Tiga Buku Karya Bripka Agung! Rahasia Kehebatan Sidik Jari hingga Memburu Jejak TKP
Selain itu dia juga membahas metode-metode pencarian barang bukti, diantaranya menggunakan metode spiral, metode kotak, berjejer.
Penulis: Hadi Sudirmansyah | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kesibukan menjadi anggota Polri, tak menyurutkan seorang Bripka Agung Utomo untuk menyalurkan hobinya menulis hingga berhasil menelurkan tiga buku yang berisikan tentang pengalamannya bertugas melakukan olah TKP.
Tak tanggung-tanggung, Bripka Agung Utomo yang bertugas sebagai Anggota Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) Di Polresta Pontianak telah berhasil menulis tiga buku.
Buku yang ditulis tersebut diantaranya yaitu dengan judul “Rahasia Kehebatan Dibalik Sidik Jari” yang sudah masuk dalam cetakan kedua. Untuk cetakan pertama telah diterbitkan pada tahun 2013, sementara cetakan kedua pada tahun 2016.
Sementara satu buku lainnya telah diluncurkan bertepatan dengan hari ulang tahunnya, dengan judul “Memburu Jejak TKP” yang merupakan buku tentang scientific crime investigation.
Ia menceritakan buku-bukunya ini membahas tentang metode bagaimana kasus-kasus pembunuhan dapat diungkap, mulai dari metode yang sangat sederhana hingga menggunakan teknologi.
Disana dibahas apa saja yang menjadi hambatan ketika personel inavis berada di TKP, serta bagaimana suka duka ketika menjadi anggota Inafis.
“Mulai dari mencium bau mayat yang busuk, terus metode apa yang kita gunakan agar kita mampu bertahan di lokasi yang bau seperti itu, teknik apa aja yang kita gunakan disitu, saya bahas juga,” ujar Agung saat dijumpai di Polresta Pontianak pada Jumat (31/8)
Selain itu dia juga membahas metode-metode pencarian barang bukti, diantaranya menggunakan metode spiral, metode kotak, berjejer dan lain-lain.
Tidak hanya itu, disana juga dibahas mengenai alat-alat investigasi seperti yang sering terlihat dalam film-film CSI, seperti Serbuk, kuas, senter yang semua dikupas secara tuntas bagaimana penggunaannya.
Awal penulisan buku tersebut menurutnya termotivasi dari dirinya yang hoby membaca, untuk itu dirinya sering pergi ke toko-toko buku. Namun ketika pergi ke salah satu toko buku terbesar di Indonesia, dirinya tidak menemukan buku yang bersifat CSI atau forensik.
Hal itu membuat dirinya merasa miris, hingga dalam hatinya bertanya apakah tidak ada penulis yang berminat menjadikan dunia investigasi ini menjadi sebuah buku yang dapat dibaca oleh orang banyak, atau memang tidak memiliki kemampuan untuk menulis.
Dari rasa gundahnya tersebut, pria yang kerap di sapa Agung ini mulai membulatkan tekadnya untuk membuat sebuah karya tulis yang dapat digunakan oleh orang lain atau sesama rekan yang berada di bidang yang sama, sehingga buku tersebut bisa dipakai secara standar bagi anggota kepolisian jika menemui permasalahan yang hampir sama.
“Mereka bisa saja menggunakan teknik seperti yang saya gunakan,” imbuhnya.
Sudah sejak dulu, dirinya juga mengaku menyukai buku-buku yang berbau detektif, serta memang mencintai bidang tugas yang dijalaninya saat ini.
Bekerja dibidang Inafis ini bukan hanya sekedar mendatangi TKP pencurian saja, sebab dalam INAFIS terdapat dua sistem pelayanan, yaitu pelayanan dalam bentuk tugas kemanusiaan dan pelayanan dalam bentuk kriminal.
Pada pelayanan tugas kemanusiaan diantaranya penemuan jenazah tanpa identitas. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pengungkapan dalam kasus seperti ini, misalnya melalui sidik jari jika memang masih ada, menggunakan tulang, tes DNA melalui rambut atau serat lainnya, serta aksesoris yang saat itu dihunakan oleh korban.
“Itu juga menjadi metode identifikasi untuk melakukan pengungkapan,” ujarnya.
Buku tersebut diselesaikannya dalam waktu hampir tiga tahun lamanya, yang dikumpulkan dari kisah-kisah pengungkapan yang dinilai menarik dari segi pengungkapannya.
