Aturan Baru Kelulusan SKD CPNS 2018 Dengan Sistem Rangking, Ini Kata Pengamat
Secara teoritik, ini tidak salah. Dua-duanya, baik sistem passing grade dan perangkingan sendiri sama-sama punya landasan teori tersendiri.
Penulis: Ishak | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Akademisi Untan Pontianak , Dr Aswandi menilai keputusan pemilihan metode perangkingan ini seperti sudah cukup menjadi solusi yang baik, karena memang tampaknya banyak yang menginginkan seperti itu.
Memang dalam penilaian sistem perangkingan ini ada teorinya.
Baca: Putuskan Sistem Rangking, Ini Aturan Baru Kelulusan SKD CPNS 2018 di PermenpanRB No 61 Tahun 2018
Baca: Sutarmidji Tak Setuju Wacana Kebijakan Menteri Turunkan Passing Grade Seleksi CPNS 2018
Secara teoritik, ini tidak salah. Dua-duanya, baik sistem passing grade dan perangkingan sendiri sama-sama punya landasan teori tersendiri.
Mudah-mudahan kebijakan ini bisa menjawab dan menjadi solusi atas rendahnya tingkat keberhasilan passing grade. Terutama di daerah, yang mana permasalahan utamanya lebih ke pemenuhan kebutuhan terhadap kekurangan tenaga ASN.
Menurut saya, diterbitkannya regulasi ini sudah cukup bijak.
Setidaknya pemerintah sudah mau mendengar setiap usulan yang masuk.
Prinsipnya, penerimaan pegawai ini tidak selalu dilihat sekarang saja.
Dalam artian, setelah lulus lalu selesai semua prosesnya.
Idealnya, para pegawai tidak berhenti belajar setelah lulus seleksi dan menyandang status sebagai ASN.
Kan tidak mungkin jika sudah diterima menjadi ASN lalu berhenti belajar dan meningkatkan kompetensi.
Karenanya, jika nanti pemerintah menganggap input pegawai baru ini masih kurang bagus, maka pilihan berikutnya adalah membina pegawai bersangkutan.
Apalagi pembinaan pegawai ini sangat diperlukan.
Kan tidak ada sekolah terbaik di dunia ini yang mana setelah lulus dari sekolah tersebut, lulusannya tidak mau belajar lagi. Tidak ada teorinya begitu.
Jadi, bisa dibilang keputusan ini sudah cukup bijak. Sudah mau mendengarkan masukkan yang datang dari bawah.
Tapi harus diingat, bahwa pemerintah tetap berkeharusan menyeleksi secara ketat.
Sehingga solusi yang ada ini tetap bisa menjadi jawaban atas pemenuhan kebutuhan ASN di daerah, tanpa meninggalkan tujuanya untuk mendapatkan ASN berkualitas.
Terkait dengan para peserta yang sudah lulus passing grade, saya sepenuhnya yakin bahwa hal ini juga sudah dipertimbangkan.
Pemerintah pastinya sudah berhitung bahwa kebijakan ini akan berdampak jika nantinya para peserta yang lulus passing grade akan tereliminasi, terpental dalam seleksi lanjutan.
Solusi ini tampaknya jalan tengah. Perkiraan saya, peserta yang sudah lulus passing grade, akan diutamakan dan pastinya masuk sebagai ASN, dan perangkingan ini untuk pemenuhan terhadap sisa kouta ASN yang kurang saja.
Pemerintah pastinya mencari solusi yang bijak. Jika situasinya seperti ini, pemerintah pastinya akan memutuskan segala sesuatunya dengan lebih berhati-hati.
Saya sudah melihat beberapa poin dalam regulasi baru tersebut.
Intinya begini.
Bahwa penting bagi pemerintah membuat aturan terlebih dahulu sebelum mengambil langkah, sebab itulah yang akan menjadi dasar dan payung hukum dari setiap kebijakan yang diambil.
Jika esok di kemudian hari didapatkan kondisi tidak ideal dalam hal apapun, maka lihat dulu regulasinya.
