Editorial
Nyanyian Novanto Sengat Elite PDIP
keterangan Setnov yang hanya menyebut nama baru belum bisa menjadikannya sebagai justice collaborator.
Penulis: Rizki Kurnia | Editor: Rizki Kurnia
Meski demikian, kesaksian di pengadilan juga tak bisa diabaikan sebagai petunjuk penyidikan walaupun yang dituding membantah.
Disebut-sebutnya sejumlah nama politisi PDIP yakni Puan Maharani, Pramono Anung membuat PDIP "gerah".
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah jika dua elit politiknya menerima aliran uang e-KTP.
Menurut Hasto, posisi politik PDI Perjuangan (PDIP) selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan.
Baca: DPRD Sambas Janji Berikan Perlindungan Kepada Korban Persekusi
Hasto curiga kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, berkaitan dengan upayanya mendapatkan status sebagai Justice Collaborator (JC), demi meringankan hukumannya.
Namun perilaku Novanto dinilai hakim kontradiktif dengan upayanya mengajukan status sebagai justice collaborator.
Sebab menjadi kolaborator penyidik atau jaksa berarti mengakui dirinya juga pelaku.
Sementara Novanto yang sudah duduk di kursi terdakwa saja masih terus berkukuh tidak ikut menerima aliran dana korupsi e-KTP.
Selain itu, Novanto tidak menyebutkan nama-nama orang yang terlibat dalam dakwaannya yang diduga turut menerima uang proyek e-KTP.
Tapi justru menyebut nama-nama orang yang tidak ada dalam dakwaan.
Mengutip ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia, Prof Dr Mudzakir, keterangan Setnov yang hanya menyebut segelintir orang dalam dakwaannya menerima dan memunculkan nama baru belum bisa menjadikannya sebagai justice collaborator.
Kalau hanya menyebut nama baru ini dan nama lain tidak disebut berarti seolah-olah dia tidak tahu, padahal banyak yang disebutkan dalam dakwaan.
Kini, dengan bertambahnya nama terduga penerima aliran dana korupsi di sidang kemarin membuat kerja KPK bertambah berat untuk mengusut dan mengungkap semua pihak yang terlibat.
Sekaligus membuktikan skandal korupsi itu bukan fiktif belaka. Jika perlu, panggil semua nama yang disebut ke pengadilan untuk memberikan kesaksian di bawah sumpah.
Mereka tak cukup hanya mengumbar bantahan di luar persidangan dengan dalih merasa difitnah.
Harapannya tentu jangan sampai pengadilan berubah menjadi forum pencemaran nama baik dan fitnah.
Hanya menyebut nama, bahkan sampai masuk dakwaan, tapi tidak kunjung diajukan ke pengadilan. (*)