Citizen Reporter
Kabupaten Sanggau Terima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi Tahun 2019 dari Kemendikbud
Terima kasih seluruh masyarakat Sanggau, karena dukungan masyarakatlah Kabupaten Sanggau mendapat anugerah ini
Penulis: Hendri Chornelius | Editor: Jamadin
Citizen Reporter
Humas Setda Sanggau, Christ TCG
SANGGAU - Untuk yang kesekian kalinya Kabupaten Sanggau menerima penghargaan ditingkat nasional. Kali ini Kabupaten Sanggau menerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi tahun 2019 kategori Pemerintah Daerah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang diselenggarakan di Istora Senayan Jakarta, Kamis (10/10/2019) malam.
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy kepada Bupati Sanggau Paolus Hadi bersama empat Bupati/ Walikota lainnya yang juga nominator Anugerah Kebudayaan, yakni Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Gianyar, dan Kota Kediri.
"Terima kasih seluruh masyarakat Sanggau, karena dukungan masyarakatlah Kabupaten Sanggau mendapat anugerah ini, "kata Bupati Sanggau, Paolus Hadi.
Baca: Terkait Keamaan Penggunaan Listrik, Ini Penjelasan Ketua DPP AKLI Pusat
Baca: Dialog Kebangsaan, Dosen FUAD IAIN Jelaskan Munculkan Sifat Radikal pada Seseorang
Masuknya Kabupaten Sanggau sebagai 5 besar penerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi tahun 2019 merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Sanggau yang mampu dan telah merangkul semua etnis seluruh Indonesia yang berdomisili.
"Bahkan yang sudah menetap di Kabupaten Sanggau dengan mendata paguyuban-paguyuban agar bisa mengekspresikan pelestarian budaya yang diselenggarakan masing-masing etnis itu sendiri di Kabupaten Sanggau, "ujarnya.
Hal tersebut dipaparkan Bupati Paolus Hadi didampingi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sanggau saat mempresentasikan program-program dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan Kabupaten Sanggau yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di Ruang Rapat Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Gedung E, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dihadapan lima orang tim penguji, orang nomor satu di Kabupaten Sanggau ini memaparkan bahwa, Pemerintah telah menetapkan agenda rutin tahunan untuk menyelenggarakan kegiatan kebudayaan.
Diantaranya Gawai Dayak Nosu Minu Podi yang diselenggarakan setiap tanggal 7 Juli, Festival Paradje Pesaka Negeri untuk masyarakat adat Melayu, setiap bulan September, Wayang Kulit dan Campursari untuk masyarakat Jawa dalam memperingati 1 Suro, perayaan Cap Go Meh untuk masyarkat Tionghoa, Malam Badendang untuk masyarakat Padang, Budaya Pasundan, Mandi Bedel & Perang Ketupat untuk masyarakat Melayu di Keraton Pakunegara Tayan dan Titian Muhibah yang merupakan pagelaran seni budaya antar negara (Indonesia dan Malaysia) yang itu semua didukung anggaran operasional kegiatannya melalui dana hibah.
Paolus Hadi juga menyebutkan bahwa, Kabupaten Sanggau merupakan miniatur Indonesia dengan keberagaman etnis, adat dan budaya di dalamnya.
Paolus Hadi menambahkan, bahwa kita tak bisa lepas dari peribahasa dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung , namun tidak ada larangan mengekspresikan budayanya walaupun bukan di tanah kelahiran. Adat dan budaya itu adalah identitas suatu suku bangsa dan merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan.
"Mau nonton wayang di malam 1 Suro di Sanggau sudah ada, mau nonton budaya pasundan di Sanggau sudah ada. Yang belum pernah budaya reog Ponogoro, di Sanggau sudah ada. Masih banyak budaya lainnya, ada Tionghoa, Batak, Karo, Padang, Irian, Bali, Madura itu ada di Kabupaten Sanggau. Kami (Pemerintah) sudah meminta agar setiap Paguyuban menetapkan penanggalan rutin, agar pagelaran bisa dilaksanakan setiap tahun seperti iven Gawai Dayak, Paradje, Cap Go Meh, dan lainnya, "jelasnya.
Pada presentasi itu, Bupati sempat menceritakan sebuah momen keberagaman etnis dan budaya, dimana seluruh etnis berkumpul disatu acara (Hari Jadi Kota Sanggau) dengan menggunakan pakaian khas daerahnya masing-masing.
Pada momen itu pula seluruh etnis beramai-ramai mengikuti pawai budaya, selanjutnya seluruh etnis makan borami (makan bersama) dengan azas gotong royong.