Jika perlu, rubah dahulu regulasi, baru diambil keputusan-keputusan yang dirasa menjadi solusi.
Nah, diterbitkannya regulasi baru ini, saya pikir dalam konteks tersebut menjadi langkah yang cukup tepat.
Sehingga pengambilan kebijakan pemeringkatan lewat sistem ranking ini jadi punya dasar.
Selain itu, perlu diingat bahwa untuk mendapatkan ASN yang berkualitas itu tidak cukup prosesnya hanya sampai pada tahap seleksi saja.
Paling penting adalah bagaimana ASN yang telah lulus tersebut dibina setelah berhasil melewati tahap seleksi.
Pembinaan ini menjadi hal yang sangat penting.
Sebab, pembinaan yang terus menerus dan berkesinambungan inilah yang bisa menjadi upaya terbaik untuk menjamin pemerintah bisa mendapatkan ASN yang berkompeten lebih baik ke depannya.
Situasi yang ada dari penerimaan CPNS tahun ini dengan segala permasalahannya jelas harus menjadi perhatian.
Menjadi pembelajaran bagi pemerintah agar bisa lebih baik ke depannya.
Bagi saya, apapun metodenya, ada 4 poin penting yang harus dipenuhi agar proses seleksi dan penerimaan pegawai itu bisa berkualitas.
Empat prinsip dasar itu yakni predicttible, equity, efesien, dan bisa memberikan insentif.
Predicttible ini maksudnya jika seseorang diterima, maka harus dipastikan dia adalah seseorang yang dapat diprediksi bahwa ia memiliki kemampuan yang bisa dikembangkan.
Sehingga bisa menjadi pagawai yang sesuai dengan yang diinginkan.
Prinsip ke dua, equity, maksudnya adalah berkeadilan.
Bagaimana menghadirkan seleksi yang tidak diskriminatif dan bisa diakses semua masyarakat.
Jikapun mau dibedakan, harus diupayakan kebijakan affirmative.
Sebab memang tidak mungkin menyamakan SDM di area urban dengan di daerah, sehingga juga ada prinsip equity di dalamnya.
Prinsip ke tiga, yakni efesien. Bahwa proses yang dilakukan, harus benar-benar bisa menghadirkan efesiensi dalam segala aspeknya.
Sedangkan yang terakhir, proses seleksi itu harus bisa memberikan insentif.
Maksudnya adalah para pegawai yang diterima ini, ke depannya pengembangan kompetensinya mudah.
Jika empat prinsip ini terpenuhi, saya yakin model apapun seleksinya ya silahkan.
Sehingga bisa mendapatkan hasil yang sebaik mungkin dan terukur.
Peraturan Menpan RB
Pemerintah menerapkan sistem rangking sebagai alternatif kriteria kelulusan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) peserta seleksi calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Sistem tersebut diterapkan lantaran terbatasnya jumlah kelulusan peserta CPNS 2018 dan terjadinya disparitas hasil kelulusan antarwilayah.
Kondisi itu berpotensi tidak terpenuhinya kebutuhan/formasi yang telah ditetapkan.
Untuk penerapan sisten tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Syafruddin telah menandatangani Peraturan MenPAN RB Nomor 61 Tahun 2018.
Mengutip Kompas.com, Peraturan MenPAN RB Itu isinya tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi Pegawai Negeri Sipil Dalam Seleksi CPNS Tahun 2018.
Seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet, Kamis (22/11/2018), dalam Permenpan itu ditegaskan, peserta seleksi CPNS 2018 yang mengikuti SKD dapat melanjutkan ke tahapan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) dengan sejumlah syarat.
Antara lain, Peserta SKD yang memenuhi Nilai Ambang Batas Peserta SKD yang tidak memenuhi Nilai Ambang Batas, namun memiliki peringkat terbaik dari angka kumulatif SKD diatur berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Peserta SKD yang tidak memenuhi Nilai Ambang Batas namun memiliki peringkat terbaik dari angka kumulatif SKD, menurut Permenpan ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:
* Nilai kumulatif SKD formasi Umum paling rendah 255.
