Kementrian PPPA: Setiap Anak Tidak Boleh Mengalami Kasus Kekerasan
Kami tidak ingin strategi penanganan fokus pada kasus, setiap anak tidak boleh mengalami kasus kekerasan...
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridho Panji Pradana
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melalui deputi perlindungan anak Pribudiarta Nur Sitepu dan Kepala bidang perlindungan anak dari kekerasan Ratih Rachmawati tampak hadir dalam workshop sistem perlindungan anak berbasis masyarakat tingkat provinsi Kalimantan Barat di lantai 9 hotel Orchadz Jalan Gajah Mada Pontianak.
Deputi Perlindungan Anak Kementrian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan dari sisi data kasus pada 2015 yang masuk ke unit pelayanan kementerian dari Kalbar 788 kasus yang dilaporkan Kaltim 911, Kalteng 335, Kalsel 177, Kal-utara 447.
"Di seluruh Kalimantan relatif jumlah cukup besar, namun kami tidak ingin strategi penanganan fokus pada kasus, setiap anak tidak boleh mengalami kasus kekerasan, harus di mulai dengan pencegahan tentunya biaya akan lebih murah namun melibatkan semua pihak, baik keluarga, sekolah dan lingkungan masyarkat sekitar rumah semua harus terlibat," katanya, Rabu (18/01/2017)
Maka dari itu kementrian mendorong adanya perlindungan anak berbasis masyarakat, pendekatan bersifat integratif menyeluruh semua pihak ikut berkerjasama, karena ini adalah masalah yang komplek yang tidak bisa ditangani oleh satu pihak tertentu.
Baca: WVI Gelar Workshop Sistem Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat
Menurut Pribudiarta praktek-praktek baik yang dilakukan pemerintahan sudah berjalan, tanpa adanya desian ataupun strategi dari pemerintah pusat pemerintah daerah sudah menjalankan.
"kami kementrian juga belajar dari pemerintahan daerah seperti Rembang, Tulungagung, Kebumen dan beberapa lainnya, lalu kami angkat menjadi strategi nasional, basisnya di undang-undang, di harapkan strategi ini bisa digunakan disemua pemerintah daerah di Indonesia," imbuhnya
Mengenai perbedaan kultur dan budaya di setiap daerah, Pribudiarta mengatakan strategi nasional salah satunya adalah mengeleminasi perilaku dan norma budaya yang tidak sensitif pada anak, namun hal itu juga menjadi pekerjaan rumah bersama, jadi perilaku sosial budaya harus mendukung perlindungan anak.
"Sebenarnya ditingkat desa kita sudah ada dan menyebut mereka pendamping desa, aktivis desa di harapkan dapat mendampingi keluarga di desa untuk mendiskusikan jika timbul permasalahan mengenai anak," tuturnya
Deputi perlindungan anak ini tidak memungkiri masalah hampir di semua lokasi, baik kekerasan, eksploitasi seksual maupun non seksual, perlakuan salah dan ditelantarkan itulah permasalahan pada anak selain permasalahan besar yang terjadi, menurutnya berasarkan UU ada 15 jenis anak yang berpontensi untuk mengalami kekerasan.
Kepala bidang perlindungan anak dari kekerasan Kementrian PPPA Ratih Rachmawati menambahkan untuk seluruh Indonesia punya disetiap provinsi 7 fasilitator di Kabupaten atau Kota, setiap desa ada 10 orang yang dipilih karena mempunyai pengaruh besar didesa akan merubah paradigma di masyarakat, sudah ada sekitar 40 aktivis desa di Kalbar.
Mengenai hal tersebut, Deputi perlindungan anak Kementrian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan peran pemerintah daerahlah untuk mengambil model memperluas para aktivis untuk menjaring.