OTT di Sanggau
Transfer ke Bank, Oloan Pastikan Tak Ada Transaksi Uang Cash di BPN Sambas
pada prinsipnya selaku bagian dari Aparatur Sipil Negara, pihaknya turut prihatin terhadap kejadian tersebut
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Jamadin
Selain itu, terhadap pekerjaan-pekerjaan didaftarkan di loket, Oloan mengatakan sudah harus berkas lengkap. Supaya pemohon tidak bolak-balik datang ke BPN Sambas, sehingga tidak akan banyak cost yang dikeluarkan pemohon.
Informasi berkas apa saja yang harus dilengkapi pemohon, itu sudah dapat di lihat di depan loket, melalui papan tertulis di atas loket.
Selain itu, pihaknya juga sudah menyiapkan buku Peraturan Kepala BPN No 1 tahun 2010, tentang semua jenis permohonan, dan itu disimpan di loket.
"Dalam bentuk buku, tapi memang satu buku untuk semua. Kami mohon maaf, belum bisa menyiapkan secara bundel lengkap dan banyak. Karena itu butuh biaya juga," paparnya.
Ke depan, ada inovasi-inovasi yang akan pihaknya lakukan, dalam rangka semakin lebih maju lagi dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
"Sesuai dengan yang diminta Menteri Agraria/ Kepala BPN supaya kami menyiapkan modul-modul informasi persyaratan untuk dilengkapi pemohon, mungkin nanti di cetak dalam bentuk kertas berukuran kecil," sambungnya.
Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Sambas ini, mengaku pernah pula bertugas selama 3 tahun di Kantor Pertanahan Sanggau.
Ia menegaskan, pada prinsipnya, dalam rangka pembuatan sertifikat hak atas tanah, semua sudah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jadi pada prinsipnya, tanah itu kan ada tanah yang belum terdaftar, nah fungsi BPN adalah dalam rangka untuk proses melakukan pendaftarannya, meregisternya, sehingga seseorang itu atau badan hukum mempunyai hak. Hak itu ada hak milik, hak guna bangunan, hak pakai dan ada hak pengelolaan," urainya.
Untuk hak milik itu hanya untuk Warga Negara Indonesia, sedangkan untuk Warga Negara Asing hanya adanya hak pakai. Kemudian untuk instansi pemerintah hak pakai selama dipergunakan, sedangkan untuk hak guna bangunan itu untuk badan hukum.
"Jadi harus jelas dulu pembagian jenis sertifikat. Kemudian, dalam rangka pendaftaran hak atas tanah ini. Pertama yang harus dimiliki oleh seseorang atau badan hukum adalah surat-surat tanahnya atau disebut dalam peraturan perundang-undangan itu namanya alas hak," ujarnya.
Menurut Oloan, alas hak itu bisa macam-macam, sudah diatur secara lengkap di dalam Pasal 40 PP No 24 tahun 2007, dan itu dijabarkan lebih lanjut dalam pelaksanaannya itu dalam Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN no 3 tahun 2007.
"Antara lain kalau di Sambas itu bisa namanya SKT ada juga namanya SPT (Surat Pernyataan Penguasaan Tanah), bisa juga melalui Akta Jual Beli, serta juga bisa melalui kwitansi (transaksi dibawah tangan). Kalau di Jawa ada namanya girik, jadi biasanya setiap daerah namanya sedikit berbeda, tapi semuanya sama disebut Alas Hak," paparnya.
Alas hak ini kemudian ditambah dengan ketentuan lagi dalam rangka untuk mengurus pembayaran BPHTB nanti menjadi PBB, sehingga semua orang yang memiliki atau menguasai tanah, harus terdaftar tanahnya.
"Setelah alas hak itu ada, baru kemudian dimohonkan ke BPN. Pertama dimohonkan melalui pengukuran, untuk mengetahui letak, luas dan batas-batas tanah. Oleh karena itu setiap pemilik tanah harus membuat patok terhadap tanah yang dikuasainya," jelasnya.
Setelah diukur, terbitlah namanya Peta Bidang Tanah. Ini nanti menjadi lampiran dari alas hak, untuk didaftarkan ke BPN.
"Itu untuk tanah yang belum bersertifikat. Kalau tanah yang sudah bersertifikat, itu nanti kalau terjadi proses-proses berikutnya melalui suatu proses peradilan hak, bisa jual beli, balik waris atau bisa pemecahan dan lainnya," sambungnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pontianak/foto/bank/originals/oloan-sitanggang_20180208_223401.jpg)