Mengharukan, Pelajar Bengkayang Semangat Bersekolah Walau Tinggal di Gubuk Reyot
Saat berkunjung kesana, Tribun Pontianak melihat gubuk berlantai tanah itu tampak tua. Gubuk itu berdinding kayu lapuk dan bilah-bilah....
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Tri Pandito Wibowo
Mengharukan, Pelajar Bengkayang Semangat Bersekolah Walau Tinggal di Gubuk Reyot
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, BENGKAYANG – Kisah 24 pelajar viral di media sosial tentunya sangat menyentuh hati. Perjuangan sulit mereka tak menyurutkan semangat menuntut ilmu kendati harus tinggal sementara di gubuk tidak layak huni.
24 pelajar itu merupakan siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 02 Lumar. 17 orang anak diantaranya berasal dari Desa Setia Budi dan 7 orang lainnya asal Desa Sentalang Kecamatan Lumar Kabupaten Bengkayang.
Baca: Harap Gubernur Kalbar Bangun Asrama Layak Huni, Dela: Jalan Kaki Capek
Baca: Midji Tanggung Biaya Kuliah Rika, Mahasiswi Asal Bengkayang Yang Dulu Tinggal Di Gubuk
Saat berkunjung kesana, Tribun Pontianak melihat gubuk berlantai tanah itu tampak tua. Gubuk itu berdinding kayu lapuk dan bilah-bilah bambu tua, serta mayoritas beratap rumbia sagu. Gubuk disekat jadi tiga kamar. Ruang kamar itu hanya berukuran 1,5x2 meter. Itu belum dihitung dengan ruang ukuran mini yang berfungsi sebagai dapur.
Terlihat tungku alakadar di pojok depan setiap kamar. Di atasnya terlihat rak-rak yang dipergunakan sebagai tempat sejumlah piring, gelas dan peralatan makan lainnya. Sementara itu, kayu bakar sebagai sumber api untuk memasak berbaring rapi di bawah kolong ruang kayu yang dijadikan sebagai difan untuk tidur.
Selain untuk tidur, difan itu jadi tempat “nangkring” buku-buku pelajaran dan buku tulis sekolah. Di dinding-dinding kamar tergantung pakaian dan tas para pelajar. Tidak ada lemari khusus penyimpanan, begitu juga peralatan-peralatan elektonik. Hanya sebuah bohlam lampu tergantung di satu diantara kamar.
Sungguh miris, panas dan pengap menjadi suasana tak terhindar ketika memasuki gubuk berusia puluhan tahun itu yang masih tetap berdiri dengan kayu penyangga agar tidak roboh.
Satu diantara siswi kelas VIII SMPN 02 Lumar, Mariana menegaskan kendati hidup dalam keterbatasan, semangat untuk menuntut ilmu selalu jadi pijakan meraih masa depan. Menurut dia dan teman-temannya, pendidikan penting untuk menunjang masa depan.
Terlebih mereka berlatar belakang dari keluarga tidak mampu yang bermata pencaharian sebagai petani desa.
“Tamat SMP, saya dan teman-teman ingin melanjutkan sekolah sampai SMA. Saya mau sekolah di SMA Bengkayang,” ujarnya saat diwawancarai di Dusun Sempayuk, Desa Belimbing, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang, Sabtu (2/2/2019).
Baca: TERPOPULER- HEBOH Video Mesum Bertraining SMAN 1, Pesta Seks, Hingga Bella Luna Ferlin Kawin Kontrak
Baca: Kalbar 24 Jam- Wanita Teriak Histeris, Kodam XII/Tpr Tinjau Lokasi Longsor, Hingga Viral Video Mesum
Saban hari Minggu, kata dia, orangtuanya termasuk orangtua teman-temannya berkunjung ke gubuk. Sembari melihat kondisi mereka, orangtua membawakan beberapa kebutuhan pokok seperti beras, sayur dan lauk-pauk seadanya.
“Bapak saya kebetulan kalau turun itu sekalian jualan hasil tani. Lalu belanja ke pasar. Antar ke kami,” terangnya.
Tidak hanya itu, Mariana juga dibekali uang jajan sebesar Rp 20 ribu. Uang Rp 20 ribu itu dipergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup selama seminggu.
“Kami hidup seadanya di sini untuk bertahan hidup. Tapi tidak apa-apa, yang penting sekolah,” jelasnya.
Ia mengaku bersyukur atas tumpangan lahan yang diberikan oleh masyarakat Dusun Sempayuk. Terkadang, tidak segan-segan ada warga yang juga membantu mereka.
“Beruntung warga di sini baik-baik. Walaupun kami hanya menumpang," tandasnya.
Siswi SMP Kelas VIII lainnya, Dini mengakui dahulu ia bersekolah di SDN 19 Meilabu. Namun, karena jarak tempuh dari rumahnya ke sekolah itu jauh sekali maka ibunya ambil keputusan mencari sekolah lebh dekat.
“Kalau sebelumnya mendaki gunung, turun gunung. Mamak kamek ndak sekolah kan kamek di sana karena jauh. Pilih di sini yang dekat. Lalu bangun pondok ini untuk tinggal tempat kami. Supaya kami sekolah di SDN 029 sampai kami lulus,” ujarnya.
Usai tamat SDN 029, Dini melanjutkan pendidikan ke SMPN 02 Lumar yang berlokasi lebih dekat dari gubuk yang ditumpanginya. Perjalanan ke sekolah berjarak sekitar 7 kilometer dan memakan waktu sekitar 30-60 menit jika berjalan kaki.
“Jam enam berangkat. Sampai sekolah jam 7 lewat. Satu jam-an. Pergi sekolah sama-sama. Ini yang terdekat buat kami,” terangnya.
Ia menegaskan dirinya ingin menjadi orang sukses. Untuk mewujudkannya, ia besekolah sungguh-sungguh dan setinggi-tingginya.
“Saya habis tamat SMP ini, mau masuk SMA di Bengkayang,” imbuhnya.
Kendati tinggal di gubuk reyot itu, dirinya merasa nyaman dan senang. Ia berterimakasih kepada masyarakat yang menerima keberadaan mereka.
“Biarpun kami diam di kampung orang, kami merasa enak dan senang. Kami ingin pendidikan sangat tinggi. Sangat aman, warga menerima kami di sini,” jelasnya.
Terkait gubuknya, Dini bercerita bahwa para pelajar tidur berdesak-desakan di ruang-ruang yang disekat menjadi kamar. Dalam satu kamar, ada yang diisi sekitar dua atau tiga orang.
“Tidur sempit-sempitan tidak masalah karena yang penting sekolah. Cuma atap ini bocor kalau hujan. Ada tempat deterjen yang sudah habis kami bikin untuk tampung airnya,” tukasnya.