Nilai kumulatif SKD formasi Umum untuk jabatan Dokter Spesialis dan Instruktur Penerbang paling rendah 255
* Nilai kumulatif SKD formasi Umum untuk jabatan Petugas Ukur, Rescuer, Anak Buah Kapal, Pengamat Gunung Api, Penjaga Mercu Suar, Pelatih/Pawang Hewan, dan Penjaga Tahanan paling rendah 255
* Nilai kumulatif SKD formasi Putra/Putri Lulusan Terbaik (Cumlaude) dan Diaspora paling rendah 255
* Nilai kumulatif SKD formasi Penyandang Disabilitas paling rendah 220
* Nilai kumulatif SKD formasi Putra/Putri Papua dan Papua Barat paling rendah 220
* Nilai kumulatif SKD formasi Tenaga Guru dan Tenaga Medis/Paramedis dari Eks Tenaga Honorer Kategori-II paling rendah 220.
Ketentuan sebagaimana dimaksud diberlakukan, apabila
* Tidak ada peserta SKD yang memenuhi nilai ambang batas berdasarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 37 Tahun 2018 tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018, pada kebutuhan/formasi yang telah ditetapkan
*Atau Belum tercukupinya jumlah peserta SKD yang memenuhi nilai ambang batas berdasarkan Peraturan Menteri PAN RB Nomor 37 Tahun 2018 untuk memenuhi jumlah alokasi kebutuhan/formasi yang telah ditetapkan.
Permenpan ini menyebutkan, peserta yang mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang, berlaku ketentuan sebagai berikut:
* Peserta yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dan berperingkat terbaik sesuai dengan jenis formasi jabatan diikutsertakan sejumlah paling banyak tiga kali jumlah alokasi formasi
* Apabila terdapat peserta yang mempunyai nilai kumulatif SKD sama, penentuan didasarkan secara berurutan mulai dari:
- Nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP)
- Nilai Tes Intelegensi Umum (TIU)
- Nilai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
* Apabila terdapat peserta yang mempunyai nilai TKP, TIU, dan TWK sama, serta berada pada batas jumlah tiga kali alokasi formasi, keseluruhan peserta dengan nilai sama tersebut diikutsertakan.
Peserta yang mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang sebagaimana dimaksud berlaku ketentuan sebagai berikut:
* Peserta yang telah memenuhi nilai ambang batas diikutsertakan sebagai peserta SKB kelompok pertama
* Apabila jumlah peserta SKB pada kelompok pertama masih berada di bawah jumlah alokasi formasi, dibuat peserta SKB kelompok kedua yang berasal dari peserta lain yang memenuhi ketentuan dan berperingkat terbaik
* Jumlah peserta SKB pada kelompok kedua paling banyak tiga kali dari selisih antara jumlah alokasi formasi dengan jumlah peserta pada kelompok pertama
* Apabila terdapat peserta pada kelompok kedua mempunyai nilai kumulatif SKD sama, penentuan didasarkan secara berurutan mulai dari nilai TKP, TIU, dan TWK
* Apabila terdapat peserta pada kelompok kedua mempunyai nilai TKP, TIU, dan TWK sama serta berada pada batas jumlah tiga kali dari selisih antara jumlah alokasi formasi dengan jumlah peserta pada kelompok pertama, keseluruhan peserta dengan nilai sama tersebut diikutsertakan.
Ditegaskan dalam Permenpan ini, peserta SKB berkompetisi pada kelompoknya masing-masing.
Sedangkan peserta SKB pada kelompok kedua berkompetisi untuk mengisi formasi sebanyak selisih antara jumlah alokasi formasi dengan jumlah peserta pada kelompok pertama.
Peraturan Menteri PANRB Nomor 8 Tahun 2018 ini telah diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana, pada 21 November 2018. (*)