Kisah Inspiratif Tentara Perempuan Pontianak, Lulus Untan, Nikmati Peran Ibu Sekaligus Prajurit
Dengan potongan rambut khas seorang prajurit wanita, dia tersenyum simpul mempersilakan duduk.
Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Nasaruddin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Sri Widyastuti menyambut dengan ramah saat ditemui di ruang kerjanya di kantor Oditurat Militer Jalan Cemara No.46 A, Jumat (3/11/2017).
Dengan potongan rambut khas seorang prajurit wanita, dia tersenyum simpul mempersilakan duduk.
Dia terlihat sangat lincah dan cekatan di usianya yang sudah 46 tahun.
Obrolan mengenai hukum terutama dalam pengadilan militer bergulir dengan ringan bersama wanita kelahiran Pontianak, 1 Mei 1971 silam ini.
(Baca: Sopir Tronton Nilai Wali Kota Pontianak Tak Berikan Solusi, Jadi Siapa yang Gagal Paham? )
Prajurit wanita yang kini berpangkat Letnan Kolonel ini memulai pengalaman militernya sejak duduk di bangku kuliah.
Tepatnya saat bergabung di Residen Mahasiswa Mahapura.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, dia melanjutkan karir militernya.
Latar belakang pendidikan hukum inilah yang membuatnya sangat memahami bidang hukum, bidang ini terus dipelajarinya hingga ke jenjang S2.
(Baca: 5 Fakta Bule Amerika Tewas di Kamar Hotel Pontianak! Ada Kesaksian Mengejutkan Wanita Cantik )
"Tugas pertama saya di Direktorat Hukum TNI Angkatan Darat, di Jakarta" kenangnya.
Dia bertugas di sana selama sepuluh tahun, menjabat letnan hingga menjadi kapten.
Lepas dari Direktorat Hukum TNI Ankgatan Darat dia pindah ke Mabes TNI Babinkum (Badan Pembinaan Hukum) di Cilangkap, Jakarta Timur.
Baru pada pertengahan Mei tahun ini dia pindah ke Pontianak dan menjabat sebagai Kepala Kantor Oditurat Militer 105 Pontianak.
(Baca: Prostitusi Online Singkawang Terungkap, Mucikari Beberkan Identitas Pelanggan hingga Tarif )
Menjadi seorang prajurit perempuan, sekaligus ibu tentu bukan hal yang mudah.
Konsekuensi dari pekerjaannya adalah harus berpisah dengan keluarga.
Suaminya merupakan seorang prajurit pula dan kini berada di Jakarta.
Sedangkan putri bungsunya mengenyam pendidikan di SMA Krida Nusantara, Bandung.
Sementara yang ikut ke Pontianak hanya putra sulungnya, yang saat ini duduk di bangku kelas 3 SMA.
"Semua pekerjaan memiliki sisi keras dan humanisnya, semua ada porsinya," katanya saat menuturkan pengalamannya menjadi seorang prajurit.
(Baca: Video Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Dwikora Lengang )
Ketika terjun ke dunia militer, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggungjawab yang sama.
Tidak ada yang berbeda. Laki-laki merayap, maka perempuan juga merayap.
"Laki-laki gendong ransel, kami juga gendong ransel. Prajurit laki-laki mengenakan helm, kami juga sama. Mereka menembak, kami juga menembak," ujarnya.
Namun hal tersebut tidak membuatnya lupa akan posisinya sebagai seorang perempuan yang mengandung, melahirkan, dan mendidik anak-anak.
Mengenai kehidupan dalam berkelurga, diakuinya memiliki tantangan tersendiri.
Terutama saat harus bertugas ketika anak-anak sedang perlu didampingi.
Sejak kedua buah hatinya kecil, dia dan suami telah memberi pemahaman mengenai manajemen waktu dalam keluarga.
Dia mengatakan waktu bertemu bersama anak-anaknya tidak banyak, tapi dia mengutamakan kualitas pertemuan mereka.
(Baca: Zenfone 4 Selfie Pro, Jawaban Asus Terhadap Tren Swafoto )
"Untuk membayar absennya saya dalam keseharian mereka, begitu saya pulang ke rumah, waktu saya memang tercurahkan untuk mereka. Saya tidak peduli rumah berantakan, saya kesampingkan dulu dan memilih menemani anak-anak mengerjakan PR atau bermain, kalau saya lapar saya makan apa saja yang ada, saya habiskan waktu untuk anak-anak. Makanya sampai saat ini pun saya masih jadi teman curhat anak perempuan saya," tuturnya.
Ketika banyak yang menganggap tanggung jawab sebagai prajurit perempuan sangat berat, apalagi ketika berkeluarga, dia justru mengatakan menikmatinya.
Kendala memang ada, tapi dia tidak menganggap itu sebuah hambatan.
Dia juga mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Kapan harus bertindak sebagai seorang prajurit dan kapan harus bertindak sebagai seorang perempuan.
Menempatkan diri dalam pelayanan untuk negara dan juga dalam melayani keluarga.
Meski dia dan suami sama-sama prajurit, dia mengaku tidak mendidik mereka dengan gaya militer.
Mereka hanya sepakat untuk menerapkan nilai kedisiplinan.
Sedangkan dalam bekerja dia menerapkan cara kerja yang cerdas, tuntas, dan ikhlas.
"Ketika bekerja kita harus bekerja cerdas, jika tidak bisa menyelesaikan sendiri maka koordinasi dengan yang lain hingga pekerjaan itu tuntas, setelah tuntas, hasil kerja kita akan dinilai orang lain, di sinilah kita harus ikhlas, bagaimana orang menilai pekerjaan kita," ucapnya.
Dia memandang pekerjaannya sama seperti pekerjaan yang lain.
Semua pekerjaan memiliki tanggung jawab, memiliki sisi yang keras dan humanis sesuai porsinya masing-masing.
"Jangan takut menjadi prajurit. Mengabdi untuk negara dan kepentingan orang banyak. Baik laki-laki maupun perempuan," pungkasnya.