Status Pencalonan OSO Tersangkut di KPU, Yusril Pun Ibaratkan Tugas Penghulu

MA mengabulkan gugatan uji materi OSO terkait PKPU Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat syarat pencalonan anggota DPD.

Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Dra Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid menyampaikan ceramah kebangsaannya saat buka bersama Osman Sapta Oedang di Masjid Raya Mujahidin, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (28/5/2018) malam. Istri almarhum Gus Dur ini menekankan pentingnya menjaga keharmonisan dalam masyarakat yang majemuk. TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI 

"KPU akan lebih fair setelah mendengar pandangan pihak-pihak yang berseberangan, bukan dengerin sepihak saja," kata Yusril.

Dia menjelaskan, putusan MK adalah putusan perkara pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap Undang-undang Dasar 1945.

Adapun, sifat putusannya adalah normatif, tidak bersifat imperatif atau perintah kepada lembaga atau institusi tertentu.

Jika, mengacu pada pasal 47 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, kata dia, putusan MK berlaku prospektif ke depan, tidak berlaku retroaktif ke belakang.

"Putusan MK itu ditindaklanjuti dengan diterbitkannya peraturan KPU, yakni PKPU 26/2018 yang justru memberlakukan Putusan MK itu secara retroaktif. Mahkamah Agung membatalkan PKPU 26/2018 sejauh mengenai pemberlakuan secara retroaktif," tambahnya.

Yusril juga meminta KPU segera melaksanakan putusan PTUN yang mengabulkan gugatan permohonan kliennya.

"Putusan TUN sudah jelas dan imperatif, tidak ada ruang tafsir lagi. Sifat putusan TUN adalah imperatif," ujar Yusril.

Dia menjelaskan, pengadilan TUN mengabulkan gugatan OSO, karena Mahkamah Agung (MA) sudah membatalkan Peraturan KPU (PKPU) RI Nomor 26 Tahun 2018 tentang perubahan peraturan KPU Nomor 14 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD RI pada Pemilu 2019.

Dalam diktumnya, kata dia, pengadilan PTUN menyatakan Keputusan KPU tentang DCT yang tidak mencantumkan nama OSO batal.

Lalu, memerintahkan kepada Tergugat KPU untuk mencabut Keputusan tersebut dan menerbitkan Keputusan DCT yang baru yang mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Sehingga, apabila pihak lembaga penyelenggara pemilu itu tidak segera mengeksekusi, maka pihaknya berencana untuk memproses secara hukum pidana ketua dan para komisioner KPU RI.

Dia menilai putusan PTUN berbeda dengan putusan MK dan MA, di mana, dalam uji materiil yang bersifat normatif putusan masih dapat diutak-atik.

Hal ini, seperti permintaan delapan orang pakar hukum yang meminta agar KPU RI mematuhi putusan MK dan mengabaikan putusan MA dan PTUN.

Namun, dia menegaskan, ada konsekuensi hukum apabila Arief Budiman cs tidak segera mengekusi putusan tersebut.

"Kalau KPU ikuti pendapat 8 pakar itu, ya siap-siap saja KPU kami pidanakan. Mengabaikan putusan pengadilan yang bersifat imperatif itu adalah kejahatan," katanya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved