Aphelion Tak Terkait Suhu Dingin di Indonesia, Meski Jarak Bumi Lebih Jauh dari Matahari

Banyak tersiar kabar, beberapa wilayah di Indonesia mengalami penurunan suhu yang sangat drastis karena fenomena aphelion.

Editor: Nasaruddin
Space.com
Ilustrasi 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Banyak tersiar kabar, beberapa wilayah di Indonesia mengalami penurunan suhu yang sangat drastis karena fenomena aphelion.

Benarkah demikian?

Sebelum menjelaskan lebih lanjut, perlu diketahui aphelion merupakan istilah astronomi untuk menunjukkan bumi berada di titik terjauh dari matahari.

Fenomena ini selalu terjadi setiap tahun pada bulan Juli.

Meski bumi sedang jauh dari matahari, Thomas Djamaluddin selaku Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) menegaskan penurunan suhu di bumi tidak ada kaitannya sama sekali dengan fenomena tersebut.

Ia menjelaskan, suhu udara dipengaruhi oleh distribusi panas di bumi akibat perubahan tahunan posisi matahari.

"Saat ini matahari sedang berada di belahan bumi utara, sehingga belahan selatan mengalami musim dingin," tulis Thomas dalam laman Facebooknya.

Hal ini menyebabkan tekanan udara di belahan Bumi selatan lebih tinggi dari belahan utara dan menyebabkan angin dingin dari selatan bertiup ke utara.

"Angin dari Australia yang sedang musim dingin bertiup ke Indonesia. Itu sebabnya, beberapa kota di pulau Jawa mengalami udara yang dingin," imbuhnya.

Hal yang sama pun diungkapkan oleh Mulyono R. Prabowo, Deputi Bidang Meteorologi BMKG melalui keterangan resmi yang diterima Kompas.com Jumat (6/7/2018).

Mulyono menambahkan, tidak hanya pulau Jawa saja yang mengalami penurunan suhu.

Hal yang sama juga dirasakan di Bali, NTB, dan NTT.

Sifat dari massa udara yang berada di Australia adalah dingin dan kering.

"Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia tinggi dan menyebabkan penurunan suhu di wilayah Indonesia khususnya Jawa, Bali, NTB, dan NTT," terangnya.

Berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia hingga 5 Juli 2018, suhu udara kurang dari 15 derajat Celsius tercatat di beberapa wilayah yang berada di dataran tinggi atau kaki gunung, seperti Frans Sales Lega (NTT), Wamena (Papua), dan Tretes (Pasuruan).

Suhu terendah tercatat di Frans Sales Lega (NTT) dengan 12.0 derajat Celsius pada Rabu (4/7/2018).

Sementara itu untuk wilayah lain di Indonesia selisih suhu terendah selama awal Juli 2018 ini terhadap suhu terendah rata-rata selama 30 hari terakhir tidak begitu besar.

Penegasan serupa juga disampaikan astronom dengan Marshall Space Flight Center NASA di Huntsville, Alabama dalam Space.com. 

"Pola cuaca musiman dibentuk terutama oleh kemiringan 23,5 derajat dari sumbu putaran planet kita, bukan oleh eksentrisitas ringan orbit Bumi," kata George Lebo, astronom dengan Marshall Space Flight Center NASA di Huntsville, Alabama.

"Selama musim panas utara, Kutub Utara miring ke arah matahari. Hari-hari panjang, dan matahari bersinar lebih dekat ke bawah - itulah yang membuat Juli begitu hangat," kata Lebo.

Tetapi ini tidak berarti bahwa jarak Bumi yang lebih jauh dari matahari tidak memiliki efek yang nyata, Roy Spencer, dari Pusat Hidrologi dan Iklim Global di Huntsville, Alabama, mengatakan dalam pernyataan yang sama.

"Rata-rata di seluruh dunia, sinar matahari yang jatuh di Bumi pada bulan Juli (aphelion) memang sekitar 7 persen lebih rendah daripada di bulan Januari (perihelion)," kata Spencer.

Anehnya, ini tidak berarti bahwa Bumi lebih dingin ketika lebih jauh dari matahari.

"Suhu rata-rata Bumi di aphelion adalah sekitar 4 derajat Fahrenheit (2,3 derajat Celsius) lebih tinggi daripada di perihelion," kata Spencer.

Ini mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, tetapi alasannya berkaitan dengan distribusi tanah dan air di planet kita.

"Suhu bumi rata-rata di seluruh dunia sedikit lebih tinggi pada bulan Juli, karena matahari bersinar di semua tanah itu" di Belahan Bumi Utara, "yang memanas lebih mudah," kata Spencer.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved