Kalimantan Barat Dinyatakan Surplus Beras
Kalimantan Barat dinyatakan surplus beras. Untuk wilayah perbatasan saja, total surplusnya mencapai 200 ribu ton pertahun.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kalimantan Barat dinyatakan surplus beras. Untuk wilayah perbatasan saja, total surplusnya mencapai 200 ribu ton pertahun.
Wilayah itu mencakup di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas. Jumlah itu diluar dari daerah penyangga, seperti di Kabupaten Landak.
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultura mencatat produksi gabah kering di Kalimantan Barat mencapai 1,5 juta ton per tahun.
Bahkan tahun ini ditargetkan produksinya mencapai 1,6 juta ton per tahun.
Jika diolah menjadi beras, menyusut menjadi satu juta ton per tahun. Jumlah ini jauh melebihi konsumsi masyarakat terhadap beras.
Data pertama menyebutkan konsumsi beras masyarakat 124,9 kilo per tahun. Totalnya mencapai 600 ribu ton per tahun.
Merujuk data statistik yang berdasarkan survei nasional, konsumsi beras sekitar 114 kilo atau setara dengan 520 ribu ton per tahun.
“Ada selisih di dua data itu, tapi hitungannya produksi beras Kalbar tetap surplus,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Hortikultura Provinsi Kalbar, Heronimus Hero, Minggu (5/11/2017).
Lantas kemana surplus tersebut? Sementara di pasar lebih banyak beredar beras dari luar Kalbar? Hero mengakui banyak yang meragukan bahwa Kalbar telah surplus beras.
Selain untuk konsumsi masyarakat, beras asal Kalbar dijual ke pulau-pulau di dekat Kalimantan Barat.
Sebut saja Pulau Natuna dan Kepulauan Riau. Belum lagi, beras-beras tersebut masuk ke pasar tradisional di kawasan perbatasan dan menyeberang ke negara tetangga.
Contohnya di kawasan Jagoi Babang, Kalbar (Indonesia) ke Serikin (Malaysia).
“Total 200 ribu ton di kawasan perbatasan dan menyebar di sana. Beras asal Kalbar pun masuk ke Malaysia, tapi tidak melalui jalur resmi,” jelas Hero.
Menurut Hero, daerah tempat tujuan beras itu dikenal tidak memiliki lahan pertanian.
Termasuk juga Malaysia. Bahkan negara ini sudah mulai mengimpor beras dari Kalimantan Barat.
Tentunya melalui jalur resmi. Bahkan ekspor beras perdana dilakukan langsung oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, belum lama ini.
Penyebab masuk beras dari luar dikarenakan selera konsumsi masyarakat.
Petani Kalbar lebih banyak menanam beras yang pera. Beras seperti ini kurang disukai masyarakat perkotaan, yang umumnya lebih suka dengan beras yang pulen.
“Selera juga mempengaruhi. Belum lagi selisih harga, sehingga pedagang beras mendatangkan dari luar,” terang Hero.
“Seperti saya analogikan batik. Datangnya batik asal RRT ke Indonesia, bukan berarti batik di Indonesia kurang. Justru produksi batik melimpah, tapi ini adalah mekanisme dagang. Selera dan selisih harga itu mempengaruhi,” tambahnya.
Sebelumnya Ketua Ormas Indonesia Bekerja (Inaker) Kalimantan Barat, Andi Harun, Ar SH. meminta menteri pertanian RI mengkaji ulang keputusan ekspor beras ke Malaysia yang akan dimulai tahun 2018 mendatang.
Mengingat Kalbar masih membutuhkan beras yang sangat besar. Karena beras tersebut akan dijual ke Malaysia dengan harga Rp 7.800 perkilo.
Sedangkan saat ini di Pontianak beras dijual oleh pedagang dikisaran Rp 10.800 hingga Rp 11.500 perkilo.
Apabila ekspor ini berjalan tentunya menguntungkan negeri tetangga Malaysia.
"Kenapa beras murah tersebut tidak dijual ke masyarakat saja, kalau alasanya Kalbar telah surplus beras, mengapa masyarakat Kalbar masih membeli dengan harga yang mahal, kenapa beras yang murah tersebut tidak dijual dengan masyarakat kalbar?", tanya Andi.
Melihat Intruksi Presiden nomor 5 tahun 2015, tgl 17 maret 2015 sudah diatur tentang aturan pembelian gabah kering dan beras.
Kemudian keputusan Menteri perdagangan nomor 57/MDAG/PER/8/2016 tentang penetapan harga eceran tertinggi (HET) terhadap beras medium maupun premium. Setiap wilayah harganya sudah ditetapkan.
Jawa, lampung dan sumsel beras medium Rp. 9.450, beras premium Rp. 12.800 per kg. Sumatera, medium Rp. 9.950, premium 13.300 per kg.
Bali, NTB, medium Rp. 9.450, premium 12.800 per kg. NTT medium Rp. 9 950, premium 12.800 per kg.
Kalimantan, medium Rp. 9.950, premium 13.300 per kg. Maluku, medium Rp. 10.250, premium 13.600 per kg. Papua, mediuam Rp. 10.250, premium 13.600 per kg.
Dari keputusan ini seluruh Indonesia beras premium harganya tidak ada dibawah Rp 10.000 perkilo.
Oleh karena itu rencana pemerintah ekspor beras ke Malaysia dengan harga Rp 7.800 perkilo disarankan Inaker Kalbar agar dievaluasi kembali.
Karena melihat kenyataan dilapangan masyarakat Kalbar masih membutuhkan beras murah dan pangan lainnya.
"Kalau memang ada harga beras yang murah, Inaker akan membantu pemerintah memasarkanya ke masyarakat Kalbar," tuturnya.