Salah satunya pengungkapan kasus pembunuhan yang jenazah korbannya dikubur didalam sebuah tempayan, penemuan tengkorak jenazah di salah satu perkebunan sawit, serta kasus pembunuhan dengan modus menghilangkan barang bukti melalui pembakaran rumah yang direkayasa seolah-olah korban meninggal dikarenakan hangus terbakar.
Hingga saat ini buku-buku tersebut akan dicetak sebanyak 1000 eksemplar karena banyaknya peminat yang memesan secara pribadi kepada dirinya.
Diantara banyak kasus yang dituangkan dalam buku-buku tersebut, beberapa kisah yang mengharukan salah satunya kasus pembunuhan di daerah Beting pada tahun 2009, yang terjadi pada ibu dan anak. Setelah diungkap ternyata pembunuhan tersebut dilakukan oleh tetangganya sendiri.
Pada kasus tersebut, Agung mengaku terharu dan terusik melihat anak kecil yang meninggal dikerumuni oleh semut.
“Karena saat di olah TKP itu saya berfikir kemungkinan anak itu ikut jadi korban karena ketika ibunya dibunuh anak tersebut terbangun, karena si pelaku kalap takut ketahuan, maka anaknya ikut jadi korban, itu yang agak menarik bagi saya,” paparnya.
Sementara untuk kasus yang paling sulit dipecahkan salah satunya kasus pembunuhan berantai, dimana pelakunya diduga memiliki tuntutan ilmu hitam, menurut pihak keluarga, namun menurutnya korban masih memiliki hubungan keluarga dengan tersangka.
“Itu yang agak sulit, karena untuk menemukan si korban juga butuh kecerdikan dan ketelitian, dimana disimpan dibawah tempayan,” ungkapnya lagi.
Setiap kasus pembunuhan, menurut Agung, pelaku selalu memiliki motivasi bagaimana agar tidak terlacak, salah satunya dengan cara menghilangkan korban dan menghilangkan barang bukti.
Ia juga menuturkan cukup banyak kasus menarik yang membuatnya cukup tertantang tragedi pembunuhan di Hotel Benua Mas, dimana korbannya dibuang ke sungai, sehingga korban saat itu ditemukan dalam keadaan mulai membusuk dan tubuh yang mengembang.
Untuk mengungkap identitasnya, pihaknya harus menyuntikkan cairan pada jari korban agar sidik jarinya dapat diidentifikasi.
Dia juga mengungkapkan, karena memiliki hobi membaca buku, terutama buku detektif yang salah satunya novel berjudul “Sherlock Holmes” yang juga ditulis oleh seorang ahli forensik, yang bertugas membantu kepolisian dalam pengungkapan kasus.
Berbagai teknik penyidikan dan pengungkapan kasus serta berbagai teori juga dibenamkan dalam buku fiksi ilmiah tersebut, diantaranya teori deduksi, yang merupakan teknik penyimpulan ketika mendatangi suatu TKP dengan alat bukti yang minim. Dari TKP tersebut dapat disimpulkan darimana pelakunya.
Trik simpel yang bisa digunakan salah satunya melalui jabat tangan dapat dijetahui apa pekerjaan seseorang atau dari cara berjalan yang dapat dilihat apakah seseorang dari kalangan militer atau orang biasa.
Dari teori-teori yang dipelajarinya dia juga melakukan improvisasi dalam penyidikan, yang juga menuai keberhasilan. Salah satu contohnya penggunaan lalat dalam mencari korban pembunuhan.
Hal seperti ini bagi sebagian orang diperlukan, namun bagi Agung hal itu bisa saja berguna, sebab metode pengungkapan kasus bisa dilakukan dengan berbagai cara.
Dijelaskannya juga bahwa jika seseorang berada di suatu TKP kasus, maka secara tidak langsung orang teresebut akan meninggalkan jejaknya di lokasi mulai dari sidik jari hingga rambut.
“Jadi kunci buku ini saya ingin menjelaskan bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna dan tidak meninggalkan jejak, pasti akan meninggalkan jejak, tinggal tergantung petugasnya lagi, apakah dia sabar, sensitif terhadap hal-hal yang ada disekitar,” imbuhnya.
Sebab, awal pengungkapan terhadap suatu kasus pasti dari sebuah TKP, jika awal pengungkapan sudah salah maka bisa saja semakin jauh penyelidikan maka akan berpotensi semakin salah.