Pasien DBD Meninggal, Rahman: Kita Harapkan Kasus Ini Tak Terulang
Saya minta ambulans, mereka bilang ambulans sudah siap tetapi harus bayar, ya aku bayar, dan dibawa ke Mempawah
Penulis: Dhita Mutiasari | Editor: Jamadin
Hingga akhirnya jam 12.00 siang ia dikabari rumah sakit bahwa anaknya kritis dan tidak bisa ditangani rumah sakit dan perlu ICU. “Oke aku bilang kalau masuk ICU aku siap bayar,”ujarnya.
Namun hingga hingga 2 jam berikutnya anaknya tak juga dimasukkan ke ICU. “Sampai marah kenapa anak saya tidak ditangani cepat padahal saya sudah bayar lunas jam 12.30 WIB, kenapa anak saya belum ada surat rujukan, kok masih belum ditangani sampai aku bilang aku ada hutangkah,”ujarnya.
Begitu pula setelah ia marah baru obatnya diminumkan. “Kemudian ditunggu lagi jam 14.48 aku marah, baru jam 14.52 WIB baru naik ambulans,”ujarnya. Hingga pukul 15.10 WIB anaknya bernafas terakhir kalinya saat perjalanan ke rumah sakit di Pontianak berdasarkan rujukan.
“Itu tiga jam surat rujukan belum juga dibuatkan dan saya beli sirup itu sampai jam 14.00 belum diminumkan,”ujarnya.
Kendati berupaya tegar dan ikhlas dengan kepergian putra kesayangannya, namun ia masih mengeluhkan lambannya penanganan medis kepada putranya.
“Itulah yang aku bilang mereka kenapa anak aku ditanganinya lambat, namun sudahlah aku ikhlas mungkin anak aku sudah panggilan dia,”tuturnya.
Sementara itu warga lainnya Selano menuturkan di wilayah barak pengungsian yang mereka tempati ini memang rawan DBD. “Untuk bulan ini saja satu orang meninggal dan 1 orang saat ini sedang dirawat di RSUD dr Soedarso Pontianak,”ujarnya.
Dikatakannya, di wilayah ini sedikitnya ada 172 KK dengan lebih dari 700 jiwa. Namun sekitar 25 persen warga dikatakannya sudah mengalami sakit-sakitan dengan gejala serupa DBD. Namun dikatakan warga disini bingung untuk berobat. Hingga ia berharap dinas kesehatan Kabupaten Mempawah dapat turun langsug ke masyarakat dalam antisipasi DBD ini.