Dayak di PBB Desak Dilakukannya Dialog Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan
Perwakilan Tetap Penduduk Pribumi Suku Dayak Perserikatan Bangs-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Andrew Ambrose Atama Katama
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Madrosid
Karena itu, Presiden Joko Widodo harus memiliki komitmen di dalam melindungi kepentingan masyarakat Adat Suku Dayak.
Yulius Yohanes, menuturkan, Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, tetap menuntut jatah Menteri di dalam Kabinet Kerja Jilid II Presiden Joko Widodo periode 20 Oktober 2019 – 20 Oktober 2024, di samping jabatan strategis lainnya, yaitu jabatan struktural di berbagai kementrian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Duta Besar, dan lain-lainnya.
“Selama 74 tahun Indonesia merdeka, Suku Dayak selalu diabaikan dalam penyelenggaraan roda pemerintahan di tingkat Pemerintah Pusat, karena tidak pernah menuntut. Sekarang, bersamaan dengan pemindahan IKN ke Kalimantan, kami orang Dayak tuntut penyetaraan hak sebagai bagian tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Yulius Yohanes.
Dikatakan Yulius Yohanes, tuntutan Suku Dayak sudah tertuang di dalam Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, sebagai hasil Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019 di Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, 22–24 Juli 2019.
Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, sudah diserahkan kepada Sekretariat Negara dan Sekretariat Kepala Staf Kepresidenan di Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.
Kemudian diserahkan langsung kepada Menteri Dalam Negeri melalui Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Rabu 28 Agustus 2019.
Yulius Yohanes menjelaskan, dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, Suku Dayak menerima pemindahan IKN ke Kalimantan, tapi harus disertai tuntutan pemberlakuan otonomi khusus Kebudayaan Dayak, agar tidak terjadinya benturan peradaban dalam seluruh tahapan pelaksanaan di lapangan.
“Untuk melindungi tetap lestarinya kebudayaan Suku Dayak dan hak-hak Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, maka hasil kegiatan internasional di Tumbang Anoi 2019, dibentuk Dayak International Organization, sebagai tim negosiator untuk membela kepentingan Dayak, dan Yayasan Damang Batu Internasional, sehubungan ditetapkan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu di Desa Tumbang Anoi seluas 10 ribu hektar sebagai Pusat Kebudayaan Dayak Sedunia,” kata Yulius Yohanes.
Diungkapkan Yulius Yohanes, demi mewujudkan identitas lokal, nasional dan internasional, di dalam Protokol Tumbang Anoi 2019, disepakati.
Dituturkan Yulius Yohanes, Dayak International Organization dan Yayasan Damang Batu Internasional, tengah dalam proses legalitasnya, untuk nantinya didaftarkan di Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, sebagai lembaga resmi Suku Dayak dalam memertahankan dan memperjuangkan hak-haknya sebagai penduduk asli Pulau Kalimantan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Akmal Malik, tetap memperhatikan keberadaan masyarakat Adat Dayak, sehubungan pemindahan IKN ke Kalimantan. Karena itu, berbagai masukan dari kalangan Suku Dayak, dibutuhkan Pemerintah Pusat.
"Orang Dayak jangan sampai seperti Betawi ketika Jakarta jadi ibu kota negara. Orang Dayak harus siapkan konsep," ujar Akmal. (*)
Tribun Pontianak Berbagi Berita Terkini, Viral dan Menarik di Whatsapp Via Link Ini: Klik===> Tribun Pontianak Update