Pengaruh Anak Punk Makin Mengkhawatirkan, Dinsos Diminta Tangani Serius

Setelah didata ternyata hasil mengamennya ini untuk dibelikan narkoba. Jangankan anak punk, pengemis yang kita amankan juga memakai narkoba

Penulis: Syahroni | Editor: Didit Widodo
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Sejumlah anak punk diangkut Polres Sekadau di Terminal Lawang Kuari, belum lama ini. 

Semakin Rusak

Sementara itu, anggota DPRD Kota Pontianak, Herman Hofi Munawar mengatakan masalah anak punk ini tidak akan pernah selesai apabila penanganannya masih seperti saat ini.
Ia menilai sebetulnya anak punk atau anak jalanan adalah persoalan sosial yang ada di tengah masyarakat. Dengan banyaknya anak punk di Kota Pontianak menunjukan kondisi sosial sudah semakin rusak.

"Itu satu indikator yang dapat di lihat bahwa kondisi sosial kita semakin tidak jelas. Nah penanganannya sekarang, hanya berada dihilirnya saja. Artinya ada anak punk ditangkap, diamankan dan setelah ditangkap dan pembinaan tidak jelas seperti apa lalu dilepaskan kembali. Polanya seperti itu terus," tukas Herman mengkritik penanganan saat ini.

Personel Pol PP saat menertibkan gubuk yang dibangun anak punk di Kawasan Pemukiman Tradisional Marga Tjhia, Kota Singkawang, Kamis (22/3/2018).
Personel Pol PP saat menertibkan gubuk yang dibangun anak punk di Kawasan Pemukiman Tradisional Marga Tjhia, Kota Singkawang, Kamis (22/3/2018). (TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/HAMDAN DARSANI)

Ia berpikir untuk mengatasi persoalan anak punk, tidak bisa hanya di hilirnya saja, perlu penanganan serius juga di hulunya.

"Apa itu di hulunya ?. Perlu adanya analisa atau analisis yang tajam sehingga mengetahui apa faktor X sehingga menimbulkan anak punk ini," ucapnya.

Mungkin saja ada persoalan sosial lingkungan dan sebegainya. Maka di sinilah peranan pemerintah khususnya, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Pontianak. Dinas inilah menurut Herman harus membuat analisis tersebut, agar mengkaji lebih lanjut dan mengantisipasi agar tidak muncul anak punk baru.

"Jadi persoalan hulunya harus diselesaikan sampailah ke hilirnya. Kalau Dinsos dan Satpol PP ini menangani masalah hilirnya, tapi selama masalah hulunya tidak ditangani dengan baik maka tidak akan pernah ada solusi untuk mengatasi," tegas Herman Hofi.

Saat ini kata dia, kondisinya sudah terjadi dan banyak sekali anak punk, maka perlu upaya penyelesaiannya. Dalam penyelesaian, tidak cukup Satpol PP yang menangkap dan Dinsos memasukan di dalam PLAT. Kenyataan selama ini menunjukan bahwa begitu selesai dilepaskan Dinsos, mereka kembali semula lagi.

"Inilah berarti pembinaan yang dilaksanakan Dinsos belum selesai. Tidak tuntas sudah dilepaskan, makanya perlu tenaga konselor khusus menangani kasus anak punk ini," jelasnya.

Persoalan anak punk, harus ditangani secara serius dan tenaga profesional dalam hal ini
adalah tenaga konselor. Namun masalahnya saat ini tenaga konselor di Kalbar, Herman Hofi sebut sangat minim, jumlahnya hanya 5-6 orang, apalagi di Pontianak.

Oleh karena itu, harus ada penambahan tenaga konselor agar fokus menangani kasus anak punk

"Adanya anak punk, bukan hanya persoalan mereka nongkrong dan duduk d itepi jalan. Tapi lebih parahnya, mereka ngelem, narkoba dan pergaulan bebas. Artinya ini harus ditangani secara serius lagi, apalagi Pontianak sebagai kota layak anak walaupun masih berada ditingkatan tengah," tambahnya.

Terlepas anak punk itu warga Pontianak atau bukan tetap perlu diselesaikan dan koordinasi dengan pemerintah provinsi harus berjalan.

Ini adalah masaah sosial bersama, harus diselesaikan bersama pula. Kalau memang orang luar maka harus bekerjasama dengan Dinsos provinsi.

"Dinsos provinsi jangan lepas tangan, permasalahan selama ini juga tidak ada sinkronisasi dan koordinasi OPD tingkat vertikal antara provinsi dan kota. Termasuklah OPD permberdayaan perempuan dan perlindungan anak tidak jalan," jelasnya.

Kembali disinggungnya, bahwa selama permasalahan hulunya tidak diselesaikan maka sampai kapanpun masalah ini tak akan hilang.

"Inilan duit banyak tidak jelas untuk program yang tidak ada outputnya. Jadi apa yang dilakukan tidak konkret, 4pa yang dibuat tidak sistematis, tidak holistik dan tidak ada analisis yang tajam digunakan menangani maslah ini," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved