikan pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Lebih lanjut Rupinus menjelaskan Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang bersifat koordinasi dan ex-officio yang keanggotaan panitianya dipimpin oleh Sekretaris Daerah dan kepala perangkat daerah terkait sesuai kewenangan masing-masing.

Proses pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dilakukan melalui:

1. Tahapan indentifikasi masyarakat hukum adat

2. Verifikasi masyarakat hukum adat,

3. Validasi masyarakat hukum adat

Pada kesempatan itu, Bupati Sekadau juga menjelaskan perbedaan antara hukum adat dan hukum yang berlaku pada umumnya yakni dari aspek keberlakuan dan bentuknya.

Keberlakuan hukum adat hanya berlaku untuk penduduk setempat (lokal) dan dari aspek bentuknya hukum adat pada umumnya tidak tertulis.

"Oleh karena itu tentu sebagaimana syarat pengakuan tersebut adalah kewajiban bersama untuk senantiasa melestarikan hukum adat dan masyarakat hukum adat itu sendiri, sehingga nilai-nilai luhur bangsa tersebut dapat selamat dari terjangan degradasi akibat globalisasi," pungkas orang nomor satu di Sekadau itu.

Baca: PSSI Kalbar Segera Sampaikan Jadwal Soeratin dan Liga 3

Diakhir, Rupinus mengucapkan terimakasih atas kepedulian pengurus wilayah AMAN KalBar yang telah berinisiatif melaksanakan kegiatan semiloka tersebut.

"Saya berharap melalui semiloka ini dapat menjadi sarana bertukar pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman dalam melakukan teknis verifikasi dan validasi pengakuan masyarakat hukum adat Kabupaten Sekadau. Antara penyelenggara semiloka dengan peserta baik sebagai objek maupun subjek yang melakukan Pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat itu sendiri," tutup Rupinus.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved