Wawancara Ekslusif
Ketua MPR Bamsoet: Saya Tak Ingin Menambah Panas Suasana Politik
Mungkin itu yang dibutuhkan saat ini. Termasuk mendinginkan adik-adik mahasiswa yang memiliki semangat berunjuk rasa.
Ketua MPR Bamsoet: Saya Tak Ingin Menambah Panas Suasana Politik
BAMBANG Soesatyo, kader Partai Golkar, melenggang mulus ke kursi Ketua MPR secara aklamasi dalam rapat paripurna di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10) lalu.
Kader Partai Gerindra, Ahmas Muzani, sempat menjadi pesaing Bamsoet (panggilan akrab Bambang Soesatyo), namun kemudian legowo setelah terjadi komunikasi antara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Terpilihnya Bamsoet sebagai Ketua MPR membuat situasi internal di Partai Golkar yang semula hangat langsung jadi adem.
Ia mengakui adanya cooling down antara dirinya dengan Ketua Umum DPP Partai Golar, Airlangga Hartarto, terkait perebutan kursi orang nomor satu di partai beringin itu.
"Kami tidak ingin menambah suasana panas yang saat ini sedang terjadi di negeri ini," ujar Bamsoet
Berikut petikan wawancara eksklusif tim Tribun Network dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10).
Tribun: Setelah menjadi Ketua MPR, apakah keinginan Anda menjadi Ketua Umum Partai Golkar menjadi surut?
Bamsoet: Sebagai catatan, saya tidak memiliki ambisi menjadi ketua umum partai. Saya melihat beban jadi ketum sangat berat.
Baca: Lulusan Terbaik di UPB Pontianak, Inilah Cita- cita Ida Farida
Baca: Pisau Ala Ninja Cederai Menko Polhukam! Dokter: Ada 2 Luka Cukup Dalam di Bagian Perut Wiranto
Kita bekerja baik saja kena hujat apalagi tidak bekerja baik. Sudah keluar uang, waktu, tenaga, dan pikiran tapi masih dihujat.
Namun para kader di daerah mendesak dan meminta saya untuk menyelamatkan partai. Partai harus ditata secara lebih baik kalau Golkar mau bagus ke depan.
Menurut teman-teman di daerah, perolehan suara Partai Golkar dalam Pileg 2019 lalu bukan kerja keras DPP, tapi ini usaha masing-masing caleg.
Pada akhirnya saya siap maju kalau senior-senior dan kader di daerah-daerah mendukung. Kemudian saya deklarasi siap untuk maju sebagai calon Ketua Umum Golkar.
Kemudian, konstelasi politik nasional makin panas tensi, makin tinggi. Terakhir saya menghadapi adik-adik mahasiswa yang luar biasa militannya.
Kondisi itu menyadarkan saya, Partai Golkar sebagai parpol besar kedua pendukung pemerintah harus mengambil bagian.
Baca: FOTO: Silaturahmi Tribun Pontianak dengan Tokoh Dayak di Rumah Betang
Oleh karena itu saya cooling down. Saya tidak ingin membuat suasana tambah panas. Sepertinya pemerintah membutuhkan suasana tidak ada konflik di Golkar.
Tribun: Sebenarnya apa yang membuat Anda bersedia menerima amanah sabagai Ketua MPR?
Bamsoet: Saya hanya menjalani takdir saja. Saya mengikuti arus kehidupan.
Jadi ketika saya menerima posisi Ketua DPR, saya beranggapan inilah posisi politik saya tertinggi dalam karier politik saya.
Tapi kemudian jalan hidup saya membuka lagi sebagai ketua MPR, ya itu barangkali itu takdir hidup saya.
Tribun: Ini bukan karena kompromi politik?
Bamsoet: Bukan. Tidak ada sama sekali. Saya mendapat penugasan dari Ketua Umum (Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto) untuk memegang jabatan Ketua MPR mungkin karena beliau melihat saya punya kapabilitas (kemampuan).
Selain itu juga mempertimbangkan karier saya di DPR. Memang tidak mudah mencapai titik itu karena diperlukam kompromi politik yang luar biasa dengan partai politik (parpol) lain.
Mencapai titik kesepadanan secara mufakat itu bukan hal mudah. Saya memulainya dari parpol yang kebetulan teman-teman dekat saya semua akhirnya mengerucut kepada parpol lain, kecuali Gerindra.
PDIP, walaupun secara informal menyatakan dukungannya, keputusan bulat diambil menjelang detik-detik terakhir.
Ketika saya menerima tiket dari partai (Golkar), partai berupaya membangun komunikasi dengan berbagai pihak.
Saya bekerja secara individu untuk mencapai mufakat. Tadinya saya pikir ini akan diputuskan melalui voting, tapi alhamdulillah kemudian ada komunikasi antara Bu Mega dan Pak Prabowo sehingga tak terjadi voting.
Soalnya awalnya dimulai oleh voting maka ke depannya lembaga ini jadi kurang bagus.
Judulnya kan Majelis Permusyawarakatan Rakyat, kalau selalu lewat voting, khawatir nanti jadi Majelis Pervotingan Rakyat.
Tribun: Dalam kondisi politik seperti saat ini, sebagai Ketua MPR sekaligus kader Golkar, apa yang akan Anda lakukan setidaknya sampai pelantikan Presiden-Wakil Presiden RI?
Bamsoet: Saya berharap parpol dapat membuat suasana yang teduh. Memberikan stetment yang mendinginkan bukan menambah panas.
Mungkin itu yang dibutuhkan saat ini. Termasuk mendinginkan adik-adik mahasiswa yang memiliki semangat berunjuk rasa.
Kan ada kepentingan lebih besar yang harus kita perjuangkan terutama terkait pelantikan Presiden-Wakil Presiden RI. Image-nya, suka atau tidak suka akan mendunia.
Manakala semua berlangsung lancar, kita akan dinilai sebagai negara aman buat investasi. Sebaliknya, kalau dalam pelantikan itu katakanlah ada unjuk rasa, akan membawa image jelek di dunia internasional.
Pelantikan itu akan dihadiri oleh beberapa kepala negara sahabat. Oleh karena itu acra pelantikan itu menyangkut kewibawaan kita sebagai negara. Jadi bukan hanya soal pelantikan presiden tapi soal bangsa ke depan.
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak