Tawarkan Solusi Alternatif Kurangi Berladang dengan Cara Membakar
Karena kalau bicara tradisi, masyarakat memang pada Agustus, September ini waktunya berladang,
Penulis: Hendri Chornelius | Editor: Jamadin
Tawarkan Solusi Alternatif Kurangi Berladang dengan Cara Membakar
SANGGAU-Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perikanan (Dishangpang Hortikan) Kabupaten Sanggau, H John Hendri mengaku prihatin dengan masih tingginya kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Sanggau. Untuk itulah, pihaknya menawarkan solusi alternatif agar kasus Karhutla bisa diminimalisir.
“Sekarang kami sedang mendata, berapa banyak orang Sanggau yang berladang. Katakanlah ada 10 ribu hektare dengan kepemilikan desa A sekian orang dan sebagainya, Beriringan itu juga kami sosialisasikan bahwa kalau berladang tidak mesti dengan cara dibakar,”katanya, Senin (12/8/2019).
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Sanggau, lanjut Hendri, cukup luas dan cukup besar hari demi hari.
"Karena kalau bicara tradisi, masyarakat memang pada Agustus, September ini waktunya berladang," jelasnya.
Terlepas dari itu, Alternatif-alternatif jangka pendek dan jangka panjang harus diberikan sebagai solusi bagi masyarakat yang berladang dengan cara dibakar.
“Sekarang bagaimana caranya kalau ingin berladang tidak harus dengan cara dibakar, Itu yang paling penting sekarang ini. Dan kita sudah mencoba memberikan solusi-solusi alternatif kepada masyarakat, "tegasnya.
Baca: VIDEO: Ketua KPU Kalbar Persilahkan Peserta Pemilu Lapor ke DKPP
Hendri menjelaskan, berladang dengan cara tidak dibakar sudah pernah dilakukan di Desa Punti Kayan, Kecamatan Entikong, dan itu juga dilakukan tidak di musim orang berladang.
"Namun meskipun ada hasil, petani dihadapkan pada persoalan hama yang lumayan banyak, "jelas John Hendri
Lahan yang dikelola tersebut merupakan lahan bekas tahun tanam sebelumnya. Kemudian dikelola dengan cara disemprot menggunakan herbisida.
"Kemudian, harus ada pupuk alternatif seperti pupuk BK untuk mengurai mikroba, supaya tanah lebih gembur dan pupuk E-M4 untuk menyuburkan tanah, "ujar John Hendri
Artinya lanjut Hendri, kita melakukan penanaman pada lahan yang sudah digunakan petani tahun sebelumnya. "Saya ikut panen waktu itu, Tapi memang keluhan petani itu terkait hama. Ini kemungkinan karena sisi kanannya tidak ada orang bertanam, berladang sehingga hama itu tertuju dilahan itu saja,”tegas John Hendri.
Baca: VIDEO: Ramdan Pastikan Penetapan Anggota DPRD Kalbar Terpilih Sesuai Amar Putusan MK
Solusi lainnya, kata Hendri adalah mengelola lahan menggunakan alat berat seperti hand tractor atau traktor. Namun pengelolaan lahan dengan cara ini memerlukan biaya yang besar, karena selain membutuhkan alat berat juga diperlukan pupuk.
"Cara bertani dengan konsep seperti ini tidak hanya untuk ditanami padi, tetapi juga bisa ditanami tanaman lain. Begitu lahan sudah ditebang tebas, ada namanya kayu, ada namanya ranting daun yang kita sebut jalur kotor. Artinya begitu tebang tebas selesai, semua kayu yang ada disinggkirkan. Kalau masih ranting kayu yang tersisa, itu digeser semua kepinggir lahan, "ujarnya.
Kemudian, Sebelum menuju jalur kotor ada namanya jalur semi kotor yang bisa ditanami jagung, kedelai dan sebagainya. “Sisanya itu yang sudah bersih baru ditanami padi. Itu yang pernah kita sosialisasikan di daerah Kapuas,”jelasnya.