Liputan Khusus
Kisah Gadis Pontianak Korban Kawin Kontrak Pria China, 'Dua Wajah' Suami hingga Perlakuan di Penjara
Kisah Gadis Pontianak Korban Kawin Kontrak Pria China, 'Dua Wajah' Suami hingga Perlakuan di Penjara
Penulis: Ferryanto | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Gadis Pontianak, DW (17) yang menjadi korban kawin kontrak dengan pria Tiongkok akhirnya pulang ke ke pelukan orangtuanya di Pontianak.
Tangis pecah saat DW bertemu orangtuanya Atu (60) dan Cong Mi Tjau (45).
Lebih satu tahun DW tak bertemu orangtuanya, setelah memutuskan menerima lamaran pria Tiongkok yang dibawa mak comblang.
Ia bertunangan dengan Cheng Liu Yang yang merupakan warga negara Republik Rakyat Tiongkok pada Juli 2018 silam atas bantuan seorang makcomblang bernama Ajan.
DW kemudian diboyong ke Tiongkok dengan janji hendak dinikahi di sana.
Januari 2019, kisah miris hidup DW diketahui ayah dan ibunya di Pontianak.
Baca: Gadis Pontianak Korban Kawin Kontrak Histeris Bertemu Orangtuanya! Bayaran dari Pria China Terungkap
Baca: KM Bayu Permata Kandas di Perairan Pulau Rusa, Bawa Sejumlah Logistik KPU
Baca: Devi: Penegakan Hukum dan Pengentasan Masalah Sosial Penting Entaskan Masalah Trafficking
Baca: Prakiraan Cuaca Kalbar Selasa 2 April 2019: Peringatan Dini BMKG untuk Kubu Raya dan 2 Wilayah Ini
DW rupanya tak pernah dinikahi secara resmi. Ia bahkan kerap dianiaya sang suami.
Belakangan, DW ditangkap polisi Tiongkok lantaran izin tinggal miliknya habis dan tak memiliki dokumen pernikahan sah.
Kepada Tribun, DW menceritakan pengalaman buruknya di Tiongkok saat menjalani proses kawin kontrak.
DW mengaku memilih pergi ke Tiongkok dan melakoni kawin kontrak untuk membantu perekonomian keluarga.
Saat itu, mak combalang menjanjikan pria Tiongkok yang hendak menikahinya merupakan pria baik dan mapan.
Si pria siap membantu keluarganya. Bahkan, menjanjikan mahar awal sebesar Rp 40 juta rupiah.
Nyatanya, mak comblang hanya memberikan uang Rp 25 juta dan diserahkan bertahap.
"Janji-janjinya pas waktu di sini mau beliin apa saja yang saya mau. Nyatanya, HP aja ndak dibeliin pas sampai di sana," ungkap DW.
Setelah melaksanakan pertunangan di Pontianak, ia bersama mak comblang ke Jakarta mengurus dokumen di Kedubes Tiongkok.
Proses wawancara menjadi satu di antara persyaratan yang harus dijalani saat hendak mengajukan pernikahan dengan warga Tiongkok.
Pada proses wawancara ini DW gagal.
Oleh mak comblang, lanjut DW, dokumen dialihkan menjadi visa turis agar dirinya bisa masuk ke Tiongkok.
Identitas DW kemudian dipalsukan. Nama dan usia di paspor tertulis Dwiyana lahir pada 22 Juni 1995.
DW tak tahu persis seperti apa proses pengurusan dokumen.
Semuanya diurus oleh mak comblang Pontianak yang bekerja sama dengan mak comblang asal Tiongkok.
Diakui DW, hingga kembali ke Pontianak, tak pernah ada upacara pernikahan.
Namun, ia melakoni hidup layaknya suami istri.
DW mengungkapkan, sebulan berada di Tiongkok bersama ibunya, perlakuan Cheng Liu Yang begitu baik.
Setelah ibunya pulang ke Pontianak, perlakuan Cheng Liu Yang berubah 180 derajat.
"Pernah dilempar pakai sendal. Tangan saya digigit, kaki ditendang. Ndak ada salah pun ditampar," kenang DW.
Cheng Liu Yang, menurutnya punya "dua wajah". Maksudnya, saat ada orangtuanya, Liu Yang berpura-pura memperlakukannya dengan baik.
