Pilpres 2019

Mahfud MD Komentari Soal Permohonan Diskualifikasi dan Dugaan Kecurangan TSM Pemilu BPN di Sidang MK

"Ada dua istilah yang harus dibedakan, satu mendiskualifikasi. Dua, menyatakan curang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM)," ungkap Mahfud

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jimmi Abraham
Youtube Kompas TV
Mantan Ketua MK, Mahfud MD dalam program wawancara eksklusif Kompas TV, Jumat (14/06/2019). 

Mahfud MD Komentari Soal Permohonan Diskualifikasi dan Dugaan Kecurangan TSM Pemilu BPN di Sidang MK

PILPRES 2019 - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ( MK) , Prof DR Mahfud MD menegaskan ada dua istilah yang harus dibedakan dalam permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Pilpres 2019.

Penyataan ini untuk menanggapi permohonan Tim Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno dalam gugatan sengketa Pilpres 2019.

Satu diantara poin adalah Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno ingin mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin. 

Tidak hanya itu, Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno juga menyuarakan soal kecurangan Pemilu TSM. 

"Ada dua istilah yang harus dibedakan, satu mendiskualifikasi. Dua, menyatakan curang secara Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM)," ungkap Mahfud MD dalam program wawancara eksklusif Kompas TV, Jumat (14/06/2019). 

Baca: Adanya Gugatan di MK Menunjukan Pemilu Tidak Luput dari Persoalan dan Ketidakberesan

Baca: Kuasa Hukum BPN di Sengketa Pilpres: BIN dan Polisi Tak Netral, Karni Ilyas Presiden ILC Ditekan

Mahfud MD menerangkan jika berbicara soal mendiskualifikasi, MK sudah pernah melakukannya pada waktu-waktu yang lalu. 

Saat itu, diskualifikasi dilakukan lantaran calon yang bersangkutan sejak awal tidak memenuhi syarat. 

"Itu di Bengkulu Selatan," kata Mahfud MD

Sementara itu jika soal kecurangan, MK tidak langsung mengangkat atau menetapkan pemenang.

Namun, MK hanya menyatakan terjadi kecurangan sehingga suara di suatu tempat dinyatakan batal.

"Nanti yang memfollow-up KPU. Nanti yang menetapkan Presiden dan Wakil Presiden itu bukan MK, tapi MPR (Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), bahkan KPU," jelasnya.  

"Nanti, KPU menetapkan berdasarkan hasil MK bahwa pemenang Pilpres berdasarkan putusan MK itu si X atau Y. KPU menetapkan, bukan MK. MK tidak bisa langsung membuat putusan menetapkan satu diantara pasangan calon terpilih," timpal Mahfud MD. 

Baca: Argumen di Pilpres 2014 Dipakai Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Yusril Jawab dengan Enteng

Disinggung soal kecurangan TSM jika terbukti, Mahfud MD menerangkan ada proses lanjutan. Misalnya, MK menemukan kecurangan tapi tidak terikat langsung sebagai bukti kecurangan terhadap Pemilu, maka ada tindak pidananya. 

"MK kalau memutuskan, ini terbukti melakukan pelanggaran menggunakan dana negara untuk keperluan kampanye, tapi itu tidak bisa membatalkan Pemilu. Oleh sebab itu diserahkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi_red)," kata Mahfud MD

Mahfud MD mencontohkan sudah ada dua gubernur yang diputus menang oleh MK di Pemilu. Hal itu karena di sisi hukum Pemilu, tidak ada yang bisa membuktikan orang menyoblos karena dana yang dikeluarkan itu.

"Tapi anda terbukti mengeluarkan dana secara tidak sah, maka kita serahkan ke KPK, lalu KPK memproses. Sekarang masuk penjara. Yang satu sudah keluar, gubernur di Sumatera. Satu dari Jawa masih di dalam. Itu kan ditemukan di MK pelanggaran pidannya, tapi MK kan tidak memutus pelanggaran pidana," paparnya. 

Mahkamah Konstitusi, kata Mahfud MD, hanya memutus hukum Pemilu. Sementara itu jika ditemukan pidana, maka diserahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Perdata serahkan ke pengadilan perdata. PTUN diserahkan ke PTUN. Itu sudah banyak yang begitu. Ingat, MK hanya mengadili perselisihan sengketa hasil Pemilu dan hasil itu juga ditentukan oleh proses-proses. Jika dalam proses-proses itu ada tindak pidananya, maka diserahkan ke peradilan pidana," terang Mahfud MD

Ia menegaskan kembali ada peradilan hukum punya kompetensi masing-masing. Hingga kini, sudah ada ratusan orang masuk penjara karena kecurangan Pemilu. Hanya saja, menurut dia kasus ini sepi pemberitaan awak media.

"Jadi, Pemilu curang ini tidak dibiarkan. Di Jakarta aja ada dua dari Caleg PAN yang sekarang di penjara tiga bulan karena melakukan pelanggaran dalam hukum pidana, tapi itu tidak disiarkan. Mungkin, berita tidak menarik bagi wartawan," ujar dia. 

"Jangan dibilang pelanggaran Pemilu itu tidak ada hukumannya, semua ada hukumannya. Tapi, tidak harus di MK memutuskan pelanggaran-pelanggaran itu. 

"MK hanya menentukan posisi hukum. Misalnya terjadi pelanggaran Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM). Itu diulangi atau batal, tapi yang mengeksekusi menetapkan SK-nya penetapan siapa menang, siapa kalah itu tetap KPU," tukasnya. (*)

Yuk, follow akun Instagram (IG) Tribun Pontianak : 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved