BPSPL Pontianak Catat 4.175 Hektare Pesisir Kalbar Terdampak Abrasi

Menurutnya, jika tidak ditangani, abrasi dapat mengancam permukiman warga, lahan pertanian, hingga fasilitas umum di wilayah pesisir.

Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/FAISAL ILHAM MUZAQI
DAMPAK ABRASI - Kepala BPSPL Pontianak, Syarif Iwan Taruna Alkadrie. Saat di wawancarai Tribun Pontianak di ruang kerjanya, Senin 11 Agustus 2025. Berdasarkan data kami, total ada sekitar 4.175 hektare wilayah di pesisir Kalbar yang terdampak abrasi. Paling parah terjadi di Kubu Raya, Mempawah, dan Ketapang. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, FAISAL ILHAM MUZAQI

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ancaman abrasi di pesisir Kalimantan Barat semakin mengkhawatirkan.

Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak mencatat, total 4.175 hektare wilayah terdampak abrasi tersebar di Kabupaten Kubu Raya, Mempawah, dan Ketapang.

Kepala BPSPL Pontianak, Syarif Iwan Taruna Alkadrie, mengatakan abrasi merupakan fenomena alam yang sulit dihindari, namun dampaknya bisa diminimalkan jika ada langkah pencegahan dan penanganan terpadu.

“Berdasarkan data kami, total ada sekitar 4.175 hektare wilayah di pesisir Kalbar yang terdampak abrasi. Paling parah terjadi di Kubu Raya, Mempawah, dan Ketapang,” ungkap Syarif Iwan saat di temui di ruangan kerjanya. Senin 11 Agustus 2025.

Ia menjelaskan, abrasi terjadi akibat kombinasi faktor alam seperti gelombang laut, arus pasang surut, transpor sedimen hingga cuaca ekstrem. Meski daratan terkikis di satu titik, sedimen yang terbawa arus bisa menumpuk di titik lain sehingga membentuk daratan baru yang disebut akresi, luas lahan yang terakresi mencapai 7.873 hektar di seluruh wilayah Kalimantan Barat.

“Abrasi ini terjadi karena kombinasi faktor alam seperti gelombang, arus pasang surut, transpor sedimen dan cuaca ekstrem. Saat daratan di satu titik terkikis, biasanya sedimen terbawa arus dan menumpuk di titik lain sehingga membentuk daratan baru,” jelasnya.

Menurutnya, jika tidak ditangani, abrasi dapat mengancam permukiman warga, lahan pertanian, hingga fasilitas umum di wilayah pesisir.

“Di beberapa lokasi, garis pantai sudah mundur puluhan meter dari posisi awal. Dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tapi juga ekonomi masyarakat yang bergantung pada wilayah pesisir,” tambahnya.

Baca juga: Harga Emas Galeri 24 di Pegadaian Hari Ini, Cek Update UBS dan Logam Mulia Antam

Abrasi dapat diatasi dengan dua cara yaitu dengan pendekatan preventif dilakukan melalui pembangunan breakwater atau pemecah ombak, yang menjadi kewenangan Kementerian PUPR dan pendekatan preemtif yang dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga vegetasi mangrove bagi lingkungan salah satunya untuk mencegah abrasi.

“Breakwater penting untuk meredam gelombang, tapi tanpa vegetasi seperti mangrove, tanah tetap akan terkikis. Makanya dua metode ini idealnya harus berjalan beriringan,” ujarnya.

Selain dari anggaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, hingga pihak swasta melalui program CSR dapat berpartisipasi dalam penanganan abrasi.

Di beberapa titik seperti di pesisir Mempawah, kombinasi breakwater dan penanaman mangrove sudah menunjukkan hasil positif. Meski begitu, Syarif Iwan mengingatkan bahwa pantai yang hilang akibat abrasi sulit dipulihkan sepenuhnya.

“Kita hanya bisa meminimalkan dampak dan menjaga wilayah yang masih tersisa. Akresi yang terjadi di sisi lain juga harus dikelola supaya tidak hilang lagi,” pungkasnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved