Abdul Manaf Mustafa: Sutarmidji Gubernur Pertama Hadir di Kantor Dinas Pangan
Hadir sejumlah pegawai di lingkungan dinas terkait untuk melepas Abdul Manaf yang akan memasuki mada pensiun awal tahun depan.
Bekerja dengan hati akan melahirkan sebuah dedikasi.
Pekerjaan berat pada masa silam membuatnya menjadi pribadi yang tangguh dan terus berkontribusi kepada Bumi Pertiwi.
Puluhan tahun silam, di mana wilayah Kalimantan Barat masih sangat jauh berbeda dengan kondisi sekarang.
Telah membentuk seorang putra daerah menjadi kepala dinas yang bisa jadi menjadi kepala dinas terlama di Indonesia.
Pria itu adalah Abdul Manaf Mustafa, pegawai yang harus tidur di mobil saat bertugas ke daerah akibat mobilnya terperosok ke dalam lumpur pada dekade 80-an silam.
Abdul Manaf menjabat sebagai Kepala Dinas Pangan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat sejak bulan April 2004.
Saat ditemui wartawan Poultry Indonesia di kantornya yang berada di Jalan Adi Sucipto No.48, Kota Pontianak, Selasa (7/8), Abdul Manaf mengatakan bahwa jika tidak ada perubahan atau mandat lain, jabatan yang ia emban akan selesai pada akhir Desember 2018 bersamaan dengan masa pensiun.
“Saya diberi mandat menjadi kepala dinas sejak gubernurnya masih Pak Usman Ja’far, terus lanjut Pak Cornelis selama dua periode jadi gubernur, dan terakhir ini Pak Sutarmidji,” ujarnya.
“Kalau dipercaya sampai Desember 2018 nanti, saya jadi kepala dinas peternakan selama 14 tahun lebih,” kata dia lagi.
“Bukan karena saya hebat atau bagaimana, saya percaya bahwa perjalanan hidup ini merupakan sebuah takdir dan bekerja itu lillahi ta’ala saja,” ujar Manaf.
Abdul Manaf lahir di sebuah kampung pesisir yang terletak di Kabupen Sambas.
Letak kampungnya yang cukup jauh dari perkotaan, membuat anak-anak kampung tersebut harus merantau ke kota jika ingin melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Selepas lulus dari sekolah dasar, Abdul Manaf merantau ke Pontianak untuk melanjutkan ke tingkat sekolah menengah.
Semangat untuk bersekolah tak lepas dari semangat anak-anak di kampungnya yang juga cukup banyak melanjutkan pendidikannya hingga ke perguruan tinggi.
“Walaupun tahun 70-an itu masih banyak anak-anak di Kalbar yang tidak sekolah, tetapi masyarakat di kampung saya itu termasuk yang berfikir maju sehingga banyak yang menyekolahkan anaknya ke kota. Maka tidak aneh jika teman-teman asal kampung saya lumayan banyak yang menjadi pegawai,” tuturnya.