Data Guru Penerima Tunjangan 3T Tidak Sinkron
Sampai hari ini saya tegaskan kepada teman-teman terutama PGRI tolong kawal untuk penetapan daerah 3T termasuk daerah perbatasan.
Penulis: Tri Pandito Wibowo | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawati Tribun Pontianak, Maskartini
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Rektor IKIP-PGRI Pontianak Samion, Bicara pentingnya tunjangan khusus jelas sangat penting dan memang itu adalah hak guru. Ini bagi mereka yang bertugas didaerah khusus perbatasan.
Tunjangan daerah khusus ada tiga tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Hanya saja masalahnya sampai hari ini saya tegaskan kepada teman-teman terutama PGRI tolong kawal untuk penetapan daerah 3T termasuk daerah perbatasan.
Karena yang namanya daerah perbatasan tidak akan bisa berubah, tetap menjadi daerah terdepan.
Berbeda dengan daerah terpencil, suatu saat mungkin daerah terpencil bisa berubah menjadi daerah tidak terpencil lagi.
(Baca: Tunjangan Khusus Guru Mengacu Pada SK Kementerian PDT dan Transmigrasi )
Jika aksesnya sudah tidak sulit lagi, tetapi jika daerah terdepan tidak akan pernah bisa tergantikan posisinya. Secanggih apapun pembangunan itu.
Nah artinya apa, mereka tetap mendapatkan tunjangan. Masalahnya saat ini sistem pembayaran tunjangan daerah perbatasan pendataannya tidak hanya dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun yang dipakai untuk pembayaran juga data Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Maka saya katakan kepada teman-teman daerah khususnya kabupaten kota dan teman-teman PGRI tolong dikawal ketetapan daerah 3T tersebut.
Jika itu sudah seiring sejalan antara Kabupaten dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan termasuk daerah-daerah sudah menyatu tidak ada masalah.
Yang jadi masalahnya dari kabupaten termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ternyata datanya berbeda dengan data yang ada di Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Untuk pembayaran tunjangan guru daerah perbatasan yaitu berdasarkan peta yang dibuat oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Saya kira permasalahan guru tidak hanya di Sambas tetapi di Kapuas Hulu, Sanggau dan Sintang.
Masalahnya sama juga dengan Bengkayang. Kita merasa kasihan dengan teman-teman yang mempunyai hak tetapi karena datanya berbeda menjadi tidak mendapatkan haknya.
Misalnya ada 6 guru di satu sekolahan yang dapat, hanya 3 guru yang mendapatkan dana tunjangan tersebut.
Hal tersebut karena penetapan tersebut dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bukan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Untuk menyelesaikan masalah ini perlu adanya komitmen semua terutama stakeholder dan harus duduk satu meja membicarakan penetapan daerah 3T termasuk Kementerian Dalam Negeri.
Karena penetapan daerah 3T harus ditetapkan bersama, jika tidak di tetapkan maka permasalahannya tidak akan selesai. Justru di salah satu kabupaten yaitu Kapuas Hulu mereka membagi pencairan untuk keseluruhan guru.
Hal tersebut karena tidak mencakup semua guru yang diusulkan. Ini sebenarnya keliru ini bom waktu bagi daerah dan salah.
Satu sisi ini memang solusi, tetapi justru membuat teman-teman yang mempunyai hak tidak mendapatkan penuh. Sedangkan mereka yang tidak masuk di dalam SK-nya meskipun mempunyai hak mereka merasa terhibur, meskipun tidak permanen.
Ini penyelesaian masalah yang tidak menyelesaikan masalah, justru menjadi bom waktu.
Menurut saya itu solusi yang tidak tepat, lebih baik kita terus terang kepada mereka yang belum mendapatkan tunjangan bahwa SK yang dikeluarkan dari pusat hanya sekian.
Kami teman-teman dari PGRI siap mengawal ke provinsi ini kewenangannya siapa, mari berdialog, beraudiensi dengan kementerian bersangkutan sehingga permasalahannya bisa terselesaikan.
Bicara tentang hak jelas itu hak mereka, biaya hidupnya tidak bisa dikatakan ringan di perbatasan, justru barat.
Dengan adanya tambahan tunjangan sangat luar biasa sehingga konsentrasi mereka mengajar lebih bertambah lagi. Tetapi di Kalbar memang dunia pendidikan banyak masalah, satu sisi kesejahteraan di sisi lain kekurangan tenaga guru.
Akhirnya guru pontang-panting mengajar dan akhirnya tidak konsentrasi. Bagaimana pendidikannya bisa berkualitas, kita pertanyakan komitmen pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagaimana standar layanan pendidikan itu.
Bagaimana agar datanya seragam diserahkan kepada provinsi, jika memang harus dibicarakan di tingkat pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menetapkan, baru ketuk palu.
Solusi lainnya, ketika sudah ditetapkan pemerintah harus berkomitmen untuk membayar sesuai ketetapan yaitu satu kali gaji pokok, tidak ada pertimbangan lain jika dikurangi jadi keliru.