Wakil DPRD Mempawah: Pertimbangkan Ulang Kebijakan Sekolah Lima Hari
"Kita tergantung keputusan menteri dan presiden dalam hal ini, akan tetapi memang ini harus dipertimbangkan,
Penulis: Dhita Mutiasari | Editor: Galih Nofrio Nanda
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Menanggapi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan terkait sekolah lima hari,
Ketua GP Ansor Mempawah Rajuini mengatakan seharusnya pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum kebijakan ini diterapkan sepenuhnya.
"Terkait kebijakan menteri tersebut, sudah banyak penolakannya,"ujarnya, Minggu (2/7).
Ia yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mempawah ini mengatakan jika kebijakan tersebut diterapkan maka akan menyebabkan korban siswa yang ada di pondok pesantren atau salafiyah.
"Memang identik dengan Islam namun dilihat dari sejarah berdirinya Indonesia pesantren ikut andil dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan hingga sekarang,"jelasnya. Bahkan tak sedikit negarawan dan ilmuwan berasal dari pesantren hingga dapat mengisi negara ini. Maka ia sebetulnya tidak sependapat dengan kebijakan menteri Muhadjir Effendy ini.
"Pada intinya secara pribadi saya menentang kebijakan tersebut,"ujarnya. Hanya dikatakan, apa yang menjadi keputusan menteri ataupun presiden dikatakannya mau tidak mau harus dijalankan jua.
"Kita tergantung keputusan menteri dan presiden dalam hal ini, akan tetapi memang ini harus dipertimbangkan,"ujarnya.
Ia mengatakan bagaimana pembelajaran di pondok pesantren, salafiyah atau pembelajaran informal lainnya yang memakan waktu sore hari setelah pendidikan formal.
"Karena salafiyah ini kadang sore, kecuali pondok pesantren itu lain halnya,"ujarnya. Jika kebijakan tersebut diterapkan, maka berdampak hal lainnya. Maka perlu dicarikan solusi yang terbaik dan memihak. Ia mengatakan sistem pendidikan yang diterapkan sejauh ini juga sebetulnya tidak bermasalah, hanya tinggal ada hal-hal yang perlu diperbaiki.
"Terutama fasilitas yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan,"ujarnya. Maka dari itu ia berharap Kebijakan jangan terkesan sepihak saja karena pemerintah ini terdiri dari beragam elemen. Agama beragam, suku bangsa juga beragam,"ujarnya.
Jika kebijakan diterapkan bukan hanya pendidikan informal agama Islam yang akan berdampak, melainkan juga bagi agama lainnya yang menerapkan pembelajaran informal seperti les agama. Belum lagi waktu bermain anak-anak diforsir. "Pada intinya saya menentang,"ujarnya.
Ia mengungkapkan bagaimana sistem pendidikan informal disamping pendidikan informal diterapkan seperti dipondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya.
"Kemudian madrasah bukan pesantren sekolah pada umumnya sore,"ujarnya. Kendati tak juga ditampik kebijakan tersebut juga memiliki sisi positif ada juga, dimana dalam satu pekan juga ada jeda waktu libur dua hari sabtu minggu senbagai pengganti.
"Hanya jika setiap hari di forsir belajar maka akan menimbulkan kejenuhan,"tukasnya. (Ita)