Berbeda perlakukan yang dilakukan saat orangtuanya tidak ada.
"Dia mah pinter ya. Kalau sama mamanya pura-pura baik sama saya. Kalau ndak mamanya, jahat lagi sama saya," katanya.
Selama di Tiongkok, DW harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan pribadinya.
Sang suami bukan menafkahinya, malah merampas uang hasilnya bekerja.
Tak kuat menerima perlakuan kasar sang suami, DW mengadu kepada mak comblang yang berada di Tiongkok.
Solusi yang ditawarkan oleh mak comblang ini diluar dugaannya.
Si mak comblang justru menawarkan DW untuk menikah dengan pria Tiongkok lainnya.
"Saya ngadu sama dia suami sering kasar. Malah dia saranin cari laki-laki lain. Mau nikahkan saya dengan laki-laki lain di sana," ungkapnya.
Agar bisa pulang ke Indonesia, DW pernah menghubungi temannya yang juga menikah dengan warga Tiongkok.
Sang teman menyarankannya menghubungi KJRI. Dengan bantuan Google, DW mendapatkan nomor telepon KJRI.
"Saat itu tanggal 11 Januari 2019. Saya melapor ke KJRI. Saya bilang, ini pak saya atas nama DW sudah berada di Tiongkok selama enam bulan. Terus saya gak ada surat nikah, visa saya juga turis. Melapornya cuman gitu. Satu Minggu, baru dijemput sama polisi," ungkapnya.
Saat polisi Tiongkok datang, keluarga sang suami kaget, termasuk dirinya.
"Sempat kaget juga sebenarnya. Pas datang itu diperiksa paspor dan lain-lain. Abis itu dibawa ke kantor polisi," tuturnya.
Di kantor polisi, DW menceritakan bagaimana dirinya bisa sampai di Tiongkok.
"Caranya lembut. Mereka nanya suami itu perlakuan ke saya gimana, dan nanya kamu tau gak visa kamu itu visa apa. Kamu kan orang asing, suami kamu pernah gak lapor ke sini. Aku bilang gak pernah," ceritanya.
Usai pemeriksaan, DW dikirim ke penjara.
Dua hari di penjara, mak comblang asal Tiongkok datang menjenguk bersama mertua laki-lakinya.
Keduanya menawari DW agar kembali ke rumah sang suami.
Lantaran tak ingin diperlakukan kasar oleh suami, DW memilih hidup di penjara.
"Mereka bilang kalau kamu mau pulang, kami bakal keluarin. Mereka bayar jaminannya, tapi saya ndak mau,” tegasnya.
DW pun tak pernah berpikir dirinya bisa bebas.
"Ada teman dari Vietnam sudah sembilan bulan, ada yang dua tahun. Ada yang meninggal di penjara juga. Saya ndak tahu kapan keluar,“ lanjutnya.
Selama di tahanan, kata DW, tak ada pihak lain yang menjenguknya.
Sekitar 23-24 Maret 2019, dirinya didatangi petugas tahanan untuk menandatangani surat keluar tahanan.
Pada 27 Maret 2019, DW diantar polisi Tiongkok hingga pintu keberangkatan di Bandara Shanghai untuk kembali ke Indonesia.
Saat pulang, DW hanya membawa pakaian yang menempel di tubuhnya, Pakaian itu dibuat oleh temannya di dalam tahanan.
Selama di tahanan, DW mengaku mendapatkan perlakukan baik.
Selama ditahanan pula ia semakin rindu pada keluarganya di Pontianak.
"Saya gak nyangka bisa pulang. Ini kayak mimpi. Mikir di sana yang penting jalanin aja hidup," ujarnya sembari menyeka air mata.
Selama di tahanan DW terus menguatkan diri. Ia selalu berdoa agar bisa kembali ke Pontianak berkumpul dengan ibu dan ayahnya.
Impian kembali ke kampung halaman pun terealisasi, Minggu (31/3/2019).
DW menangis histeris kala bertemu kedua orangtuanya, Atu (60) dan ibunya Cong Mi Tjau (45).
Ini pertemuan pertama DW usai bebas dari penjara Republik Rakyat Tiongkok pada Rabu (27/3/2019).