Ayah Cabuli Anak Kandung

Bagaimana Status Anak Dari Korban Pencabulan Oleh Orang Tua Kandung?

Karena korban sendiri mempunyai dua persoalan, satu persoalan hukum yang dihadapi dan satunya status anak yang akan dilahirkan.

ABC
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridho Panji Pradana

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Yayasan Nandiya Nusantara Kalbar, Devi Tiomana mengharapkan ikut serta pemerintah dalam menentukan status anak G (16) korban pencabulan dari orang tua kandungnya sendiri.

Selain itu, Devi pun mengharapkan dalam proses hukum yang berjalan, UU yang sudah ada harus efektif dijalankan.

Sebelumnya, Ia mengatakan kasus ini terungkap pada kamis tiga hari yang lalu sekitar pukul 10.00 WIB setelah ditelpon dari pihak sekolah.

(Baca: Pilu, Inilah Ungkapan Menyedihkan Korban Pencabulan Laporkan Sang Ayah ke Polisi )

(Baca: Pria Yang Tega Cabuli Anak Kandung Hingga Hamil Saat Diinterogasi Polisi )

Pada saat itu, ia pun mengaku belum tau persis persoalannya, karena ada urusan lain saat itu, namun ia menyanggupi dan mendampingi periksa ke dokter dan ternyata positif.

"Lalu kita bawa pulang dan diberi penguatan, ternyata belum siap untuk melapor dan kita tunggu hingga dilaksanakan hari ini ke kantor polisi," ujarnya, Sabtu (04/11/2017).

(Baca: Miris, Pria Ini Tega Cabuli Anak Kandung Hingga Penyandang Disabilitas, Ini Beberan Polisi )

Proses dari sekolahan, sampai ke rumah sakit periksa dan laporan ke Polisi, kata dia tidaklah mudah, karena ia pun merasakan beratnya hal yang lalui dengan perasaan korban, emosi meluap-luap dan macam-macam, hingga sedikit-dikit menangis.

"Sampai dia mengatakan tidak ingin adiknya tidak lagi mengalami seperti dia, dan ingin ibunya kembali ke rumah itu, dan ia juga kaget ternyata rasa sakit yang dialaminya ternyata sudah hamil 7 bulan," tuturnya.

Dari awal, G (16) kata Devi, tidak mengetahui telat haid sampai dengan beberapa bulan karena hamil, dan juga hasil pemeriksaan dokter.

Ia pun berharap UU yang ada sekarang efektif diberlakukan, namun memang, jelasnya, kendalanya persepsi aparat Kepolisian dan pihaknya terkadang ada perbedaan.

Salah satunya, lanjut dia, jika dalam UU 35, UU perlindungan anak dari perppu yang disahkan ada klausa pemberatan hukuman bagi yang pelakunya orang tua kandung, ditambah 20 tahun sampai kebiri atau hukuman mati.

"Jika itu efektif diberlakukan saya rasa masih jauh, karena untuk persiapan eksekutornya dan siapa belum jelas, UUnya belum menterjemahkan sampai dengan kepelaksanaannya. Saya masih berpikir ini masih belum efektif," katanya.

G (16), kata Devi akan di save house sampai dengan proses kelahiran anaknya.

Karena korban sendiri mempunyai dua persoalan, satu persoalan hukum yang dihadapi dan satunya status anak yang akan dilahirkan.

"Ini dua persoalan yang berbeda, untuk proses hukum memang sudah berjalan, proses yang harus dilalui bagaimana proses kelahiran, anak setelah lahir harus kemana, diambil negara atau tetap dengan ia," katanya.

Jika diihat posisi G (16) sekarang usia semuda ini tidak memungkinkan untuk merawat, hal itulah, kata dia, yang perlu dibicarakan pemkot dalam tim.

"Ini adalah kelahiran yang ada di Kota Pontianak, dan lahir harus dengan identitas yang sudah ada, ini perlu dipikirkan.

Karena menurut perkiraan medis, akhir bulan 12 akan melahirkan, ndak lama lagi harus ada kejelasan status, diambil negara atau asuh keluarga, dan yang saya yakin keluarga akan menolak karena dianggap aib, inilah yang harus clear," ujarnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved