1.512 Satgas Edukasi Warga, Sasar 100 Desa Rawan Karhutla
Kehadiran Satgas dan Satgab di tengah masyarakat ia harapkan tidak menjadi “hantu” bagi petani.
1.512 Satgas Edukasi Warga, Sasar 100 Desa Rawan Karhutla
PONTIANAK - Upaya pencegahan sedini mungkin menjadi langkah utama dalam penanganan kebakaran lahan di wilayah Kalimantan Barat.
Oleh karena itu, 1.515 satuan tugas (satgas) gabungan ditempatkan di 100 desa rawan kebakaran lahan. Personel satgas ini akan hidup bersama warga setempat melakukan edukasi dan patroli.
Sebelum diterjunkan, satgas yang terdiri dari personel TNI, Polri, serta Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengikuti Apel Siaga Darurat Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Selasa (23/7).
Satgas gabungan berjumlah 1.512 personel ini terdiri dari 1.000 TNI, 205 dari Polri, 105 anggota BPBD, dan 205 orang dari masyarakat.
Satgas akan fokus pada pencegahan, tidak saja berkutat pada sosialisasi dan patroli, tapi juga mengawal program seluruh Kementerian dan Lembaga, sebagaimana yang tertuang dalam Instruksi Presiden No 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
Baca: Dukung Investasi, Joni: Kita Sudah Mantapkan Semangat Bersama Semua Perizinan Nol Rupiah
Baca: Minta Hentikan Semua Kong Kali Kong Perizinan, Sutarmidji: KAD Harus Profesional
Apel siaga dihadiri Forkopimda, Kapolda Kalbar, Pangdam XII/Tanjungpura, DanLanal, dan DanLanud.
Acara diawali sambutan Gubernur Kalbar Sutarmidji dilanjutkan dengan penyerahan secara simbolis dana siap pakai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kepada TNI, Polri, BPBD dan Masyarakat. Usai apel para personel diberikan pembekalan dan motivasi.
Gubernur Kalbar H Sutarmidji menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan memiliki beberapa dampak negatif yang luar biasa, seperti kerusakan ekologis, keanekaragaman hayati, perubahan iklim, serta mengganggu kesehatan masyarakat dan mengganggu transportasi, baik darat, laut maupun udara.
"Bahkan gangguan asap tersebut dapat melintas ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, yang mengakibatkan munculnya protes dan negara kita mendapat cap yang kurang baik sebagai negara pengekspor asap," tegasnya.
Untuk itulah, merunut UU Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana akhirnya berubah paradigma menjadi menitik beratkan pada prefentif atau pencegahan penanganan sebelum terjadi bencana.
"Untuk mendukung perubahan paradigma tersebut BNPB berinisiatif membentuk Satgas Gabungan Karhutla yang melibatkan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, TNI serta Polri," ujarnya.
Satgas Karhulta akan ditempatkan di 100 desa atau kelurahan yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Sedangkan untuk penentuan lokasi desa untuk penempatan Satgas merupakan hasil kesepakatan bersama antara TNI ,Polri, pemprov dan pemerintah Kab/Kota saat rapat persiapan penempatan yang sudah dilakukan pada 11 Juli 2019.
“Satu hal yang harus menjadi perhatian kita bahwa program ini berfokus pada kegiatan pencegahan bukan pemadaman, pendekatan kesejahteraan dan kelestarian alam. Tindakan pengamanan akan dilakukan apabila terjadi kebakaran yang tak terkendali," ujarnya.
Gubernur berharap dalam satu tahun masalah karhutla bisa berkurang seminim mungkin sehingga penangannya tidak terlalu luas.
"Saya berharap pasukan ini benar-benar bisa mengedukasi masyarakat," ucapnya.
Baca: Minta Hentikan Semua Kong Kali Kong Perizinan, Sutarmidji: KAD Harus Profesional
Selian itu, Midji meminta adanya tim evaluasi temuan di lapangan. Sehingga kearifan lokal di satu daerah bisa dipakai untuk daerah lainnya. Selain itu juga akan dilakukan beberapa hal lain untuk pencegahan kebakaran lahan.
Ia mencontohkan disalah satu daerah di Kota Pontianak yakni Pontianak Utara yang 90 kawasannya adalah daerah gambut. Namun hampir tidak terjadi kebakaran lahan karena dipersiapkan kanal.
