Tanggapi Pria Loncat dari Lantai Dua Megamal, Ini Komentar Psikiater RSJ Singkawang
"Jadi kalau dia mendengar suara-suara namanya halusinasi atau gangguan persepsi
Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
Tanggapi Pria Loncat dari Lantai Dua Megamal, Ini Komentar dr Wilson
PONTIANAK- Peristiwa pria yang melompat dari lantai dua Ayani Megamall, Sabtu (25/5/2019) malam mendapat tanggapan dari Direktr Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Singkawang, dr Wilson
Diketahui bahwa pria tersebut mendapatkan bisikan yang menyuruhnya melompat.
Wilson mengatakan orang yang bunuh diri ada dua kemungkinan . Pertama karena depresi, kedua kemungkinan karena gangguan jiwa berat (psikotik).
"Jadi kalau dia mendengar suara-suara namanya halusinasi atau gangguan persepsi," ujarnya kepada Tribun Pontianak, minggu (26/5/2019).
Dia bisa mendengar suara-suara yang tidak nyata dan tidak ada sumbernya. Ia juga bisa mendengar sedangkan orang lain tidak bisa atau dia bisa melihat namun orang lain tidak bisa. Itulah yang di namanya halusinasi.
Jadi itu termasuk gangguan jiwa berat. Jadi bisa saja dia mengikuti halusinasinya seperti disuruh melompat atau melihat hal yang tidak nyata atau depresi berat karena merasa hidupnya tidak ada gunanya .
Baca: Transmart Carrefour Undi Kupon Belanja Berhadiah Utama Mobil
Baca: 10 Manfaat Kangkung untuk Kesehatan, Cegah Kanker hingga Anemia
Jika korban sering berbicara sendiri merupakan prilaku kacau maka itulah ia merasa bingung dan jalan- jalan tidak tentu arah.
Jadi membuatnya berbicara dan berprilaku kacau itu merupakan gangguan jiwa berat .
"Penyebabnya banyak misalnya ada gangguan di otak dan ada penyakit seperti tumor otak, atau epilepsi," terangnyam
Kemudian bisa juga karena faktor keturunan atau genetik. Mungkin ada keluarganya yang sakit seperti itu. Lalu nenurun ke dia dan bisa juga karena faktor stress yang berat.
"Bisa jadi karena masalah kehidupan dan sosial sehingga tidak kuat menghadapi kenyataan hidup yang membuatnya gila," terangnya.
Namun Dr Wilson mengatakan semua itu bisa diobati dan merupakan penyakit yang yang memang bisa diobati dan bisa kembali seperti sedia kala bahkan bisa bekerja seperti biasa dan bersosialisasi.
Jadi korban juga perlu dukungan masyarakat dan keluarga dan pemberian obat teratur itulah yang sangat penting.
"Jadi pengobatannya tidak bisa sebulan dua bulan mungkin bisa satu tahun , bahkan lebih bahkan bisa seumur hidup," ujarnya.