Dinas Kesehatan Akan Bahas Keluhan Pasien Bersama Pihak RSUD SSMA
Penanganan DBD menurutnya memang harus dirawat di RS. Karena DBD merupakan serangan virus dan belum ada obatnya.
Penulis: Syahroni | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Sidiq Handanu menuturkan awal tahun 2018 ini dalam dua minggu pertamaku setidaknya ada 21 kasus DBD yang menyerang warga Pontianak. Bahkan kasus DBD juga telah merenggut satu nyawa balita umur 4 tahun di Jalan Tebu Pontianak Barat, Rabu (17/1/2018).
"DBD untuk 2018, minggu pertama ada 11 kasus dan minggu kedua ada 5 kasus. Kasus DBD secara umum jumlahnya tidak mengalami lonjakan, kan DBD ini endemis di Pontianak, jadi setiap saat itu ada," ucapnya saat diwawancarai, Kamis (18/1/2018).
Baca: DBD Renggut Satu Nyawa di Pontianak, Edi Kamtono Akan Evaluasi Pelayanan di RSUD SSMA
Setiap minggu ia memastikan ada kasus DBD namun 2018 imi tidak ada melonjak. 2017 lalu dirincikannya sekitar 200 lebih kasus DBD di Pontianak.
"Tahun ini tidak ada lonjakan, laporan dari staf dan RS tidak ada lonjakan. tapi penyakit DBD ini harus diwaspadai setiap saat, tidak harus menunggu kasus tinggi," jelas Handanu.
2017 lalu disampaikannya ada dua korban jiwa meninggal, itu di daerah Sungai Jawi dan Pontianak Utara.
Model gejala DBD sekarang ini disebutnya sudah tidak khas seperti dulu, bisa dalam waktu tiga hari sidah jatuh dalam syok.
Jika teori lama mengatakan jatuh syok lima hari, tapi saat ini tiga hari saja kalau tidak ditangani bisa masuk kategori syok.
"Tergantung berat ringannya virus, itu sebenarnya yang harus diwaspadai. Jadi ketika demam di hari pertama, hari kedua itu harus segera diperiksakan darahnya," saran Handanu.
Handanu mengharapkan pada masyarakat mengambil langkah cepat jika anaknya terserang demam panas maka harus segera diperiksa dan diambil sampel darahnya.
"Ketika sudah positif anak demam minum obat turun panas, tapi tidak turun panasnya maka untuk daerah endemis DBD fikiran kita harus langsung ke DBD. Untuk itu ketika sudah dua hari, tiga hari tidak turun segera cek darahnya, karena satu satunya untuk diagnosa harus dengan pemeriksaan darah. kalau sudah ada tanda trombosit turun dan DBD maka harus segera bawa ke RS untuk diinfus dan cairan itu yang harus dipertahankan," ucapnya memberikan saran dalam penanganan DBD.
Terkait adanya keluhan masyarakat terhadap layanan Rumah Sakit Kota Pontiianak, RSUD Sultan Syarief Muhammad Alkadrie pihaknya langsung merespon.
"Terkait adanya keluhan pasien mengenai penangan yang lambat, jadi kami akan rapat dengan RS Kota untuk melihat itu. Sejauh mana keterlambatan yang dilakukan, tapi memang RS Kota memiliki 20 tempat tidur atau 20 bad. Jadi kalau memang posisinya penuh barang kali Rumah Sakit memberikan alternatif ini ruangannya penuh jadi belum bisa masuk, harus antri dulu dirawat di UGD atau RS lain mungkin, ya fikiran saya begitu dulu. Tapi kalau RS menolak pasien itu tidak mungkin," tambahnya.
Penanganan DBD menurutnya memang harus dirawat di RS. Karena DBD merupakan serangan virus dan belum ada obatnya.
"Jadi penanganan yang bagus itu adalah mengatur cairan pasien agar tidak mengalami dehidrasi dan menyebabkan kondisi syok," pungkasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pontianak/foto/bank/originals/sidiq-handanu_20180118_184546.jpg)