"Kearifan lokal di daerah juga harus dilihat, sehingga bisa diterapkan didaerah lainnya," ucapnya.
Gubernur juga secara tegas menyatakan akan segera menindak apabila perusahaan membuka lahan dengan cara membakar serta akan segera membuat Pergub Sanksi bagi Pembakar Lahan.
"Saya akan buat Peraturan Gubernur (Pergub) terkait sanksi bagi perusahaan yang membakar lahannya. Hal tersebut pernah diterapkan di wilayah Kota Pontianak, ketika menjadi Walikota Pontianak," tegasnya
Langkah Penting
Sementara itu, Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi haryono mengatakan ada beberapa langkah dalam mengatasi Karhutla. Yang pertama yakni aspek prefentif /pencegahan.
"Yang pertama kita lihat dari deteksi dini dulu, mendeteksi lokasi - lokasi yang rawan terhadap Karhutla, Tahun 2018 kemarin ada 182 desa, dan tahun 2019 menurun jadi 100 desa,"katanya.
Kemudian, ia menyebutkan betapa pentingnya upaya edukasi kemasyarakat terkait dampak buruk dari membakar lahan dan hutan.
"Dampak dari Karhutla semua negatif, mulai dari kesehatan, lingkungan, penerbangan, ekonomi, dan lain sebagainya, ini membahayakan bagi aspek - aspek itu," ujarnya.
Oleh sebab itu, menurutnya Apel ini merupakan bentuk pemberian keyakinan kepada masyarakat bahwa bahaya karhutla itu begitu nyata.
"Oleh karenanya, apel ini untuk memberikan suatu keyakinan kepada warga masyarakat, bahaya karhutla dan bagaimana kita mencegah dan mengatasi Karhutla ini," tandas Kapolda.
Tenaga Ahli BNPB Mayor jenderal TNI Purnawirawan Amrin mengatakan, nantinya seluruh satgas yang ada akan tinggal di rumah - rumah penduduk desa yang masuk dalam peta rawan Karhuta.
Mereka akan mendampingi masyarakat dalam rangka mengedukasi masyarakat, memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk berada did epan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
“Mereka akan tinggal bersama masyarakat, tinggal di rumah - rumah penduduk. Jadi sosialisasi, pendekatan mereka 24 jam dengan masyarakat," paparnya.
Ia menyatakan bahwa pihaknya memproyeksikan bahwa pasukan gabungan yang disebar tersebuut akan bersama masyarakat selama empat bulan kedepan, namun hal ini dapat berubah sesuai dengan situasi.
Bila situasi sudah mulai membaik dan tidak ada karhutla maka pasukan dapat ditarik, namun dapat pula diperpanjang bilamana kondisi memburuk.
"Kita memproyeksikan 4 bulan kedepan, namun kembali kepada situasi, kalau situasinya sudah bagus mungkin tidak sampai 4 bulan,Tapi kalau situasi memungkinkan lebih lama lagi kita perpanjang,"katanya.
Terkait dana yang diberikan secara simbolis tersebut, ia menjelaskannya bahwa dana tersebut diperuntukkan bagi para petugas gabungan yang ada di lapangan serta bagi penduduk yang rumahnya ditinggali petugas. Namun fokusnya untuk dana pencegahan karhutla, bukan dana pemadaman karhutla. Setiap personel akan didukung uang makan Rp 45 ribu, uang lelah Rp 100 ribu. Totalnya Rp 145 ribu per orang.
“Pada pelaksanaannya Rp 45 ribu ini akan diserahkan kepada pemilik rumah yang mereka tempati. Jadi mereka akan masak bersama-sama, makan bersama - sama. Jadi ada kebersamaan, sembari sosialisasi, sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Jangan Hantui Petani
Sejak tahun 2014, pemerintah sudah konsen pada musibah Karhutla saat kemarau dan Bantingsor (Banjir, Puting Beliung, dan Tanah Longsor) saat musim penghujan.
