Amalan-amalan di Bulan Muharram: Ustadz Abdul Somad Ungkap Keutamaan Puasa Asyura

Amalan-amalan di Bulan Muharram: Ustadz Abdul Somad Ungkap Keutamaan Puasa Asyura .............

Editor: Nasaruddin
NET
Ilustrasi 

" Rasulullah bertanya, 'Puasa apa yang kamu lakukan ini?' Mereka menjawab, 'Pada hari ini Allah SWT menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Akhirnya Nabi Musa puasa pada hari itu sebagai bentuk rasa syukur.' Mendengar jawaban itu, Rasulullah berkata, 'Kami lebih berhak atas puasa Musa daripada kalian.' Nabi Muhammad SAW kemudian berpuasa dan memerintahkan umat Islam untuk puasa." (HR Ibnu Majah)

Puasa Asyura ini juga sebagai ajaran untuk memperingati peristiwa yang terjadi di hari yang sama, 10 Muharram.

Pada tanggal 10 Muharram, Nabi Musa AS selamat dari kejamnya penguasa Raja Fir'aun.

"Mengingat Assyura, mengenang bagaimana orang-orang sombong, gagah perkasa ketika hidup," bebernya.

Abdul Somad pun mengutarakan kisah dari Nabi Musa AS dan Raja Fir'aun.

"Anak lelaki dia sembelih hidup-hidup dan anak perempuan dia biarkan hidup. Karena bagi dia (red: Raja Fir'aun), anak lelaki itu ancaman," tegasnya.

Hukum Memperingati Tahun Baru Islam

Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriah jatuh pada Selasa 11 September 2018.

Di beberapa daerah di Indonesia, masyarakat ramai-ramai memperingati Tahun baru Islam 1 Muharram dengan berbagai kegiatan. Mulai dari mengaji bersama, pawai obor, atau acara lainnya.

Namun di sisi lain, peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram masih jadi perdebatan. Ada yang mengatakan bahwa peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram adalah bid'ah, ada pula yang berpendapat sebaliknya.

Sebagai informasi, bid'ah secara bahasa mempunyai arti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya, seperti dilansir dari islam.or.id.

Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom menjelaskan, ada dua definisi bid'ah, yaitu yang berkaitan dengan ibadah dan tradisi.

Definisi bid'ah khusus ibadah adalah suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.

Sedangkan pengertian bid'ah untuk hal adat, yaitu suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah). (Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah).

Kembali pada peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram, apakah bi'ah?

Bukannya kalender hijriah baru ada di zaman Khalifah Umar Radhiyallahu'anhu?

Terkait hal tersebut, Ustaz Abdul Somad punya penjelasan.

Dalam sebuah ceramahnya, Ustaz Abdul Somad menjelaskan, saat ini banyak orang yang terjebak dalam label atau penamaan.

"Orang sekarang terjebak pada label atau nama. Peringatan 1 Muharram tidak boleh, bid'ah, dolalah, neraka. Buang kata peringatan itu. Buat apa? Ngaji Muharram, ngaji, hijrah." kata Ustaz Abdul Somad.

"Peringatan Maulid Nabi tak boleh, bid'ah. Oke. Kita lihat baligo besar, tulisannya 'ngaji siroh sejarah nabi'. Isinya itu-itu juga. isinya baca quran, kata sambutan, pengajian, tanya jawab, selesai," ujarnya.

Menurut Ustaz Abdul Somad, hendaknya orang-orang tidak terjebak pada nama, sperti yang selama ini banyak terjadi.

"Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Nuzulul Quran, Tahun Baru Hijriah, halal bihalal, tak usah terjebak pada nama. Buang kata peringatan, ganti ngaji," ujarnya.

"Ngaji hijriyah, ngaji lahir nabi, ngaji Isra Mi'raj, ngaji Nuzulul Quran," kata ustaz yang akrab disapa UAS itu.

Lebih lanjut, Ustaz Abdul Somad mengatakan bahwa munculnya tahun Hijriah ketika masa Khalifah Umar.

Menurutnya, saat itu Umar dan bermusyawarah untuk menentukan kapan Tahun Baru Hijriah akan dimulai.

Berbagai pendapat muncul dan akhirnya disepakati bahwa Tahun baru Hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi Muhammad SAW.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved