DPRD Kalbar Desak Pemerintah Tindak Tegas Perusahaan Asing Bandel Jika Tak Pekerjakan WNI

Kami harap pemerintah segera ambil langkah nyata bagi perusahaan asing yang bandel

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ RIZKY PRABOWO RAHINO
Wakil Ketua DPRD Kalbar H Suriansyah 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat meminta pemerintah ambil tindakan terhadap perusahaan atau investor asing asal cina yang pekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) di luar ketentuan yang ada. 

Wakil Ketua DPRD Kalbar, H Suriansyah menegaskan secara Undang-Undang ada aturan terkait TKA yakni pekerja asing yang diperbolehkan hanya khusus posisi tenaga kerja ahli saja. 

"Kami harap pemerintah segera ambil langkah nyata bagi perusahaan asing yang bandel,” ungkapnya, Senin (18/6/2018).

(Baca: Habib Rizieq Dikabarkan Pulang ke Indonesia, Ini Harapan Sandiaga Uno )

Tindakan tegas bagi perusahaan atau investor asing yang bermain-main dengan aturan sangat diperlukan sebagai efek jera. Politisi Gerindra itu mencontohkan pemerintah bisa belajar dari pemimpin Malaysia yakni Mahathir Mohamad.

Seperti diketahui, Mahathir Mohamad telah lakukan tindakan tegas guna atasi masalah tenaga asing, termasuk meninjau kembali investasi asing di Malaysia terutama asal negeri tirai bambu alias China. “Bisa contoh kebijakan investasi asing ala Mahathir Mohamad,” terangnya.

(Baca: Sekda Kalbar Akan Gelar Halal Bihalal Bagi PNS Lingkungan Pemprov, Catat Tanggalnya )

Ia tidak menampik isu-isu mengenai tenaga kerja asing yang beredar di masyarakat sangat meresahkan. Terlebih ketika ada sebagian TKA yang sudah diamankan lantas dipulangkan ke negara asal lantaran bukan merupakan tenaga ahli.

“Yang dipulangkan itu tenaga asing yang bekerja sebagai tenaga kerja kasar atau buruh. Itu sebenarnya tidak diperbolehkan,” imbuhnya.

Ia mengatakan perusahaan asing harus memperkerjakan penduduk asli Indonesia sebagai tenaga kerja kasar, bukan malah tenaga asing. Selama ini, Indonesia cukup aman dari TKA ilegal jika perusahaan itu milik investor dari negara lain.

“Namun semenjak banyak investor dari China, permainan ini malah muncul dan membuat polemik di masyarakat. Sebenarnya, perusahaan asing itu hanya bawa modal teknologi, mesin dan tenaga ahli bukan dengan tenaga kasar,” katanya.

Suriansyah tidak menampik China alami problem membludaknya tenaga kerja dan jumlah penduduk. Kondisi itu membuat penduduk China nekat bekerja di luar negeri, termasuk di perusahaan-perusahaan asal negara mereka kendati dengan cara ilegal.

“Sebagai negara berdaulat, pemerintah Indonesia khususnya Kalbar harus mampu melindungi pekerja sesuai Undang-Undang (UU) yang ada dan mengaturnya,” tandasnya.

Anggota Komisi I DPRD Kalbar, Darso mengatakan keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia merupakan konsekuensi adanya kerjasama antar pemerintah dan para invsetor.

“Ini konsekuensi dari Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia dan investor asal luar negeri,” katanya.

Dalam MoU itu, Investor Tiongkok memang menghendaki 20 persen tenaga kerja yang mengerjakan proyeknya dibawa langsung dari negara asal. Sisanya, sebanyak 80 persen berasal dari lokal Indonesia.

“Wajar saja kalau investor membawa tenaga kerjanya sendiri 20 persen. Asalkan jangan melebihi jumlah tenaga kerja lokal,” terangnya.

Masuknya investasi melalui operasional perusahaan-perusahaan asing itu akan membuka kesempatan lapangan kerja. Masyarakat lokal, khususnya yang berdomisili di sekitar kawasan kantor operasional perusahaan tentu akan terserap sebagai tenaga kerja lokal dan ikut bekerja dalam proyek itu.

“Jika dikaji secara riil, kondisi ini menguntungkan Indonesia lantaran investasi masuk ke Indonesia. Hal ini tentu akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia,” imbuhnya.

Menurut dia, 80 persen kuota khusus tenaga kerja lokal sangat membantu dalam memberikan sumber-sumber pendapatan berupa gaji tetap bagi masyarakat sekitar lokasi perusahaan asing yang menanamkan modal.

“Kaau investasi masuk, untuk satu perusahaan saja berarti ada sekitar 80 persen masyarakat lokal kita yang akan bekerja dan terserap. Lumayan kan itu, bandingkan jika tidak ada investasi masuk maka masyarakat lokal akan menganggur dan bingung juga memenuhi kebutuhan hidup. Tentunya itu sangat membantu,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalbar, Elvira Maria mengatakan perjanjian terkait berapa jumlah posisi yang harus diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dibandingkan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja dalam perusahaan asing beroperasional di Indonesia khususnya Kalimantan Barat bukan kewenangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

Kewenangan itu berada di Badan Penanaman Modal. Setiap perusahaan asing yang menanamkan modal biasanya akan membuat hitung-hitungan.

“Misalnya perusahaan asing itu tanam saham Rp 10 Triliun, maka akan membawa tenaga kerja asing sekian. Itu ada perjanjiannya di Badan Penanaman Modal,” ungkapnya, belum lama ini.

Pihaknya hanya memastikan TKA yang bekerja di Indonesia harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya mengantongi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

“Setelah RPTKA jadi, pekerja asing diwajibkan memiliki Visa Tenaga Kerja Asing (VITAS),” katanya.

Elvira menambahkan terkait pendirian perusahaan asing di wilayah Indonesia, perusahaan punya tanggungjawab mensosialisasikan itu kepada masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan itu berdiri.

Sosialisasi mengundang pemuka adat, tokoh masyarakat, kepala desa, camat, lurah, serta pemerintah kabupaten (pemkab).

“Kalau sosialisasi tidak dilakukan, maka izin tidak diterbitkan. Itu salah satu syarat mengurus izin di kementerian,” tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved