Kerjasama Dengan 3 BPD, PT SMF Kucurkan Pembiayaan Sektor Perumahan Rp 338 Miliar
Rinciannya, Bank Sumut mendapat kucuran Rp 156 miliar, BPD Bali Rp 32 miliar dan Bank Sumsel Babel Rp 150 miliar.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Di sisi permintaan, hambatan itu berada pada kebijakan dan kelembagaan dimana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) belum menjangkau segmen MBR Nonformal. Peran Pemda, Badan Pertahanan Nasional (BPN), BPD dan instansi lain belum maksimal. Lalu, Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) KPR subsidi.
Pada pembiayaan, dana perbankan umumnya jangka pendek sehingga rentan maturity mismatch, mayoritas fokus pada KPR kelas menengah atas, pasar modal belum menyediakan dana jangka panjang memadai dan skim FLPP terbatas dari sumber Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Di sisi masyarakat juga ada problem. Banyak masyarakat MBR dan di bawah MBR yang unbankable,” terangnya.
Di tengah berbagai problem itu, pemerintah sudah menerbitkan beberapa kebijakan stimulus di sektor perumahan sebagai dukungan. Sebut saja, relaksasi kebijakan LTV/FTV Bank Indonesia untuk menggerakan pasar kredit properti dan membantu percepatan pembangunan rumah pengembang.
Ada juga paket kebijakan ekonomi dimana 7 dari 13 paket ekonomi Jokowi-JK memuat stimulus untuk sektor perumahan seperti pembukaan kepemilikan asing, penghilangan pajak berganda investasi Real Estate, properti dan infrastruktur, kemudahan Dana Investasi Real Estate (DIRE) dan lain-lain.
“PP Nomor 14 Tahun 2016 bertujuan mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dan memberikan kepastian hukum. Kebijakan Tax Amnesty ( pengampunan pajak) juga dilakukan dengan harapan industri properti tumbuh pada 2-3 tahun ke depan, karena ada ketentuan dana hasil repatriasi boleh diinvestasikan dalam instrumen lain yang sah, satu diantaranya ya properti,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asbanda Edie Rizliyanto menegaskan dukungan program sejuta rumah untuk rakyat. Asbanda akan mendorong transformasi BPD dalam penyaluran KPR sehingga bertambah jumlah BPD sebagai Bank Pelaksana FLPP dan meningkatkan jumlah penerbitan KPR program maupun KPR non program.
Realisasi penyaluran unit FLPP berdasarkan Bank Pelaksana sepanjang 2010-Oktober 2017, BPD mencapai 12.234 unit. Sedangkan realisasi penyaluran dana FLPP porsinya hanya sekitar 2,40 persen atau Rp 715 miliar.
“Asbanda akan meningkatkan pemanfaatan sumber dana jangka panjang oleh BPD melalui kerjasama dengan PT SMF. Asbanda akan memacu percepatan ketersediaan perumahan bagi seluruh warga di daerah melalui peran BPD. Termasuk kerjasama dengan pihak terkait lainnya,” tegasnya.
Saat ini BPD sudah punya referensi Standar Operasional Prosedur (SOP) KPR BPD (komersial dan program) yang disiapkan oleh PT SMF. Asbanda sudah sepakat gunakan SOP itu sebagai standar SOP KPR BPD.
KPR BPD menjadi potensi sekuritisasi KPR dengan mendorong multi orginator efisiensi pasar premier perumahan. Kendati demikian, Edie tidak pungkiri ada kendala yang sering dihadapi perbankan terkait KPR.
Seperti, tidak mudahnya proses konversi lahan oleh Dinas Pertanian, proses perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/ izin lain sulit dan memakan waktu lama, proses pemecahan sertifikat jangka waktu dan biaya pengurusannya belum terstandarisasi di masing-masing daerah, serta harga perolehan tanah belum terstandarisasi oleh pemerintah sehingga sulit mendapatkan lahan dengan harga yang sesuai.
Besaran pajak BPHTB juga terlalu tinggi sebesar 5 persen. Padahal, Pajak Penghasilan (PPH) yang dibayarkan developer sebesar 1 persen dari harga jual.
“Paket kebijakan Presiden tentang percepatan izin usaha terkadang tidak sejalan dengan Peraturan Daerah masing-masing daerah juga jadi kendala perbankan,” katanya.
Edi berharap peran pemerintah daerah terutama dalam penyediaan data MBR, pembinaan pengembangan di wilayah, kemudahan perizinan rumah KPR FLPP dan evaluasi berkala atas proses perizinan serta pengendalian dan pengawasan fisik bangunan, tata ruang, IMB dan lain-lain.