Di Kalbar sendiri ada dua jenis fenomena alam yang telah ditetapkan sebagai bentuk bencana daerah melalui Perda No 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Tak cukup dengan itu, Peraturan Gubernur pun telah banyak dikeluarkan untuk menaggulangi kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya adalah No 403/BPBD/2016 tentang Pembentukan Komando Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat, juga ada Keputusan Gubernur Kalimantan Barat No. 402/BPBD/2016 tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2016.
Makna dari perda dan pergub tersebut adalah semua komponen mesti siaga dan harus siap menghadapi dua kekuatan alam ekstrem ini.
Ketika bencana Bantingsor di musim penghujan, tidak terlalu berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan hanya bersifat lokalitas. Tetapi ketika musim kemarau dengan adanya bencana kebakaran hutan dan lahan, maka dampak kabut asap menjadi meluas dan bahkan hingga ke luar negeri.
Dana pemerintah pun banyak mengucur untuk menangani bencana kebakaran hutan dan lahan pada beberapa provinsi di antaranya Riau, Kalbar, Kalteng.
Dalam catatan BNPB, setidaknya terdapat 15 dari 34 provinsi di Indonesia adalah provinsi penyumbang kabut asap ketika musim kemarau tiba. Ke 15 provinsi itu adalah NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Babel, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kaltara dan Kalteng. Dari 15 provinsi itu, baru tiga provinsi yang memiliki perda larangan membakar, yakni Riau, Kalbar dan Kalteng.
Jadi, Pemrov Kalbar sudah sangat maju dan telah mengantisipasi bencana itu yang akan terjadi setiap tahun sehingga membuat Perda dan Pergub terkait kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran yang telah terjadi pada lahan hutan, pertanian dan perkebunan membutuhkan biaya pengendalian yang tidak kecil.
Dilihat dari kelas rawan bencana, terdapat tujuh wilayah di Kalbar yang tergolong tinggi, yakni Kubu Raya, Kota Pontianak, Sambas, Landak, Bengkayang, Sanggau, dan Mempawah; sisanya, 7 daerah lainnya tergolong sedang (BNPB, 2013).
Menurut saya membakar bukanlah budaya petani, tetapi pilihan cerdas yang diambil petani sebagai bagian dari strategi mengurangi ongkos produksi (production cost reduces). Strategi itu dilakukan dan dipilih petani disebabkan pemerintah belum memberi perlindungan sepenuhnya kepada petani.
Peran para pihak, seperti perusahaan non pertanian, non perkebunan dan non kehutanan pun menunjukkan kontribusi yang masih sangat kecil.
Bagi petani, membakar dimaksudkan untuk memotong proses produksi agar proses menjadi lebih cepat dan mengurangi biaya.
Dengan membakar, petani berharap akan terdapat selisih modal yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan lain dan kesejahteraan mereka yang kini masih terlupakan pemerintah. Jadi, membakar adalah bagian dari pilihan cermat petani. Jangan mereka disalahkan karena ego pemerintah atau atas desakan kapitalis.
Saya berharap, dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan yang selama ini mengharapkan tidak ada kabut, dapat dialokasikan untuk membantu pendanaan dari pemerintah bagi pengurangan mitigasi bencana asap dengan disalurkan kepada petani yang tidak membakar dalam bentuk bantuan bibit, pupuk, pembalian hasil produksi dengan standar harga pemerintah dan lain-lain.
Kehadiran Satgas dan Satgab di tengah masyarakat ia harapkan tidak menjadi “hantu” bagi petani.
Kehadiran mereka saya harapkan dapat menjadi guru yang dapat membantu petani dalam menyelesaikan masalah mereka.
Jangan ada lagi petani yang diproses hukum karena membakar, sebab Perda No 6 tahun 1998 masih memaklumi dan mengijinkan petani untuk membakar menurut kearifan local. Oleh karena itu, satgas dan satgab mesti mengetahui hal ini sehingga tidak sembarang tangkap.
Tidak ada orang yang tidak tahu bahwa asap menimbulkan dampak yang luas. Kemunculannya pun semua orang sudah tahu, yakni kebakaran.
Namun, tidak jarang dijumpai orang membakar lahan sehingga seakan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan.
Bantu petani meringankan beban biaya mereka dan saya yakin kabut asap pun dapat diminimalisir; sehingga nanti keberadaan satgas dan satgab tidak lagi diperlukan karena kepentingan petani telah diakomodir pemerintah dan para pihak.