Editorial
ANTISIPASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Dibanding masa-masa kritis karhutla musim kemarau tahun 2015 silam, data hotspot di Kalbar itu memang masih rendah.
Penulis: Ahmad Suroso | Editor: Marlen Sitinjak
Langkah yang dilakukan di antaranya sosialisasi dengan memberikan imbauan kepada masyarakat, baik dari segi undang-undang yang dilanggar dan ancaman hukuman, serta jumlah dendanya.
Kemudian dampak asap yang ditimbulkan akibat pembakaran dari segi kesehatan, yang dapat menimbulkan penyakit ispa, anak sekolah diliburkan, dan juga berpengaruh terhadap transportasi baik udara, darat dan laut.
Demikian pula langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Program Pembangunan PBB memberi pelatihan dasar menangani karhutla di 75 desa di Kalbar, Riau, Jambi, Sumsel beberapa hari lalu juga sangat tepat.
Dilanjutkan pelatihan bagi 490 orang dari 49 desa rawan kebakaran lahan di 5 kabupaten/kota di Kalteng oleh tim dari UNDP dan Program Reuksi Emisi dan Deforestasi dan Degradasi Hutan/Lahan (REDD+) di Palangkaraya.
BACA JUGA: TNI Polri Bersinergi Patroli dan Sosialisasi Dampak dari Karhutla
Mulai Kamis (11/8) sampai pertengahan Agustus 2016, mereka dilatih pengenalan alat pemadaman dasar, kode komunikasi, sistem komando dan pemadaman lahan kering serta basah.
Tim serbu api di tingkat desa juga diberikan materi pokok latihan kepemimpinan dan latihan dasar pengendalian kebakaran lahan dan hutan, latihan pembuatan sekat kanal untuk pembasahan gambut dan pembuatan sumur bor.
Untuk mencegah atau setidaknya meminimalisasi terjadinya karhutla memang kita tidak bisa bergerak sendiri-sendiri.
Satuan petugas (satgas) yang terdiri dari berbagai instansi terkait dan lapisan masyarakat, sejak dari sekarang harus bersatu untuk memantau 'zona merah' dan melakukan antisipasi awal sebelum terjadinya kebakaran yang besar.
Langkah antisipasi merupakan yang paling tepat dan efektif diambil daripada melakukan pemadaman jika sudah terjadi kebakaran hutan dan lahan. (*)