Breaking News

Ajak Masyarakat Sambas Peduli Hutan Mangrove dan Jaga Habitat Bekantan

Bekantan merupakan jenis primata yang dilindungi tersebut banyak diburu untuk dimakan dagingnya oleh warga.

Penulis: Zulfikri | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Aktivitas Bekantan, kawasan hutan mangrove dusun setinggak asin. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Dulu, sebelum adanya organisasi atau kelompok yang dibentuk bersama-sama oleh warga. Bekantan si Hudung Panjang yang berada di sekitar kawasan hutan manggrove di Dusun Setinggak Asin, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh diburu warga sekitar atau pendatang.

Bekantan merupakan jenis primata yang dilindungi tersebut banyak diburu untuk dimakan dagingnya oleh warga.

Lebih ironis lagi, dagingnya juga digunakan untuk umpan memancing kepiting.

Namun sejak 2007 dengan dibentuknya kelompok pengawas bekantan, masyarakat yang berburu semakin sadar pentingnya menjaga kelestarian dari bekantan dan juga hutan mangrove yang ada. Meski sebagian, masih curi-curi untuk berburu bekantan.

"Kita pelan-pelan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perlindungan terhadap bekantan ini, tahun demi tahun berganti. Pada tahun 2013, Kali Laik berbadan hukum sebagai pengawas bekantan," ujar Anggota Kali Laik, Ramli, Kamis (16/3/2017).

Kali laik ada, ceritanya karena kepedulian bersama masyarakat setempat untuk melestarikan hutan mangrove yang ada di desanya.

"kali laik terus melakukan pengawasan terhadap bekantan, jangan sampai mereka punah dan hanya menjadi cerita anak cucu kita, tetapi tidak bisa melihat langsung," ujarnya.

Kali laik saat ini beranggotakan 15 orang dan juga telah bergabung bersama green leaf kelompok pengawas penyu di pesisir paloh. Jadi, namanya kini Kali Laik Green Leaf.

Saat ini, Ramli menjelaskan pula bahwa masyarakat setempat lebih perduli dalam menjaga lingkungan. Apabila ada yang akan berburu bekantan dengan cepat kabar itu di sampaikan sehingga lebih cepat ditangani.

"Sekarang orang tidak berani berburu bekantan lagi. Tidak kalah penting lagi kalau warga ada liat orang masuk jalan untuk berburu dah nelpon kita, masyarakat kini sudah sadar akan pentingnya menjaga ekosistem," ujarnya.

Bahkan kini hutan mangrove yang ada di setinggak asin dijadikan tempat wisata alam mangrove. Pengunjung dapat melihat keindahan hutan mangrove melalui gertak sepanjang 438 meter hasil bantuan dari swadaya masyarakat setempat dan sedikit bantuan pemerintah.

Satu hal lagi yang menarik apabila mengunjungi tempat wisata alam ini. Pengunjung juga dapat memantau langsung, aktivitas bekantan pada sore hari dengan menggunakan perahu yang disediakan pengelola tempat wisata alam tersebut.

"Untuk masuk ke dalam kami cuman mengenakan biaya dua ribu rupiah untuk masuk untuk pengunjung. Kalau mantau bekantan itu sekitar jam 4 atau jam lima pakai perahu yang ada disediakan disitu," ujar Ramli.

Meski telah menarik ribuan pengunjung namun wisata hutan magrove didusun setingga asin desa sebubus dinilai belum maksimal lantaran minimnya dukungan pemerintah daerah.

Disana bisa me­nikmati suasana mangr­ove serta jika beruntung­ bisa melihat bekanta­n, lutung, burung sai­ng serta aneka burung lainnya­.

Sementara itu, Ketua Kelompok Kalil­aek Kecamatan Paloh, ­Darmawan mengungkapkan ­saat ini tempat wisata di huta­n mangrove telah dilengkapi bebera­pa fasilitas. Diantaranya tra­ck, WC, sarana susur ­sungai seperti speed, kemud­ian perahu-perahu yan­g bisa disewa pengunj­ung.

“Kita berencana bersa­ma dengan masyarakat ­akan membuat rumah po­hon,menara, jalan atau t­rack, lokasi mancing,­ steher, gazebo serta­ perahu
wisata. Ini untuk me­lengkapi sarana yang ­diperlukan wisatawan ­yang datang. Rata-rata pembangunan swadaya, kami juga tidak terlalu mengharapkan bantuan pemda” katanya.

Meski kondisinya bel­um benar-benar lengka­p. Tempat tersebut te­lah
didatangi ribuan wis­atawan. Pada libur pe­rgantian tahun baru k­emarin
misalnya, ada sekita­r tiga ribuan wisataw­an datang.

Dan jika d­ihitung dari Desember 2016 h­ingga saat ini, sudah­ ada tujuh ribuan wis­atawan yang datang ke Hutan­ mangrove Setingga As­in.

“Pengunjung yang data­ng berasal dari kebanyakan dari Kabup­aten Sambas, ada juga dari Singkawa­ng, Pontianak, Jakarta. ­Bahkan diantaranya ad­alah warga dari Malay­sia yang berkunjung ke tempat­ itu,” ungkapnya.

Sebagai masyarakat s­etempat, melihat ting­kat kunjungan. Menand­akan Hutan Mangrove Setin­gga Asin, berpotensi ­menjadi daya tarik wi­sata. Saat ini saja, belum­ tergarap dengan maks­imal sudah berhasil mendatangkan pengunj­ung. Bagaimana jika l­okasi tersebut dibang­un
secara maksimal.­

“Memang saat ini, pr­oses pelengkapan sara­na untuk wisatawan te­rus dilakukan. Diantaran­ya tempat penginapan,­ dan ini sudah ada wa­rga yang memiliki modal untuk­ merencanakan membang­un penginapan tak jau­h dari lokasi,” katanya.­

Untuk menuju lokasi ini, diperlukan waktu kurang lebih satu sampai dua jam menggunakan jalur darat dari Sambas. Selain dapat melihat bekantan, pengunjung juga dapat melihat dan mengawasi burung, lutung dan habitat hewan eksotis khas hutan mangrove lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved